K a s u s
Pada tahun 1988 PT. Damai membangun sebuah Bougenvill yang dibiayai dengan kredit sindikasi. Di dalam perjanjian kredit sindikasi antara lain diperjanjikan bahwa pinjaman sindikasi dapat ditarik dalam 6 kali penarikan (drawdown) dan PT. Damai diwajibkan mengangsur pinjamannya mulai tahun 1991 (6 bulan setelah hotel beroperasi secara penuh).
Pada awal tahun 1989, dimana PT. Damai baru melakukan dua kali penarikan pinjaman (drawdown) para kreditur menghentikan pinjaman dan memberlakukan klausula “substitute basis of borrowing”. Setelah diadakan negosiasi ulang untuk menentukan syarat-syarat baru perjanjian kredit sindikasi , ternyata tidak dicapai kata sepakat. Karena tidak tercapai kata sepakat. Karena tidak tercapai kata sepakat, sesuai dengan ketentuan dalam klausula “substitute basis of borrowing”, maka PT. Damai diwajibkan melakukan prepayment atas pinjaman yang telah ditariknya. Berhubung hotel yang sedang dibangun belum selesai dan belum beroperasi, maka PT. Damai tidak melakukan prepayment.
Kasus Kredit Sindikasi
Berdasarkan studi kasus di atas, sebelumnya akan dijelaskan tentang pengertian kredit sindikasi. Stanley Hurn dalam bukunya Syndicated Loan : A Handbook for Banker and Borrower memberikan definisi mengenai kredit sindikasi sebagai berikut : A syndicated loan is a loan made by two or more lending institution, on similar terms and condition, using common documentation and administered bycommon agent. Sedangkan menurut Iswahyudi Karim, kredit sindikasi yakni pinjaman yang diberikan oleh beberapa kreditur sindikasi yang biasanya terdiri dari bank-bank dan atau lembaga-lembaga keuangan lainnya kepada seorang debitur yang biasanya berbentuk badan hokum, untuk membiayai satu atau beberapa proyek (pembangunan gedung atau pabrik) milik debitur. Pinjaman tersebut diberikan secara sindikasi mengingat jumlah yang dibutuhkan untuk membiayai proyek tersebut sangat besar, sehingga tidak mungkin dibiayai oleh kreditur tunggal.
Definisi tersebut diatas mencakup semua unsure-unsur yang penting dari suatu kredit sindikasi. Pertama, kredit sindikasi melibatkan lebih dari satu lembaga pembiayaan dalam suatu fasilitas sindikasi. Kedua, definisi tersebut menyatakan bahwa kredit sindikasi adalah kredit yang diberikan berdasarkan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang sama bagi masing-masing peserta sindikasi. Hal ini diwujudkan dalam bentuk hanya ada satu perjanjian kredit antara nasabah dan sebuah bank peserta sindikasi. Ketiga, definisi tersebut menegaskan bahwa hanya ada satu dokumentasi kredit, karena dokumentasi inilah yang menjadi pegangan bagi semua bank peserta sindikasi secara bersama-sama. Keempat, sindikasi tersebut diadministrasikan oleh satu agen (agent) yang sama bagi semua bank peserta sindikasi. Bila tidak demikian halnya, maka terpaksa harus ada serangkaian fasilitas bilateral (dua pihak), yang sama tetapi mandiri, antara masing-masing bank peserta dengan nasabah.
Setelah mengetahui pengertian kredit sindikasi dan unsure-unsur yang terdapat di dalam kredit sindikasi selanjutnya akan dijelaskan tentang beberapa istilah yang terkait dengan kasus tersebut di atas yakni :
a.Substitute Basis of Borrowing yakni suatu keadaan dimana kreditur tidak sangup untuk memberikan pinjaman sesuai dengan syarat-syarat yang diperjanjikan dalam Syndicated Loan Agreement (S.L.A) sehingga harus diadakan pembaharuan hutang (novasi). Selanjutnya Pembaharuan hutang dimana krediturnya diganti dengan kreditur baru diatur dalam perjanjian yang dikenal sebagai ”Assignment and Assumption Agreement”. Dalam perjanjian tersebut diatur bahwa seluruh hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari kreditur lama dialihkan kepada kreditur baru. Perjanjian itu ditandatangani oleh kreditu lama dan kreditur baru, tapi seluruh kreditur-kreditur sindikasi lainnya dan debitur memberikan persetujuannya terhadap perjanjian tersebut.
Substitute Basis of Borrowing disebut juga ”Market Disaster Clause” keadaan dimana kreditur tidak sanggup memberikan pinjaman sesuai dengan syarat-syarat yang diperjanjikan misalnya karena (i) kreditur mengalami kesulitan untuk mencari dana (yang akan dipinjamkannya kepada debitur) di pasar uang internasional atau (ii) biaya yang dikeluarkan kreditur untuk memberikan pinjaman lebih besar dari bunga (keuntungan) yang akan diperolehnya. Maka dalam hal ini agen (akan dijelaskan berikutnya) harus mengadakan perundingan-perundingan dengan debitur untuk mengubah syarat-syarat S.L.A. sehingga tetap dapat memberikan keuntungan yang semula diharapkan oleh para kreditur. Dalam hal setelah jangka waktu yang disepakati oleh agen dan debitur (untuk mengadakan perundingan-perundingan) suatu novasi belum juga dapat dicapai, maka debitur mempunyai hak untuk membayar hutang-hutangnya secara prepayment dan oleh karenanya perjanjian otomatis berakhir.
b.Prepayment yakni Pembayaran hutang sebelum jatuh temponya. Dalam hal ini kreditur tidak memperoleh keuntungan yang seharusnya diperoleh jika hutang tersebut dibayar pada saat jatuh temponya, karena jumlah bunga yang diperoleh kreditur pada saat jatuh tempo lebih besar daripada jumlah bunga yang diterimanya jika hutang dibayar secara prepayment. Maka jika hutang dibayar secara prepayment, debitur harus membayar penalty untuk mengurangi kerugian yang diderita kreditur, yaitu sejumlah persentage tertentu dihitung dari jumlah tersisa yang harus dibayar debitur jika hutang dibayar pada saat jatuh tempo.
Dari penjelasan di atas, selanjutnya akan dijelaskan beberapa komponen yang terkait erat dengan kasus perjnjian kredit sindikasi di atas yakni :
a.Lead Manager, fungsi sentral dalam proses pembentukan kredit sindikasi dipegang oleh lead manager. Lead manager atau agen adalah salah satu bank diantara arrangers yang bertugas atau berperan sebagai lead manager. Dalam praktek sindikasi kredit di Indonesia, pada umumnya yang berperan sebagai lead manager adalah bank yang menjadi bank utama (main bank) dari calon penerima kredit. Namun adakalanya bank utama dari calon penerima kredit merasa tidak mempunyai pengalaman dan kemampuan teknis operasionalyang diperlukan untuk membentuk sindikasi kredit yang dimaksud, sehingga oleh karena itu bank tersebut merasa perlu untuk meminta bantuan dari bank lain yang sudah mempunyai pengalaman dan keampuan serta reputasi untuk membentuk secara berhasil sindikasi kredit yang diharapkan.
Lead manager dapat pula membentuk kelompok-kelompok kecil bank-bank yang disebut the managing group atau disebut pula management group atau bidding group untuk bersama-sama menjadi arrangers yang akan membentuk sindikasi kredit yang diharapkan. Managing group ini bisanya diharapkan oleh calon penerima kredit bukan hanya skedar membentuk sindikasi kredit, tetapi juga diharapkan untuk memberikan “Underwriting Commitment” yaitu persetujuan secara prinsip untuk bersedia memberikan sebagian besar atau kadang-kadang seluruh dana yang diperlukan oleh calon penerima kredit. Apabila managing group tersebut tidak mengusulkan untuk menyediakan seluruh pembiayaan yang diperlukan oleh calon penerima kredit, maka sisa jumlah yang diperlukan akan disediakan oleh kelompok kedua yang terdiri atas bank-bank yang diundang oleh managing group tersebut untuk bergabung dalam sindiksi tersebut (Sutan Remi, 1997 : 18-19).
Disisi lain dalam hal salah satu kreditur sindikasi tidak mampu memenuhi commitmentnya atau mengundurkan diri dari sindikat sebelum memenuhi seluruh commitmentnya maka manager harus mencari kreditur sindikasi lain untuk menggantikannya.
Dalam hal debitur tidak dapat membayar hutangnya pada saat jatuh temponya maka atas kemauannya sendiri agen dapat membayarkan jumlah hutang tersebut (hutang pokok + bunga) kepada masing-masing kreditur sindikasi. Jika hal ini terjadi maka para kreditur sindikasi tersebut harus membayar kembali jumlah uang yang telah diberikan agen kepada mereka dengan bunga yang ditentukan sendiri oleh agen, tetapi dengan berpedoman kepada bunga ”over-night call money” disalah satu pasar uang internasional (London, New York, Singapore).
Dalam hal debitur tidak dapat membayar hutang-hutangnya pada saat jatuh tempo maka atas kemauan sendiri agen dapat membayarkan jumlah hutang tersebut kepada kreditur sindikasi, sehingga agen mendapat hak subrogasi untuk menerima/memiliki pelunasan hutang debitur sejumlah yang telah dibayarkannya terlebih dahulu kepada kreditur sindikasi. Tetapi dalam hal debitur tidak mampu juga melunasi hutangnya kepada agen (sehingga hak subrogasi agen tidak dapat dilaksanakan), maka para kreditur sindikasi harus mengembalikan kepada agen pelunasan yang telah diberikannya berikut bunga yang berpedoman kepada ”over night call money”
b.Angsuran Oleh Penerima Kredit. Semua angsuran yang dilakukan oleh penerima kredit berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian kredit sindikasi harus dilakukan kedalam suatu rekening khusus yang ditatausahakan oleh dan pada agen bank yang selanjutnya agen bank membagi-bagikannya kepada masing-masing bank peserta sindikasi secara prorate sesuai dengan hak mereka masing-masing. Dalam praktek, kebijakan yang ditempuh oleh pemberi kredit adalah bahwa perjanjian kredit berisi ketentuan yang menentukan bahwa kredit dibayar bukan sekaligus pada akhir jangka waktunya tetapi berdasarkan angsuran yang harus dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Adalah lazim didalam praktek untuk menentukan premium atau penalty yang harus dibayar oleh penerima kredit kepada bank-bank sindikasi dalam hal terjadi prepayment terhadap kredit tersebut, yakni dilunasinya kredit oleh penerima kredit sebelum jangka waktu kredit berakhir.
Dalam angsuran ini dapat juga terjadi adversity prepayment yakni terjadi jika para kreditur sindikasi belum lagi memenuhi seluruh commitmentnya kepada debitur (seluruh hutang sejumlah plafond belum diambil debitur), debitur tidak mau melunasi hutang-hutang tersebut, sehingga tidak ada/sedikit sekali bunga yang bisa dinikmati oleh para kreditur sindikasi. Malahan para kreditur dapat mengalami kerugian karena mereka harus membayar bunga kepada bank-bank yang memberikan dana sindikasi tersebut untuk mempertahankan commitment dari para kreditur kepada debitur.
c.Conditions Precedent. Kebanyakan perjanjian kredit internasional dirancang sedemikian rupa sehingga tetap belum dapat kooperatip sebelum dipenuhinya ketentuan-ketentuan tertentu dalam pejanjian kredit itu yang disebut condition precedent. Condition precedent atau syarat-syarat tangguh adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi dahulu oleh penerima kredit sebelum penerima kredit dapat menarik atau menggunakan dana dari kredit sindikasi atas dasar perjanjian kredit sindikasi yang telah ditandatangani antara penerima kredit dan bank-bank pemberi kredit. Condition precedent dimaksudkan untuk memastikan bahwa perjanjian kredit adalah suatu perjanjian hokum yang sah dan dapat dipaksakan bila terjadi sengketa dan bahwa penerima kredit mempunyai kekuasaan dan mempunyai otorisasi yang diperlukan untuk mengadakan perjanjian kredit sindikasi yang dimaksud.
Ketentuan-ketentuan tersebut terdiri dari dua kelompok yakni (i) ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi sebelum timbulnya hak dari penerima kredit untuk menggunakan kredir. (ii) ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi setiap kali penerima kredit akan melakukan kembali penggunaan kredit.
Untuk penarikan yang pertama (initial drawdown) maka disyaratkan bahwa : 1). agency fee harus dibayar terlebih dahulu; 2). akte-akte jaminan telah diserahkan kepada agent; 3). fotocopy anggaran dasar debitur dan Keputusan Rapat Umum Luar Biasa para Pemegang Sahamdebitur yang mengizinkan debitur untuk menanda-tangani S.L.A; 4). contoh tanda-tangan dari setiap peserta Keputusan Rapat Umum Luar Biasa para Pemegang Saham tersebut dalam butir c; 5). seluruh fotocopy izin-izin dari pihak yang berwenang dalam rangka menanda-tangani S.L.A. (Bank Indonesia, dalam hal S.L. adalah offshore loan; BKPM, dalam hal debitur adalah PT. PMA atau PT. PMDN); 6). Opinion of Indonesian Counsel to the Borrower; 7). Opinion of Indonesian Counsel to the Lenders; 8). fotocopy kontrak-kontrak yang ditanda-tangani oleh debitur dalam rangka pembangunan proyek yang dibiayai dengan S.L; 9). fotocopy perubahan terakhir anggaran dasar debitur yang menyatakan besarnya modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor dari debitur pada saat S.L.A ditanda-tangani; 10). polis-polis asuransi telah diserahkan kepada agent; 11). pernyataan jaminan dari debitur bahwa debitur akan mengganti kerugian atas timbulnya resiko berfluktuasinya mata uang (exchange risk); 12). pernyaatan jaminan dari para pemegang saham debitur bahwa mereka tidak akan menggadaikan atau mengurangi saham-saham mereka pada perusahaan debitur tanpa izin dari agent; 13). Promissory Note telah ditanda-tangani oleh debitur dan diserahkan kepada agent sesaat sebelum initial drawdown dicairkan; 14). pernyataan debitur kepada agent bahwa seluruh ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal mengenai representations and warranties, affirmative covenants, negative covenants telah dipenuhi semuanya; 15). fotocopy Feasibility Report telah diserahkan kepada agen.
Untuk penarikan-penarikan pinjaman selanjutnya diisyaratkan bahwa condition precedents tersebut di atas masih tetap dipenuhi dan agen telah menerima Notice of Drawdown berikut promissory notenya sebelum setiap drawdown dicairkan.
Didalam condition precedent dicantumkan pula syarat bahwa pada saat perjanjian kredit ditandatangani, tidak telah terjadi sutu keadaan ingkar janji oleh penerima kredit terhadap perjanjian yang lain dari perjanjian kredit sindikasi itu. Karena itulah maka condition precedent harus dirumuskan secara pasti tidak boleh secara luas atau menimbulkan berbagai penafsiran.
Sehubungan masih harus dipenuhinya sejumlah condition precedent yang terdapat dalam kredit sindikasi, adalah menarik untuk mengetengahkan beberapa pertanyaan yang dilemparkan oleh Tennekoon yakni : (i) apakh penerima kredit boleh memutuskan untuk tidak memenuhi conditions precedent yang ditentukan setelah perjanjian kredit sindikasi ditandatangani, atau melakukan “walk away” dari perjanjian tersebut tanpa menimbulkan tnggung jawab hokum untuk pihaknya. (ii) apakah sebelum condition precedent itu dipenuhi oleh penerima kredit maka bank-bank peserta sindikasi boleh menarik komitmennya untuk memberikan kredit?
Menueut Tennekoon jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut tergantung pada konstruksi dari klausul-klausul didalam perjanjian kredit sindikasi yang dimaksud. Namun menurut Sutan Remi (2007 ; 145) hendaknya didalam perjanjian kredit, rumusan klausul-klausul condition precedent dibuat sedemikian rupa sehingga baik penerima kredit maupun bank-bank pemberi kredit tidak diperkenankan untuk menarik diri dari komitmennya yang telah diberikan berdasarkan kredit itu. Bahkan dapat pula dirumuskan suatu klausul penalty bila hal itu dilakukan oleh penerima kredit atau salah satu bank pemberi kredit.
d.Representations and Waranties. Klausul ini dalam suatu perjanjian krdit sindikasi merupakan dasar bagi kewajiban bank-bank pemberi kredit untuk menyediakan fasilitas kredit kepada penerima kredit. Representations and Waranties dapat diartikan sebagai a state men of fact atau pernyataan mengenai fakta-fakta. Representations and Waranties terdiri atas beberapa kelompok yakni dimana debitur menjamin para kreditur, manager, agen mengenai hal-hal sebagai berikut : (1). Incorporation and Qualification yakni dimana Debitur adalah sebuah badan hukum yang telah mendapatkan pengesahan dari instansi yang berwenang sehingga berhak untuk menjadi subyek dalam S.L. (2). Power and Authority yakni dimana Debitur berhak dan berwenang untuk menjalankan usahanya, memiliki kekayaannya, menandatangani S.L.A. dan seluruh dokumen yang bersangkutan sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan dalam S.L.A. (3). Corporate Authorization yakni dimana Direktur Utama dari debitur atau pajabat lain yang berwenang telah mendapat izin dari para komisaris atau komisaris utama atau para pemegang saham dari debitur (sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar debitur) untuk menandatangani S.L.A. (4). Documents Binding yakni Segala akte-akte/dokumen-dokumen yang ditandatangani oleh debitur berkenaan dengan S.L.A. adalah legal, valid dan mengikat debitur, sehingga oleh karenanya tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, Anggaran Dasar debitur dan tidak bertentangan dengan hal-hal lain yang dapat menghalangi pelaksanaan S.L.A. (6). Litigation yakni dimana Debitur menjamin dirinya tidak sedang menghadapi gugatan pihak lain yang dapat memberikan dampak negatif terhadap kemampuan debitur untuk melaksanakan segala kewajiban-kewajibannya dalam S.L.A. (7). Shareholders, Members of Board of Directors and of Supervisory Board yakni Debitur menjamin bahwa pada saat penandatanganan S.L.A. para pemegang saham dan anggota direksi serta anggota dewan komisaris dari debitur adalah sebagaimana yang disebutkan dalam pasal ini. (8). Other Indebtedness Kecuali atas persetujuan para kreditur, debitur pada saat penandatanganan S.L.A. tidak mempunyai hutang-hutang kepada pihak lain. (9). Feasibility Report yakni dimana Debitur menjamin bahwa feasibility report mengenai proyek yang dibiayai dengan S.L. masih up-to-date pada saat penandatanganan S.L.A.
Dalam hal suatu kredit sindikasi itu berbentuk sutu revolving kredit facility maka Representations and Waranties disyaratkan untuk selalu diulangi oleh penerima kredit pada sebelum setiap penarikan kredit yang baru, sebagaimana hal itu berlaku pula bagi conditions precedent yaitu selalu diberlakukan pada sebelum setiap penarikan kembali atas suatu fasilitas kredit yang berbentuk revolving. Dalam hal dana kredit harus ditarik dalam beberapa tahap juga penerima kredit disyaratkan untuk mengulangi Representations and Waranties pada sebelum setiap penarikan kredit sindikasi tersebut.
Dalam hal-hl dimana perjanjian kredit harus dilaksanakan sebagai akibat dari terjadinya ingkar janji terhadap klausul Representations and Waranties maka bank-bank peserta sindikasi diberi hak untuk seketika mengakhiri perjanjian kredit tersebut dan menuntut pelunasan atas semua jumlah yang terutang oleh penerima kredit. Hal ini dapat dilakukan apabila ingkar janji atas suatu Representations and Waranties dinyatakan sebagai suatu “event of default”
Ada beberapa tujuan yang dapat dipetik dari pencantumn Representations and Waranties yakni : (i). klausul tersebut memberikan sfesifikasi mengenai fakta-fakta yang dapat dirujuk oleh bank sebagai fakta-fakta yang telh diputarbalikkan oleh penerima kredit (apabila telah dilakukan penipuan oleh debitur) atau sebgai fkta-fakta yang bank telah khilaf mengenai fakta-fakta itu. Hal ini adalah dalam rangka apabila bank harus menggunakan haknya yang diberikan berdasarkan klausul event of devault yaitu hak bank untuk mengahiri perjanjian kredit secara sepihak dan mewajibkan penerima kredit untuk melunasi seketika dan sekaligus bagi debet pinjamannya apabila penerima kredit ternyata telah melanggar klausul Representations and Waranties atau dalam hal bank ingin menggunakan haknya untuk membatalkan perjanjian kredit berdasarkan pasal 1328 KUH Perdata. (ii). Dengan dikonfirmasikannya secara tertulis pernyataan-pernyataan dan jaminan-jaminan yang diberikan oleh penerima kredit didalam perjanjian kredit itu, maka penerima kredit akan dengan sangat hati-hati meneliti dan memastikan terlebih dahulu kebenaran fakta-fakta itu sebelum membut perjanjian dan tetap memastikan kebenarannya itu selama perjanjian kredit berlangsung. (iii). Mengukuhkan iktikad baik dari bank. Sepanjang bank memang tidak tahu bahwa telah terjadi penyesatan atau penipuan oleh pihak penerima kredit pada waktu permohonan kredit diajukan dan yang kemudian fakta-fakta itu ditegaskan didalam klausul Representations and Waranties, maka bank benar-benar beriktikad bik apabila ternyata fakta-fakta itu tidak benar. Hal ini memberikan kedudukan kuat bagi bank apabila timbul sengketa yang harus diselesaikan melalui badan arbitrase atau pengadilan.
e.Covenants. Kebanyakan perjanjian-perjanjian kredit berisi sejumlah klausul yang disebut covenants, yang membebankan kewajiban-kewajiban kepada perusahaan penerima kredit yang bertujuan untuk melindungi kepentingan pemberi kredit. Covenants tersebut berusaha untuk mengatasi terjadinya keadaan-keadaan tertentu dari masing-masing bisnis penerima kredit. Covenants adalah suatu persetujuan atau janji oleh penerima kedit dalam suatu perjanjian untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan-tindakan tertentu. Suatu covenant yang menentukan tindakan-tindakan yang harus dilakukan disebut positive atau affirmative covenant, sedangkan covenant yang menentukan tindakan-tindakan yang tidak boleh ilakukan disebut negative covenant.
Fungsi covenant yakni : (i). untuk menjamin agar penerima kredit tetap creditworthy selama perjanjian kredit berlaku. (ii). Untuk menjaga agar asumsi-asumsi tertentu yang menyangkut penerima kredit yang dijadikan dasar bagi bank untuk memberikan kredit tetap benar selama perjanjian kredit berlaku. (iii). Untuk membantu bank mengumpulkan informasi mengenai penerima kredit. (iv). Untuk memberikan dasar bagi bank untuk secara sepihak mengahiri perjanjian kredit dan meminta agar penerima kredit melunasi sekaligus outstanding kredit apabila covenant dilanggar.
Pelanggaran atas covenant biasanya merupakan petunjuk bahwa penerima kredit dalam keadaan keuangan yang sulit. Dalam hl yang demikian itu, bank harus dapat bertindak untuk membatasi kreditnya dan meminta agar kredit itu dibayar kembali secepat mungkin. Ketentuan dalam perjanjian kredit yang menentukan bahwa pelanggaran terhadap salah satu covenant oleh penerima kredit akan memberikan hak kepada bank untuk mengakhiri perjanjian kredit secara sepihak dan menagih outstanding kredit untuk dibayar kembali sekaligus oleh penerima kredit, merupakan perlindungan bagi bank terhadap nasabah yang dalam keadaan keuangan yang sulit.
f.Devault (ingkar janji). Terjadinya hal-hal tersebut di bawah ini merupakan suatu perbuatan ingkar janji (wanprestasi) oleh pihak debitur, dimana debitur akan menghadapi konsekwensi-konsekwensi tertentu atas terjadinya wanprestasi tersebut (consequence of default).
f.1. a. Payment Default yakni suatu keadaan dimana Debitur tidak membayar hutang-hutangnya baik hutang bunga maupun hutang pokok, pada tanggal jatuh temponya. b. Representation Default yakni suatu keadaan dimana Debitur memberikan dokumen-dokumen sebagaimana disebutkan dalam pasal yang mengatur ”Representation and Warranties” yang isinya tidak benar. c. Negative Covenant Default yakni suatu keadaan dimana Debitur tidak dapat memenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam pasal mengenai ”Negative Covenant” d. Other Provision Default yakni suatu keadaan dimana Debitur tidak dapat memenuhi ketentuan-ketentuan lain dari perjanjian ini. (selain daripada ketentuan mengenai ”Negative covenant Default” dan ”Payment Default” yang telah diatur dalam pasal-pasal tersendiri). e. Authorization and Approval Default yakni Penarikan atau pembatasan atas segala kuasa dan/atau izin dari pihak-pihak yang berwenang merupakan suatu wanprestasi oleh debitur, kecuali jika keputusan tentang penarikan/pembatasan tersebut dibatalkan selambat-lambatnya dalam waktu misalnya 90 hari sejak keputusan penarikan/pembatasan tersebut, artinya kuasa/izin tersebut diberlakukan kembali. f. legaly Default yakni Terjadinya keadaan dimana menurut hukum yang berlaku, debitur menjadi tidak berwenang lagi untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagaimana diatur dalam S.L.A. g. Security Default yakni Terjadinya kesalahan pada akte-akte jaminan yang sangat mempengaruhi kekuatan hukum dari jaminannya. h. Articles of Asociation Default yakni Debitur merubah anggaran dasarnya sehingga memberikan dampak negatif terhadap S.L.A., promissory note dan akte-akte jaminan, atau mempengaruhi kemampuan debitur untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya berdasarkan S.L.A., promissory note dan akte-akte jaminan tersebut. i. Project Performance default yakni Projek yang dibiayai oleh dana S.L. tidak selesai pada waktu yang telah disepakati dalam S.L.A. atau setelah perpanjangan waktu yang telah disepakatai oleh debitur dan agen. j. Contracts Default yakni Terjadinya kesalahan yang sangat mempengaruhi kontrak-kontrak yang dibuat debitur dengan pihak kontraktor atau pihak ketiga lainnya dalam rangka pembangunan proyek yang dibiayai oleh S.L.
f.2. Consequence of Default
a. Dalam hal terjadi wanprestasi mengenai hal-hal tersebut diatas (yang dianggap materiil oleh debitur), kecuali payment default, maka agen dapat memberi kesempatan kepada debitur misalnya selama 90 hari untuk memulihkan keadaan wanprestasi tersebut. Jika setelah kesempatan tersebut lewat waktu dan ternyata debitur belum juga dapat memulihkan wanpretasinya tersebut, atau
b. Dalam hal terjadi payment default, maka: (i). Agent dengan pemberitahuan tertulis kepada debitur dapat menyatakan bahwa S.L. berikut segala bunga yang terhutang dan pembayaran-pembayaran lain yang diwajibkan kepada debitur harus dibayar lunas atau (ii). Agent dengan memberitahuan tertulis dapat menyatakan bahwa sisa commitment yang belum diambil oleh debitur dibatalkan artinya sejak pemberitahuan tersebut sisa commitment S.L. tidak bisadiambil lagi oleh debitur. Dalam prakteknya jarang sekali para kreditur langsung mengeksekusi jaminan-jaminan dari S.L., tetapi mereka cenderung mengadakan ”rescheduling” dan/atau ”restructuring” pembayaran kembali hutang-hutang debitur. Yang dimaksud dengan ”rescheduling” ialah para kreditur sindikasi setuju untuk menangguhkan waktu pembayaran hutang-hutang debitur, sedangkan ”restructuring” ialah memberikan keringanan-keringanan kepada debitur dengan menurunkan persentase bunga misalnya dari 1,7% menjadi 1,25% (diatas LIBOR) dan/atau meng-hapuskan ”default interest” yang terhutang. Rescheduling/Restructuring diatur dalam ”Amendment Agreement” dibawah klausula ”Concessions”. Dalam perjanjian tersebut diatur pula bahwa jika debitur wanprestasi membayar hutang-hutangnya setelah rescheduling/restructuring diberikan, maka keringanan-keringanan tersebut otomatis dicabut dan kembali diberlakukan ketentuan-ketentuan S.L.A. (diatur dalam ”Recapture lause”). Bahkan jika terjadi ”payment default” selama masa grace period, para kreditur pada umumnya tidak mengambil tindakan apapun kearah eksekusi, termasuk tidak memberikan ”notice of default”.
Leasing juga dapat dilakukan yakni berupa sewa guna usaha menyediakan pembiayaan keuangan yang tetap. Tidak seperti beberapa bentuk hutang keuangan yang beragam dalam hal biaya sebagai sebuah fungsi tingkat bunga utama, pembayaran leasing hamper selalu seragam sepanjang sewa guna usaha (kecuali bila disepakati lain) disamping itu dapat juga berupa sewa guna usaha untuk melindungi kredit yang sudah ada, artinya penggunaan leasing biasanya melindungi sember-sumber kredit yang sudah ada untuk penggunaan lain, dan dalam kebanyakan instansi tidak membatasi kapasits pinjaman sebuah perusahaan. Sewa guna usaha untuk penyediaan pembiayan total juga dapat digunakan dalam pembiayaan leasing.
Sumber rujukan :
Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, S.H. “Kredit Sindikasi : Proses Pembentukan dan Aspek Hukum” PT. Pustaka Utama Grafiti. Jakarta. 1997
Herlina Suyati Bachtiar, SH. MBA. “Aspek Lega Kredit Sindikasi” PT. Raja Grafindo Pustaka. Jakarta. 2002.
Iswahjudi A. Karim. KarimSyah Law Firm, Jakarta September 2005
Makalah Perjanjian Kredit Sindikasi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Makalah Sewa Menyewa dan Leasing Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada yogyakarta
Bupati : Mari 'Kabua Kancore' Akta Kelahiran Anak
7 tahun yang lalu
0 Comments:
Post a Comment