Dalam pencitraannya yang lebih hidup, baik dilingkungan akademis maupun masyarakat umum, sebagian masyarakat beranggapan bahwa NW (Nahdlatul Wathan) adalah organisasi yang didukung oleh sebagian besar golongan menengah dan menengah kebawah yang berbasis dikota-kota dan sebagian besar di pedesaan di Propinsi NTB ini. Citra ini setidaknya berangkat dari konsep sosiologi ekonomi tentang organisasi keagamaan terbesar di Propinsi NTB ini, paling tidak menempati urutan ke tiga terbesar secara nasional dalam lingkup Propinsi NTB setelah setelah Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU). Citra tersebut dalam dimensi ekonominya dewasa ini menimbulkan pertanyaan yakni apakah NW dapat menjadi kekuatan ekonomi tersendiri, setidak-tidaknya akan mengandung suatu potensi ekonomi tertentu secara nasional, terlebih dalam konteks lokal kedaerahan?
Berangkat dari hal itulah –tanpa terjebak dengan adanya polarisasi dalam NW sendiri- menyimak dan mempelajari alur perjalanan organisasi keagamaan yang satu ini, karena penulis sendiri juga membayangkan suatu potensi ekonomi tertentu, yang sebenarnya masih terpendam. Kalangan-kalangan tertentu dalam organisasi ini tentunya pernah juga memprakarsai berbagai bentuk model pembangunan ekonomi mulai dari warga hingga simpatisannya, mulai dari model jaringan melalui penghimpunan dana, kredit ataupun pembiayaan, namun sayangnya nampaknya usaha tersebut belum dirasa manfaat dan dampaknya secara lebih maksimal untuk peningkatan kesejahteraan rakyat.
NW, jelasnya belum menjadi kekuatan ekonomi –jika tidak ingin dikatakan tidak dapat menjadi kekuatan ekonomi- jika ukurannya adalah besarnya basis masa yang dimiliki organisasi ini, atau jika kita bandingkan juga dengan etnis yang lain, seperti cina atau arab misalnya, yang sedikit tidak telah berhasil membangun jaringan konglomerasi ekonominya sendiri. Memang ada unit usaha NW yang telah berjalan, namun nilai ekonominya baik bagi warga NW sendiri apalagi bagi ummat Islam di Propinsi NTB ini bisa diabaikan. Mengapa pula ide-ide kreatif untuk mengembangkan “gerakan ekonomi warga NW” meski menimbulkan konflik atau kontroversi karena adanya polarisasi dalam tubuh NW sendiri.
Disisi lain, penulis berharap akan masih banyak warga NW sendiri yang masih terus optimis dengan kegiatan-kegiatan ekonomi. Bukankah dalam bidang pendidikan warga NW telah menunjukkan hasil-hasil yang sangat memuaskan? Dan hal tersebut setidaknya dapat dijadikan pijakan untuk selanjutnya membenahi dimensi ekonominya. Disamping itu pula beranjak dan mulai bergerak dalam kegiatan-kegiatan sosial ekonomi ysng lebih terlembaga, terstruktur dan menyentuh kebutuhan utama warga misalnya dalam bidang keuangan dengan pendirian BMT-BMT, BPRS-BPRS, rumah sakit NW atau pos-pos pelayanan kesehatan. Bukankah amal-amal usaha tersebut memiliki nilai ekonomis. Berbagai kegiatan-kegiatan seperti pengajian, seminar, penerbitan dan lainnya dapat diambilkan dananya sebagian dari sumber-sumber tersebut. Sehingga satu usaha dengan usaha lainnya akan bernilai ibadah di satu sisi dan profit oriented disisi yang lain.
Karena hal tersebut, maka suatu persfektif ekonomi tertentu akan dapat tampak dari kegiatan amal usaha tersebut. Terlebih saat ini telah berkembang konsep-konsep yang lebih maju tentang ekonomi syariah, perbankan syariah, keuangan syariah, bisnis syariah dan lebih berorientasi pada konsep-konsep bisnis dan dengan penekanan-penekanan pada kegiatan-kegiatan bukan proyek-proyek sosial. Jika hal tersebut dapat dilakukan, setidaknya NW telah memiliki profit center, dan malah akan berdampak pada penyejahteraan warganya. Namun meski dicatat juga bahwa kegiatan sosial (jika kita enggan menyebutnya ibadah) dapat juga mengandung unsur bisnis bagi peningkatan kesejahteraan warga NW sendiri.
Pemikiran dan perbuatan yang berorientasi pada kegiatan ekonomi dimasa depan tampaknya akan menjadi suatu keniscayaan. Memang sepintas lalu kita tidak dapat memisahkan antara usaha warga NW dengan dengan amal sholeh dalam organisasi ini. Dalam hal ini pendiri NW sendiri Maulana Syeikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, pernah mewanti-wanti bahwa “semulia-mulianya kamu kepada ku adalah yang paling banyak jasanya kepada NW, dan sejahat-jahatnya kamu kepadaku adalah yang paling banyak berbuat kerusakan untuk NW”. Sekalipun para warga NW adalah kebanyakan golongan masyarakat menengah dan menengah kebawah, tetapi di NW mereka banyak membahas tentang ilmu, iman dan taqwa.
Mengkaji Q.S. Al Ma’un. NW memang digerakkan atas konsep iman dan taqwa. Jika dilihat dalam prosfek ini NW memiliki potensi ekonomi yang cukup besar. Kita lihat misalnya dalam berbagai sector kehidupan ummat mulai dari pejabat pemerintah hingga para buruh dan pedagang adalah warga NW juga. Terhadap warganya ini, hingga taraf ini baru bisa menggugah rasa tanggung jawab sosial mereka dalam ritus-ritus ritual keagamaan, seperti pengajian-pengajian umum. Namun NW belum dapat berbuat banyak untuk lebih memberdayakan warganya. Hal ini dikarenakan apakah NW masih sedikit mengkaji atau dalam memberikan pengajian-pengajian masih sedikit sekali menyentuh konsep-konsep dakwah dalam pembangunan ekonomi yang bernuansa kontemporer dalam kontekstualisasi kedisinian nya ummat dan warga NW ataukah faktor penyebab lain baik itu intern NW sendiri atau ektern NW.
Kini, setelah masa reformasi NW dihadapkan pada persoalan dan tantangan baru. Dalam proses pembangunan ekonomi, kepentingan ekonomi warga NW banyak yang terbelit, sebagian dan mungkin sebagian kecil nya lagi masih bisa bertahan. Namun sebagian besarnya mengalami marginalisasi. Sebagian yang lain warga NW mulai bertanya “apa yang bisa diperbuat NW?” jika tidak ada jawaban, jika tidak ada tindakan, maka NW akan mengalami kesulitan dalam sumber pendanaan. Jika warganya miskin, NW dalam hal ini tentu akan turut merasakannya, selanjutnya keadaan ini akan turut menimbulkan biaya ekonomi, sosial dan politik yang tidak murah.
Namun setidaknya kita masih dapat bersyukur. Jika melihat potensi pendidikan warga NW yang merupakan investasi bagi masa depan. Namun dapatkah hal tersebut diandalkan, dalam arti berapa prosentase warga NW sendiri yang akan konsen terhadap pembangunan ekonomi NW sendiri? Jika keadaannya masih terus berlangsung seperti saat ini? Dari tahun ke tahun, memang berkat jaringan pendidikan, rata-rata tingkat pendidikan warga NW terus meningkat dan sekarang setidaknya NW telah dapat mengklaim memiliki kolega professional muda. Satu lagi, bagi warganya yang mungkin enggan untuk kembali membangun NW, setidaknya NW dapat mengambil keputusan untuk menyerukan agar para profesionalnya kembali guna membangun NW tentunya dengan diimbangi dengan semangat keadilan dalam beragam asfeknya dengan kontribusi yang diberikan.
Saat ini, bagi sebagian warga NW telah timbul pula pandangan bahwa dengan berjama’ah warga NW dapat menghidupi NW sembari berjama’ah dengan warga NW lainnya. Hal ini setidaknya tidak perlu diperdebatkan, bahkan sebagian yang lain beranggapan dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki sudah saatnya warga professional muda NW untuk tampil dengan program-program baru dan strategi-strategi jitu dalam upaya pemberdayaan ummat. Permasalahan ekonomi warga NW tidak lagi dilihat sebagai suatu persoalan, namun lebih kepada peluang, tantangan dan kesempatan untuk lebih bermanfaat bagi ummat.
Jika kita kembali mengkaji dalam konsep sumber daya maka dapat dikatakan bahwa NW memang merupakan ‘basis kekuatan ekonomi’ bahkan bidang lain semisal politik di Propinsi NTB, setidak-tidaknya NW adalah potensi yang patut diperhitungkan. Golongan professional dan cendikiawan muda adalah merupakan salah satu potensi sumber daya manusia yang sangat strategis yang dimiliki NW saat ini. Namun bagi sebagian yang lain yang memiliki kecendrungan kearah modal dan tekhnologi tentu mempertimbangkan akan dapatkah NW mengambil peranan yang lebih konkrit dalam menghantarkan mereka menjadi golongan ekonomi yang diperhitungkan dimasa depan?
Dan keadaan tersebut masih merupakan ide yang disodorkan ke NW karena disadari juga bahwa kiprah warga NW tidak saja akan berdampak pada warga Muhammadiyah, NU tapi juga pada perekonomian nasional tentunya. Impian ini akan dapat terwujud jika NW berhasil berkembang menjadi salah satu kekuatan lobi yang kuat dan disegani. Dengan melihat potensi SDM ini saja, NW dapat menorehkan catatannya sendiri dalam dimensi ekonomi dengan jaringannya, kewirausahaan dan managemen sebagai titik sentralnya. Berbagai sumber daya ekonomi lainnya dapat dimobilisasi, sekali lagi bukan hal yang tidak mungkin dimasa depan NW akan menjadi kekuatan ekonomi tersendiri. Misalnya saja melalui upaya memperkuat sumber daya permodalan, tabungan dan lainnya. Dari sini saja NW dapat mengakses kredit atau pembiayaan untuk lebih mengembangkan unit-unit terkecil ekonominya, baik sebagai perorangan warga NW maupun secara koorporatif.
Jika hal tersebut dapat terwujud. Maka semulia-mulianya kamu kepada ku adalah yang paling banyak jasanya kepada NW, sesuai dengan wasiat sang guru Maulana Syeikh. Meski telah banyak usulan kearah tersebut, dan tulisan ini adalah untuk yang kesekian kalinya. Namun paling tidak hal ini akan menjadi semacam titik balik bagi warga NW dan simpatisannya untuk lebih dapat memberikan kontribusi bagi NW. Semoga.
Bupati : Mari 'Kabua Kancore' Akta Kelahiran Anak
7 tahun yang lalu
0 Comments:
Post a Comment