Selasa, 20 Januari 2015

Zakat Lembaga dalam Perspektif Ekonomi Islam




Tulisan ini telah terbit pada Jurnal Kompetensi Fakultas Ekonomi Universitas Cokroaminoto Yogyakarta. Volume 12 Nomor 2 Tahun 2014. Hal. 19-23 ISSN: 1412-9450


Abstract
This lack of motivation can not be separated from the alms giving insight books of fiqh alms alms only discuss the issue in terms of the substance of the law without clearly expressed the urgency and purpose, especially the concept of social justice. Industry, entertainment and other services businesses farm income is much greater than the income level of farmers income as obligatory zakat profession, as well as classical fiqh. Institute is a legal entity that is recognized as an individual position in law that have serata rights obligations. Zakat charity institutions analogous to trade if engaged in trade, with agricultural charity if the field of production and assumed to be equal to the charity if the form of services profession. Zakat is not equal to the tax. Both are equally obligation will run but charity are tax deductible in accordance with Law No. 17 of 2000 on Tax.

Keywords; Zakat, Tax, Institutions, Islamic Economics


Abstrak
Rendahnya motivasi menunaikan zakat tidak lepas dari wawasan kitab-kitab fiqh zakat yang hanya membahas persoalan zakat dari segi substansi hukum tanpa mengemukakan secara jelas urgensi dan tujuannya terutama konsep keadilan sosial. Dunia industri, entertainment dan bisnis-bisnis jasa lainnya merupakan ladang penghasilan yang jauh lebih besar tingkat pendapatannya daripada pendapatan petani sebagai profesi wajib zakat, sebagaimana kitab fiqih klasik. Lembaga merupakan suatu badan hukum yang kedudukannya diakui seperti perseorangan dalam hukum yang memiliki hak serata kewajiban. Zakat lembaga dianalogikan dengan zakat perdagangan jika bergerak dibidang perdagangan, dengan zakat pertanian jika dibidang produksi dan diasumsikan sama dengan zakat profesi jika berbentuk jasa. Zakat tidak sama dengan pajak. Keduanya merupakan kewajiban yang sama-sama dijalankan akan tetapi zakat dapat dikurangkan dari pajak sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak.

Kata kunci; Zakat, Pajak, Lembaga, Ekonomi Islam


A.                Pendahuluan
Rendahnya motivasi menunaikan zakat selama ini tidak lepas dari wawasan kitab-kitab fiqh zakat yang hanya membahas persoalan zakat dari segi substansi hukumnya tanpa mengemukakan secara jelas urgensi dan tujuannya terutama konsep keadilan sosial. Sehingga konsep zakat belum dipahami secara utuh sebagai suatu yang mengandung berbagai nilai.[1]
Formalitas zakat menyisakan persoalan dalam hal penentuan harta kena zakat. Jika kita mengacu pada aturan fiqh klasik, maka harta yang wajib dizakati hanya logam mulia (emas dan perak), ternak (onta, sapi dan kambing), pertanian, perniagaan, barang tambang dan barang temuan. Padahal, dimasa kini banyak sumber-sumber penghasilan besar terdapat diluar sektor tersebut. Dunia industri, entertainment dan bisnis-bisnis jasa lainnya merupakan ladang penghasilan yang jauh lebih besar tingkat pendapatannya daripada pendapatan petani.[2] Sebagai contoh sebuah perusahaan yang pada hakikatnya mewakili pemilik modal atau saham yang menghasilkan keuntungan yang berlipat ternyata belum banyak disentuh dalam fiqh klasik, lalu bagaimana syariah melihat fenomena tersebut? Tulisan ini akan mencoba mengelaborasi lebih jauh.

B.                 Zakat dalam Perspektif Fiqh dan Jenis serta Syarat Harta yang diZakatkan
Zakat menurut bahasa bermakna berkembang, bertambah dan berkah.[3] Menurut istilah fiqh berarti sejumlah harta yang diwajibkan Allah Swt untuk diserahkan kepada orang-orang yang berhak.[4] Diantara landasan kewajiban zakat berpijak pada dalil yang bersifat umum, seperti termakstub dalam Q.S. Al Baqarah ayat 267 yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik…” Juga firman Allah Swt dalam Q.S. At Taubah ayat 103 yang artinya “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka….”.[5]
Disamping itu juga didukung oleh hadis riwayat Imam Bukhari dari Anas bin Malik yang menyatakan “Janganlah digabungkan sesuatu yang terpisah dan jangan pula dipisahkan sesuatu yang tergabung (berserikat) karena takut mengeluarkan zakat. Dan apa-apa yang telah digabungkan dari dua orang yang telah berserikat (berkongsi) maka keduanya harus dikembalikan (diperlakukan) secara sama”.
Terdapat beberapa jenis harta yang dizakatkan yakni:[6] emas dan perak, tanaman dan buah-buahan, hasil usaha dan hasil perut bumi termasuk binatang ternak. Adapun syarat-syarat harta kekayaan yang dikenai zakat adalah:[7] hak milik sempurna, produktif dan berkembang yakni kekayaan itu dapat atau berpotensi mendatangkan hasil, keuntungan atau pendapatan kepada pemiliknya, mencapai nisab yakni batas minimal kekayaan untuk dikenai zakat, kelebihan dari kebutuhan pokok dan sudah mencapai haul yakni sudah berlalu satu tahun. Ketentuan ini berlaku pada zakat emas dan perak, binatang ternak dan barang dagangan. Sedangkan pada hasil pertanian, harta karun, barang tambang tidak dikenai haul.
Dari uraian di atas maka dalam pembahasan selanjutnya mengenai zakat lembaga sangat terkait dengan jenis harta yang dizakatkan menyangkut hasil usaha dan syarat harta yang dikenai zakat menyangkut harta produktif dan berkembang.

C.                Zakat Lembaga dalam Ekonomi Islam
Lembaga merupakan suatu badan hukum yang kedudukannya diakui seperti perseorangan dalam hukum yang memiliki hak serata kewajiban.[8] Lembaga dapat dibedakan menjadi dua yakni: lembaga produktif yakni lembaga yang menghasilkan keuntungan (misal perusahaan) dan lembaga yang tidak menghasilkan keuntungan (misal lembaga pemerintahan). Karenanya dari klasifikasi tersebut jika dikaitkan dengan jenis dan syarat harta yang wajib dizakatkan, maka hanya lembaga yang menghasilkan keuntungan yang dikenai zakat.
Ulama kontemporer sepakat wajib mengeluarkan zakat dari tempat yang menghasilkan uang seperti toko, bangunan, perusahaan dan lain-lain. Alasannya bahwa tempat tersebut dianggap produktif dan menghasilkan keuntungan atau kekayaan yang melimpah selama harta itu bisa berkembang. Pada masa lalu zakat jenis ini tidak dikenal karena standar waktu itu adalah pada barang yang tidak produktif dan tidak diketahui bentuk mana yang merupakan penghasilan.[9]
Berdasarkan hal ini, keberadaan lembaga sebagai wadah usaha kemudian menjadi badan hukum atau syakhsiyyah i’tibariyyah. Sebab diantara individu itu kemudian timbul transaksi, meminjam, menjual, berhubungan dengan pihak luar, dan menjalin kerjasama. Segala kewajiban dan hasil akhirpun dinikmati bersama, termasuk didalamnya kewajiban kepada Allah Swt dalam bentuk zakat. Namun diluar zakat lembaga, tiap individu juga wajib mengeluarkan zakat sesuai dengan penghasilan dan nisabnya. Para ulama kontemporer menganalogikan zakat lembaga ini dengan zakat perdagangan, karena dipandang dari aspek legal dan ekonomi kegiatan sebuah lembaga yang intinya berpijak pada kegiatan perdagangan (trading).
Secara umum berbagai bentuk dalam pola pembayaran dan perhitungan zakat mengacu pada pola pembayaran dan perhitungan zakat perdagangan. Adapun nisab zakat perdagangan sebagaimana pendapat kebanyakan ulama adalah senilai nisab emas dan perak yakni 85 gram emas (pendapat paling mu’tabar) sedangkan tarifnya adalah 2,5% dari asset, bukan dari keuntungan. Landasan perhitungannya adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Ubaid dalam kitab al-Amwal “Apabila telah sampai batas waktu membayar zakat, perhatikanlah apa yang engkau miliki baik uang (kas) ataupun barang yang siap diperdagangkan (persediaan), kemudian nilailah dengan nilai uang lalu hitunglah hutang-hutangmu dan kurangkanlah atas apa yang engkau miliki.”[10]
Perhitungan zakat lembaga tersebut dinilai dari seluruh penghasilan yang diperoleh selama satu tahun dikurangi semua jenis pembiayaan yang dilakukan. Misalnya biaya pemeliharaan, biaya penyusutan, dana pembelian peralatan, biaya promosi, gaji pegawai dan sebagainya. Jika perusahaan masih memiliki tanggungan utang pada pihak lain, maka cicilan pembayaran utang dimasukkan kedalam faktor pengurang penghasilan. Adakalanya sebuah perusahaan memiliki sejumlah utang yang harus dibayar dalam jangka waktu tertentu dan berkewajiban mengembalikannya secara tunai atau berkala. Cicilan yang harus dibayar setiap tahun itulah yang menjadi faktor pengurang. Piutang tidak termasuk perhitungan zakat karena pada hakikatnya kekayaan yang dipiutangkan (dipinjamkan) pada pihak lain tidak memenuhi syarat sebagai harta yang wajib dibayar zakatnya. Piutang merupakan harta yang bukan sepenuhnya milik perusahaan karena berada ditangan orang lain sehingga perusahaan tidak bisa menguasai sepenuhnya serta tidak bisa menggunakan harta tersebut. Ketika piutang itu telah dibayar, barulah kewajiban zakat dikenakan. Apabila sisa penghasilan dikurangi semua biaya selama satu tahun memenuhi satu nishab, perusahaan mengeluarkan zakat sebesar 2,5%.
Dari penjelasan di atas, maka pola perhitungan zakat perusahaan didasarkan pada laporang keuangan (Neraca) dengan mengurangkan kewajiban lancar atas aktiva lancar. Metode perhitungan ini biasa disebut dengan metode sya’iyyah. Yang perlu diperhatikan dalam perhitungan zakat perusahaan adalah pentingnya melakukan berbagai koreksi atas nilai aktiva lancar dan kewajiban jangka pendek yang kemudian disesuaikan dengan ketentuan syariah. Seperti koreksi atas pendapatan bunga, dan pendapatan tidak halal (haram) serta pendapatan subhat lainnya. Sedangkan asset tetap tidak termasuk yang diperhitungkan ke dalam harta yang dikenakan zakat, karena asset tersebut tidak untuk diperjualbelikan. Zakatnya adalah selisih kali 2,5%.

D.                Perhitungan Zakat Lembaga atau Perusahaan
Zakat perusahaan atau lembaga hampir sama dengan zakat perdagangan. Bedanya dalam zakat perusahaan bersifat kolektif. Dengan kriteria sebagai berikut: (1) jika perusahaan bergerak dalam bidang usaha perdagangan maka perusahaan tersebut mengeluarkan harta seuai dengan aturan zakat perdagangan. Kadar zakat yang dikeluarkan sebesar 2,5%; (2) jika perusahaan tersebut bergerak dalam bidang produksi maka zakat yang dikeluarkan sesuai dengan aturan zakat investasi atau pertanian. Dengan demikian zakat perusahaan dikeluarkan pada saat menghasilkan sedangkan modal tidak dikenai zakat. Kadar zakat yang dikeluarkan sebesar 5% atau 10%. 5% untuk penghasilan kotor dan 10% untuk penghasilan bersih. Jika dalam perusahaan tersebut ada penyertaan modal dari pegawai non muslim maka perhitungan zakat setelah dikurangi kepemilikan modal atau keuntungan dari pegawai non muslim.
Pola perhitungan zakat perusahaan, didasarkan pada laporan keuangan (Neraca) dengan dikurangi kewajiban atas aktiva lancar. Atau, seluruh harta (diluar aktiva tetap) ditambah keuntungan, dikurangi kewajiban berupa hutang dan kewajiban lainnya, sisanya jika mencapai nishab maka wajib dikeluarkan zakatnya sebesar saham wajib mengeluarkan 2,5%. Pendapat tersebut sebagaimana disampaikan Abu Ubaid dalam kitab Al-Amwaal (ada yang berpendapat zakat yang wajib dikeluarkan hanya dari keuntungan saja).
Sebagai contoh. PT XY adalah sebuah perusahaan yang bergerak dibidang konveksi. Pada akhir tahun 2014 memiliki Neraca sebagai berikut:

Aktiva lancar:
K a s                                      Rp. 2.000.000,-
B a n k                                   Rp. 3.000.000,-
Piutang Dagang                     Rp. 5.000.000,-
Persediaan Bahan Baku         Rp. 3.000.000,-
Persediaan Bahan Jadi           Rp. 2.000.000,-
Total Aktiva Lancar            Rp. 15.000.000,-
Total Aktiva Tetap               Rp. 43.000.000,-
Total Aktiva                         Rp. 58.000.000,-


Berdasarkan data di atas, maka perhitungan zakatnya sebagai berikut: Aktiva Lancar – Utang Lancar = Rp. 15.000.000,- - missal Rp. 5.500.000,- = Rp. 9.500.000,- Jadi besarnya zakat yang dikeluarkana dalah 2,5% X Rp. 9.500.000,- = Rp.237.500,-

E.                 Zakat dan Pajak
Banyak orang berusaha menyamakan antara zakat dan pajak, sehingga konsekuensinya ketika seseorang sudah membayar pajak maka gugurlah pembayaran zakatnya. Sementara sebagian lain menolak bahwa zakat sama dengan pajak atau sebagai alternatif dari kewajiban zakat. Zakat dan pajak adalah dua pungutan wajib yang memiliki karakteristik berbeda. Jika dilihat secara cermat memang ada persamaan antara zakat dan pajak, namun disisi lain banyak juga perbedaannya.[11]
Berikut ini akan diuraikan tantang persamaan antara zakat dan pajak yakni: (1) bersifat wajib dan mengikat atas harta penduduk suatu negeri, apabila melalaikannya terkena sanksi; (2) zakat dan pajak harus disetorkan pada lembaga resmi agar tercapai efisiensi penarikan keduanya dan alokasi penyalurannya. Dalam pemerintahan Islam, zakat dan pajak dikelola oleh Negara; (3) tidak ada ketentuan memperoleh imbalan materi tertentu di dunia; (4) dari sisi tujuan ada kesamaan antara keduanya yakni untuk menyelesaikan problem ekonomi dan mengentaskan kemiskinan yang terdapat di masyarakat.


Tabel 1.
Perbedaan Antara Zakat dan Pajak

Perbedaan
Z a k a t
P a j a k
Nama berarti
Bersih, bertambah dan berkembang
Utang, pajak, upeti
Dasar hukum
Al Qur’an dan As Sunnah
UU suatu Negara
Nishab dan tarif
Ditentukan Allah Swt dan bersifat mutlak
Ditentukan oleh Negara dan bersifat relatif nishab zakat memiliki ukuran tetap sedangkan pajak berubah-ubah sesuai dengan neraca anggaran Negara
Sifat
Kewajiban bersifat tetap dan terus menerus
Kewajiban sesuai dengan kebutuhan dan dapat dihapuskan
Subyek
Muslim
Semua warga Negara
Obyek alokasi penerima
Tetap 8 golongan (ashnaf)
Untuk dana pembangunan dan anggaran rutin
Harta yang dikenakan
Harta produktif
Semua harta
Motivasi pembayaran
Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt dan ketakutan pada Negara dan sanksinya
Ada pembayaran pajak dimungkinkan adanya manipulasi besarnya jumlah harta wajib pajak dan hal ini tidak terjadi pada zakat
  Sumber: Data dioleh dari berbagai sumber.


Kaitannya dengan pembayaran pajak dan zakat sekaligus yang notabene keduanya merupakan kewajiban maka UU Pajak No. 17 Tahun 2000, pasal 9 huruf g dinyatakan bahwa zakat yang dibayarkan pada BAZ atau LAZ yang sah (yang terdaftar di dinas terkait) dapat menjadi pengurang penghasilan kena pajak. Zakat yang dibayarkan dihitung sesuai dengan ketentuan syariah di atas yang selanjutnya dikurangkan atas penghasilan kena pajak. Misalnya nilai harta perusahaan yang kena zakat adalah Rp. 100 juta, maka zakatnya adalah Rp. 2,5 juta, kemudian nilai tersebut dikurangi atas penghasilan kena pajak.
Ketentuan dalam pasal ini sesuai dengan pasal 14 ayat 3 UU Pengelolaan Zakat. Pembayaran zakat yang lebih sedikit seperti dijelaskan dalam kedua pasal tersebut di atas merupakan akibat tidak langsung dari pengurangan oleh pembayaran zakat. Maksudnya, setelah dikurangi zakat, jumlah penghasilan yang akan dikenakan pajak akan berkurang sehingga dengan prosentase yang tetap, nilai pajaknya pun akan semakin kecil. Dengan adanya UU pajak No. 17 Tahun 2000 tersebut, maka biaya yang dikeluarkan untuk zakat menjadi factor pengurang bagi pembayaran pajak, sehingga biaya yang dikeluarkan wajib pajak untuk membayar pajak pun lebih sedikit dari semestinya.[12]

F.                 Penutup
Dari uraian di atas dapat disimpulkan: (1) harta yang berpotensi mendatangkan hasil, keuntungan atau pendapatan kepada pemiliknya dapat dikenai zakat seperti halnya lembaga yang produktif; (2) zakat lembaga dianalogikan dengan zakat perdagangan jika bergerak dibidang perdagangan, dengan zakat pertanian jika dibidang produksi dan diasumsikan sama dengan zakat profesi jika berbentuk jasa; (3) zakat tidak sama dengan pajak. Keduanya merupakan kewajiban yang sama-sama dijalankan akan tetapi zakat dapat dikurangkan dari pajak sesuai dengan UU Pajak No. 17 Tahun 2000, pasal 9 huruf g.

Daftar Pustaka
Anwar Syamsul, Studi Hukum Islam Kontemporer. Jakarta: RM Books. 2007.
Ahmad Wahyu Herdianto. “Peran Negara dalam Mengoptimalkan Zakat di Indonesia”. Jurnal Jurisdictie. Jurnal Hukum dan Syariah IAIN Raden Fatah Palembang. Volume 1 Nomor 2  Desember 2010.
Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji. Manajemen Pengelolaan Zakat. Jakarta: Kemenag RI, 2005.
Gazi Inayah, Teori Komprehensip tentang Zakat dan Pajak. Terj. Zainudin Adnan & Nailul Falah. Yogyakarta: Tiara Wacana. 2003.
Johan Wahyu Wicaksono. “Zakat sebagai Salah Satu Instrumen Kebijakan Fiskal dan Implikasinya terhadap Pemerataan”. Jurnal Ekosiana. Jurnal Ekonomi Syariah STAI An Najah Surabaya. Volume 1 Nomor 1 Maret 2014.
Masdar F Mas’udi. Agama Keadilan: Risalah Zakat (Pajak) dalam Islam (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991)
M. Amin Rais. Tauhid Sosial, Formula Menggempur Kesenjangan, Cet III. Bandung: Mizan, 1998.
Nuruddin Mhd Ali. Zakat sebagai Instrumen dalam Kebijakan Fiskal ed.I. Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2006.
Qadir, Abdurrahman, Zakat: Dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial, Jakarta: Grafindo Persada. 1998.
Saifuddin. “Optimalisasi Distribusi Dana Zakat: Upaya Distribusi Kekayaan (Studi Terhadap UU No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat)”. Jurnal Az Zarqa’. Jurusan Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Volume 5 Nomor 2 Desember 2013.
Ugi Suharto. Keuangan Publik Islam: Reinterpretasi Zakat dan Pajak. Yogyakarta: Pusat Studi Zakat STIS Yogyakarta, 2004.
Yusuf al Qardawi, Hukum Zakat. Jakarta: Pustaka Litera Antarnusa. 1998.
Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer, Jakarta: Gema Insani Press, 1995.





[1] Lihat Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji. Manajemen Pengelolaan Zakat. (Jakarta: Kemenag RI, 2005).
[2] Lihat Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995). Lihat juga Saifuddin. “Optimalisasi Distribusi Dana Zakat: Upaya Distribusi Kekayaan (Studi Terhadap UU No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat)”. Jurnal Az Zarqa’. Jurusan Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Volume 5 Nomor 2 Desember 2013, hal. 30-31.
[3] Lihat Ahmad Wahyu Herdianto. “Peran Negara dalam Mengoptimalkan Zakat di Indonesia”. Jurnal Jurisdictie. Jurnal Hukum dan Syariah IAIN Raden Fatah Palembang. Volume 1 Nomor 2  Desember 2010, hal. 12.
[4] Lihat Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, (Jakarta: UI Press, 1998). Lihat juga M. Amin Rais. Tauhid Sosial, Formula Menggempur Kesenjangan, Cet III. (Bandung: Mizan, 1998), hal. 130-131.
[5] Dalam al Qur’an, kata zakat disebut dalam bentuk ma’rifah (defenitif) sebanyak 30 kali, diantaranya 27 kali disebutkan satu ayat bersamaan dengan kewajiban shalat. Misalnya Q.S. al Baqarah ayat 83, Q.S. an Nisa’ ayat 99, Q.S. at Taubah ayat 5, 11, 18 dan 71, Q.S. Maryam ayat 31, 55, Q.S. al Anbiya’ ayat 73, Q.S. al Hajj ayat 41, Q.S. an Nur ayat 55, 56, Q.S. al Manl (27) ayat 3 dan Q.S. Lukman ayat 4. Untuk lebih jelasnya lihat Nuruddin Mhd Ali. Zakat sebagai Instrumen dalam Kebijakan Fiskal ed.I. (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2006), hal. 1.
[6] Anwar Syamsul, Studi Hukum Islam Kontemporer.(Jakarta: RM Books, 2007), hal.58
[7] Ibid.
[9] Gazi Inayah, Teori Komprehensip tentang Zakat dan Pajak. Terj. Zainudin Adnan & Nailul Falah. (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003), hal. 116-117.
[10] Lihat Ugi Suharto. Keuangan Publik Islam: Reinterpretasi Zakat dan Pajak. (Yogyakarta: Pusat Studi Zakat STIS Yogyakarta, 2004).
[11] Lihat Masdar F Mas’udi. Agama Keadilan: Risalah Zakat (Pajak) dalam Islam (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991)
[12] Lihat UU Pajak No. 17 Tahun 2000 dan UU Pengelolaan Zakat No. 23 Tahun 2011. Lihat juga Johan Wahyu Wicaksono. “Zakat sebagai Salah Satu Instrumen Kebijakan Fiskal dan Implikasinya terhadap Pemerataan”. Jurnal Ekosiana. Jurnal Ekonomi Syariah STAI An Najah Surabaya. Volume 1 Nomor 1 Maret 2014, hal. 59.

Jumat, 16 Januari 2015

Cara Submit Naskah Ke Jurnal Internasional*


(How To Submit A Manuscript To International Journal)



A.                Pendahuluan
Upaya untuk peningkatan penjaminan mutu akademik dan kualitas pembelajaran di Perguruan Tinggi sangat diperlukan. Selain itu juga diperlukan peningkatan atmosfir akademik melalui peningkatan kualitas penelitian dosen dan mahasiswa untuk publikasi International. Hal ini sangat diperlukan untuk mendorong kreativitas baik mahasiswa maupun dosen untuk meningkatkan wawasan keilmuaan serta memupuk bakat meneliti sejak dini dan membuka wawasan global melalui pencarian referens dari berbagai sumber (Jurnal Internasional). Disamping itu selain kreativitas, gagasan, kemampuan akademik dosen serta membangun atmosfir penelitian di lingkungan institusi sehingga pada akhirnya dapat memacu dosen untuk meneliti, menulis dan mempublikasikan hasil penelitiannya di forum ilmiah international (baik jurnal maupun presentasi pada pertemuan ilmiah bertaraf internasional).
Jurnal ilmiah merupakan sumber informasi utama yang penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan, sayangnya hingga kini di Indonesia belum mampu menghasilkan jurnal international bereputasi yang terindeks oleh Thomson Reuters. Jurnal-jurnal ilmiah yang dikelola oleh perguruan tinggi  di Indonesia ternyata masih mengalami kesulitan untuk ditingkatkan menjadi jurnal internasional. Salah satu kendala yang dihadapi terutama di kualitas dan pembiayaan. Tidak mudah membuat sebuah jurnal menjadi jurnal internasional. Umumnya, adalah dengan memasukkan jurnal ke dalam situs Scopus, yang merupakan situs web database abstrak dan citation terbesar dengan data bersumber dari literatur-literatur yang dievaluasi oleh peer. Agar bisa ditingkatkan menjadi jurnal internasional, Editor harus betul-betul pilihan, misalnya jurnal internasional ITB Journal of Science, naskah yang masuk datang dari peneliti di berbagai negara dan diperiksa kelayakannya oleh para editor. Para editor tersebut tidak hanya dari Indonesia saja. Ada sekitar 20 editor yang tersebar di Indonesia dan berbagai negara.
Salah satu cara agar jurnal nasional mendapatkan pengakuan dunia sebagai jurnal bereputasi International adalah dengan mendaftarkan jurnal tersebut ke indeks Scopus. Selain itu, ada cara lain agar jurnal nasional mendapatkan penghargaan International yaitu dengan dengan memenuhi sejumlah persyaratan yang terdapat di pasal 12 Permendiknas No.  22 Tahun 2011 tentang Terbitan Berkala Ilmiah yang bunyinya adalah terbitan Berkala ilmiah yang mendapat predikat akreditasi A dapat memperoleh penghargaan bertaraf internasional apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.              Ditulis dalam salah satu bahasa resmi perserikatan bangsa bangsa.
b.             Memuat artikel yang berisi sumbangan nyata bagi kemajuan suatu disiplin ilmu yang banyak diminati ilmuwan sedunia.
c.              Penerbitan dikelola secara terbuka dengan melibatkan dewan penyunting dari berbagai penjuru dunia, dan penilaian artikelnya menggunakan sistem penelaahan oleh mitra bebestari internasional secara anonym.
d.             Penyumbang artikel merupakan pakar berspesialisasi yang berasal dari pelbagai negara.
e.              Dilanggan oleh pelbagai lembaga dan/atau pakar dari berbagai negara.
f.              Terliput dalam daftar/ indeks yang diterbitkan oleh lembaga pemeringkat bertaraf internasional.

Sampai saat ini baru hanya 9 jurnal Indonesia yang telah terindeks di Scopus (Sudah Peroleh Pengakuan sebagai Jurnal Internasional), yaitu :
1.             ITB Journal of Engineering Science, ISSN: 19783051, Institut Teknologi Bandung (ITB) http://journal.itb.ac.id/
2.             ITB Journal of Science, ISSN: 19783043, Institute for Research and Community Services, Institut Teknologi Bandung (ITB) http://journal.itb.ac.id/
3.             Indonesian Journal of Geography, ISSN: 00249521, Gadjah Mada University  (UGM) http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/tipe_jurnal.php?jrlrId=73
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/nlmcatalog/?term=101084783)
4.             Bulletin of Chemical Reaction Engineering and Catalysis, ISSN: 19782993, UNDIP http://bcrec.undip.ac.id/
5.             Acta Medical Indonesia ISSN: 01259326, Indonesian Society of Internal Medicine http://www.inaactamedica.org/ (http://www.scimagojr.com/journalsearch.php?q=145168&tip=sid)
6.             Critical Care and Shock ISSN: 14107767, Indonesian Society of Critical Care Medicine http://www.criticalcareshock.org/issues (http://www.scimagojr.com/journalsearch.php?q=87861&tip=sid)
7.             Indonesian Quarterly, ISSN: 03042170, Centre for Strategic and International Studies http://www.csis.or.id/PublicationJournalDetail.php?id=1
8.             Nutrition Bulletin, ISSN: 02169363, Persatuan Ahli Gizi Indonesia Nutrition Bulletin, ISSN: 02169363, Persatuan Ahli Gizi Indonesia  http://www.getcited.org/PUB=100560513&showStat=Citations(http://www.scimagojr.com/journalsearch.php?q=90223&tip=sid&clean=0) (http://www.scimagojr.com/journalsearch.php?q=90223&tip=sid&clean=0 )
9.             Jurnal IJEEI (International Journal of Electrical Engineering and Informatics) dengan EIC Prof. Dr. Suwarno (Dekan FT ITB) sudah masuk SCOPUS juga pada tahun 2011 ini.

Dari data tersebut di atas, terlihat bahwa jumlah jurnal Internasional terbitan Indonesia, masih kalah jauh dari negara-negara lain seperti Singapore memiliki 94 Jurnal Internasional, Malaysia memiliki 45, Filipina 13 dan Thailand 9 (sama seperti Indonesia). Keadaan ini merupakan tamparan atas kinerja Kemendibud, Dikti, LIPI, BPPT, dan lembaga-lembaga pengajaran yang terkait termasuk juga Kemenag. Oleh karena itu, pada tahun ini Dirjen Dikti Kemendikbud membuat suatu kebijakan agar semua mahasiswa baik S1, S2 dan S3 untuk mempublikasikan hasil penelitiannya ke journal ilmiah. Dengan dikeluarkannya surat edaran dari Dirjen Dikti No. 152/E/T/2012 tentang Publikasi Karya Ilmiah membuat dunia perguruan tinggi di Indonesia sedikit resah. Dalam surat edaran tersebut disampaikan bahwa lulusan program Sarjana harus menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal ilmiah, lulusan program Magister harus telah menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal ilmiah nasional diutamakan yang terakreditasi Dikti dan lulusan program Doktor harus telah menghasilkan makalah yang diterima untuk terbit pada jurnal internasional.
Tujuan publikasi International diantaranya adalah untuk menjalin kerjasama dengan peneliti mitra di luar negeri, membina penelitian khususnya dalam meningkatkan kualitas penelitian dosen dengan menciptakan wahana dan suasana kondusif antar peneliti, mewujudkan akuntabilitas penelitian yang dilaksanakan dosen, dan meningkatkan kemampuan dan budaya meneliti dan menulis hasil penelitian dari kalangan dosen pada jurnal bertaraf international. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi kelemahan peneliti dalam mendesminasikan atau mempublikasikan hasil penelitiannya pada jurnal bertaraf internasional maka perlu dilakukan pendampingan tenaga ahli dalam penulisan paper, pemilihan jurnal sesuai dengan bidang dan hasil penelitiannya dalam jurnal internasional dan bagaimana cara untuk mensubmitkan artikel tersebut ke jurnal International.

B.                 Kriteria Jurnal International
Jurnal dapat dikatakan sebagai jurnal internasional harus mempunya kriteria umum dari Jurnal International sesuai kriteria yang diberikan oleh pihak Dikti dari Kemendikbud. Kriteria tersebuta adalah sebagai berikut:
1.             Bahasa yang digunakan adalah bahasa PBB (Inggris, Perancis, Spanyol, Arab, Cina)
Pengelolaan naskah sedemikian rupa sehingga naskah yang diterima cepat terbit (rapid review) dan ada keteraturan terbit
2.             Jurnal berkualitas (prestisius), bisa dilihat dari daftar penelaah naskahnya dan Editorial Board-nya yaitu pakar di bidangnya dalam dan luar negeri.
3.             Dibaca oleh banyak orang di bidangnya, bisa dilihat dari distribusi/peredarannya (circulation).
4.             Menjadi acuan bagi banyak peneliti (citation).
5.             Tercantum dalam Current Content dan sejenisnya.
6.             Artikel yang dimuat berkualitas, bisa dilihat dari kemutakhiran topik dan daftar acuannya.
7.             Penyumbang artikel/naskah berasal dari banyak negara
8.             Penelaah berasal dari banyak negara yang terkemuka di bidangnya.
9.             Menawarkan off-prints/reprints.
10.         Terbit teratur sesuai dengan jadwal yang ditentukan.
11.         Penerbitan jurnal tidak terkendala oleh dana.
12.         Bukan jurnal Jurusan, Fakultas, Universitas atau Lembaga yang mencerminkan derajat kelokalan. Seyogyanya diterbitkan oleh himpunan profesi.
13.         Memberi kesempatan penulis artikel membaca contoh cetak
14.         Artikel yang dominan (kalau bisa > 80%), berupa artikel orisinil (hasil penelitian), bukan sekadar review atau ulasan.
15.         Kadar sumber acuan primer >80%, derajat kemutakhiran acuan >80%.
16.         Tersedia Indeks di setiap volume.
17.         Ketersediaan naskah tidak menjadi masalah. Angka penolakan ±60%
18.         Mempertimbangkan Impact Factor, yaitu:

Jumlah sitasi yang dimuat di jurnal X / Jumlah artikel yang dimuat di jurnal X. Faktor ini dihitung tahunan. Contoh Impact Factor beberapa jurnal pada tahun 1993: Cell 37.192; Nature 22.326; EMBO Journal 13.208; Eur J Biochem 3.306; Appl Biochem Biotech 0.731.

C.                Cara Men-Submit Manuscript
Sebelum proses submit ke jurnal international, artikel perlu ditulis dengan baik sesuai dengan sesuai dengan format pada jurnal tersebut. Selain itu juga perlu diperhatikan juga aturan bahasa yang digunakan apakah sudah sesuai, dan apakah ejaaannya benar. Jika perlu, sebelum kita mengirimkan naskah tersebut ke jurnal yang dituju, ada baiknya kita mintakan kolega kita di dalam dan di luar negeri ataupun pada lembaga bahasa untuk membacanya dan memberikan komentar. Sering terjadi, artikel ditolak karena pemakaian bahasa yang tidak standar. Beberapa dokumen yang harus kita siapkan sebelum submit ke jurnal yaitu Covering letter (singkat, padat dan pada pokok permasalahan), Text manuscript (Title, Abstract, Introduction, Materials and Method, Results and Discussion, Conclusion, Acknowledgment, References, Figures caption), Tables (dalam satu halaman dan tidak ada garis yang tegak) dan Figures (terpisah antar gambar satu dengan gambar yang lain dalam halaman yang berbeda). Semua dokumen yang diperlukan ditulis dalam MS word atau Latex.
Untuk mensubmitkan manuskript yang sudah jadi ke jurnal internasional dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
  1. Online submission.Manuskrip yang disubmitkan dengan cara online submission tidak memerlukan biaya, seperti disubmitkan pada jurnal-jurnal yang berada di bawah Elsevier, Springer, American Chemical Society (ACS), America Institut Physics (AIP) dan Tylor & Francis.
  1. E-mail attachment.Manuskrip yang disubmitkan dengan cara E-mail attachment tidak memerlukan biaya, seperti disubmitkan pada jurnal-jurnal yang berada di bawah Elsevier, Springer, Tylor & Francis.
  1. Hard coppy submission.Manuskrip yang disubmitkan dengan cara Hard coppy submission memerlukan biaya.

Adapun tahapan-tahapan online submission ke jurnal internasional adalah sebagai berikut:
1.             Pilih menu register untuk register account baru sebagai Author.
2.             Lengkapi isian di menu register selengkap mungkin, konfirmasi register akan dikirim melalui email termasuk password.
3.             Login sebagai Author menggunakan user login yang sudah di create.
4.             Masukkan Title Manuscript.
5.             Pilih Article Type yaitu Research Article, Review Article, Short Communication, Book Review atau Erratum.
6.             Masukkan Authors Name dan urutan-urutan Author Name.
7.             Masukkan Abstract.
8.             Masukkan Key Words.
9.             Pilih Document Classifications (beberapa jurnal tidak ada).
10.         Masukkan Comment to Editor (bukan Covering letter,optional). Kadang-kadang editor dapat dipilih oleh Author.
11.         Upload/Attach Document files (sesuai urutan Covering Letter, Manuscripts, Tables, Figures). Jika tidak urut bisa diurutkan kembali setelah upload files.
12.         Biasanya beberapa jurnal meminta Reviewer (4-5 orang) dari Author.
13.         Jika semua dokumen sudah diupload maka PDF Document akan di-create oleh server.
14.         Cek dokumen PDF yang sudah jadi, jika semua ok kemudian klik pada Submission Approval.

Berikutnya pihak editor jurnal akan menyeleksi terlebih dahulu manuscript yang dikirim apakah materi yang ada sesuai atau tidak dengan skop jurnal tersebut. Jika tidak sesaui maka pihak editor akan langsung mengirinkan kembali kepada Author dengan menyarakan untuk dipublikasikan pada jurnal yang lain yang sesuai dengan bidang materi tersebut. Namun jika manuskrip yang dikirim sesuai dengan skop jurnal, maka pihak editor akan mengirimkan pada pihak reviewer. Proses review ini memerlukan waktu yang agak lama, yaitu biasanya 1 hingga 3 bulan.
Setelah manuskrip selesai direview, maka phihak editor jurnal akan memberikan status keberadaan manuskrip yang terbaru melalui email atau dapat dilihat pada website dengan meng-login. Ada kemungkinan manuskrip yang telah di review diterima dengan minor correction atau mayor correction. Dan bahkan manuscript bisa di reject oleh pihak reviewer. Apabila manuscript direject, jangan berkecil hati, karena manusucript yang telah diikomentari oleh pihak reviewer dapat diperbaiki dan kemudian dapat disubmitkan pada jurnal yang lain.


D.                Penutup
Menulis artikel pada jurnal merupakan bentuk pertanggung jawaban ilmiah dari penelitian yang kita lakukan. Alur pikir yang jelas dengan tertib urutan dan kronologi yang baik, pemilihan kata yang tepat, singkat dengan menggunakan bahasa yang sederhana, bentuk past tense dan kalimat pasif menjadi kaidah-kaidah penulisan yang baik. Format penulisan sesuai yang diminta oleh jurnal yang dituju sangat esensial. Mencoba untuk mensubmitkan penelitian ke jurnal international walaupun gagal adalah lebih baik daripada tidak pernah mencoba sama sekali.

E.                 Daftar Pustaka

Irianto, A. 2011. Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah Di Jurnal Terakreditasi Dan Jurnal Internasional, PHKI Universitas Jenderal Soedirman. Purwakarta.
Istadi, 2007. Workhshop Pengembangan Jurnal Ilmiah Konsorsium Ilmu. Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM). UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Lindsay, D. 1988. A Guide to Scientific Writing. (Penerjemah S. S. Achmadi). UI-Press, Jakarta.
Manalu, W. 1999. Penulisan artikel ilmiah pada jurnal ilmiah internasional. Makalah Pelatihan Penatar Penulisan Artikel Ilmiah di Perguruan Tinggi, DIKTI, Jakarta.
Martha, D. 2005. Scientific papers and presentations. 2nd Ed. Academic Press, Massachusetts.
Nur, H. 2012. Whorkshop of Paper Writing & Publication. Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Universiti Teknologi Malaysia. Malaysia.
Purbo-Hadiwidjojo, M. M. 1993. Menyusun Laporan Teknik. Penerbit ITB, Bandung.
Rifai, M. A. Pegangan Gaya Penulisan, Penyuntingan dan Penerbitan Karya Ilmiah Indonesia. UGM Press, Yogyakarta.


*Seluruh tulisan ini dikutip dari Hamdan Hadi Kusuma, Cara Submit Naskah ke Jurnal Internasional. Dari http://wwwlabpendidikan.net/?cat=7. Diakses pada 16 Januari 2015.

© Kontak : Herman_bismillah@Yahoo.co.id