Sabtu, 03 Maret 2012

Perkembangan Produk Perbankan Syariah


Produk perbankan syariah secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yakni: Pertama, produk penyaluran dana (financing); Kedua, produk penghimpunan dana (funding); Ketiga, produk jasa (services).[1] Pada produk penyaluran dana ada beberapa kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaan, baik dengan prinsip bagi hasil maupun dengan akad pelengkap. Pembiayaan dengan prinsip jual beli ditujukan untuk memiliki barang, sedangkan prinsip sewa untuk mendapatkan jasa. Untuk prinsip bagi hasil digunakan sebagai usaha kerja sama yang ditujukan guna mendapatkan barang dan jasa sekaligus. Menurut undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang perbangkan syariah yang dimaksudkan dengan pembiyaan adalah penyediaan dana atau tagihan dapat dibedakan menjadi lima bagian yang memiliki persamaan dengan hal tersebut:[2] Pertama, transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah; Kedua, transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijara; Ketiga, transaksi dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istihsan; Keempat, transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; Kelima, transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijaraah untuk transaksi multijasa.

Produk yang termasuk dalam prinsip jual beli antara lain bai’ murabahah, bai’ as salam, dan bai’ al istishna. Produk dengan prinsip sewa yaitu al ijarah, serta produk dengan prinsip bagi hasil adalah mudharabah dan musyarakah. Disamping jumlah cabang yang dimiliki oleh bank syariah sebagai cerminan kemampuan menjangkau pasar, produk-produk syariah yang ditawarkan juga memegang peranan penting dalam keberhasilan persaingan antar bank syariah.[3] Lebih lanjut ditegaskan oleh Muhammad, mengenai para pengusaha kecil lebih yang mendambakan system pembiayaan dengan system bagi hasil, karena dirasa lebih sesuai dengan siklus usaha menengah kecil. Dengan mngembangkan system pembiayaan mudharabah dan musyarakah agar portofolio pembiayaan tidak terlalu didominasi oleh murhabahah (bai bithaman ajil). dimaksudkan dalam pembiayaan tidak menuntut jaminan atau agunan yang memberatkan. Ini dapat diselesaikan dengan pengembangan produk pembiayaan system ijarah wal murhabahah, yaitu barang dimanfaatkan oleh nasabah sementara kepemilikannya pada bank.[4]

Mengenai hal di atas hampir semua bank syariah didunia didominasi dengan produk pembiayaan murabahah. Karna system murabahah lebih cepat dan mudah dimengerti oleh masyarakat pada umumnya, yang kebanyakan mereka telah mengenal bunga system bagi hasil.

Prospek perkembangan produk bank syariah masih terbuka lebar, jika bank syariah melakukan kajian mendalam terhadap perkembangan produk baru dan lebih inovatif dalam membuat produk-produk baru yang customized bagi customers. Pemahaman produk dan pengetahuan syariah yang kuat dan harus dimiliki oleh setiap insan diperbankan syariah dapat dijadikan sebagai dasar dalam mengembangkan produk bank syariah. Minimnya pengetahuan mengenai aspek fiqh dalam perbankan syariah menjadi salah satu kendala dalam pengembangan produk di bank syariah.

Berdasarkan perkembangan perbankan secara nasional ada kecenderungan ke depan trennya adalah kepeminjaman konsumen. Disisi lain pemberian pinjaman kepada kelompok Usaha Kecil Menengah (UKM) mejadi pilihan karena dapat mengurangi resiko kemacetan kredit yang disebabkan debitur-debitur besar. Masih ada kendala dalam pemberian pinjaman kepada UKM karena biasanya struktur keuangan dan ketersediaan jaminan dari kelompok ini masih belum terlalu baik, yang disebabkan besarnya prsentase pembiayaan bank syariah terhadap UKM diduga karena dibanding bank konvensional, lembaga ini lebih mengutamakan kelayakan usaha ketimbang anggunan, sehingga sektor perbankan nasional juga cenderung untuk tidak memberikan pinjaman pada kelompok ini. Tidak menjadi masalah jika bank dapat memberikan arahan dan dorongan bagi sektor ini untuk pengembangannya kedepan, karena bank syariah akan mendorong perekonomian disektor riil pada kelompok UKM.[5]

Perkembangan produk bank syariah lainnya baru-baru ini juga akan dimunculkan charge card sejenis dengan debit card pada bank konvensional, kemudahan ini juga merupakan salah satu inovasi yang dilakukan dalam pengembangan produk bank syariah saat ini yang akan menjadi daya tarik bagi calon nasabah bank syariah dengan adanya kemudahan ini. Prospek pengambangan produk dana pihak ketiga juga dapat dilakukan dengan meluncurkan produk-produk kombinasi seperti tabungan pendidikan dibandingkan dengan asuransi syariah bagi masyarakat yang ingin menginvestasikan dana untuk pendidikan anak mereka.

Tidak terlepas dari pengembangan produk bank syariah, yang menjadi sorotan saat ini adalah pengetahuan akan produk, pengetahuan syariah dan ilmu fiqih yang melandasinya dan harus dimiliki oleh setiap insan perbankan syariah saat ini dan ke depan. Bank syariah ditanah air ditanah air mendapatkan pijakan yang kuat setelah adanya deregulasi sektor perbankan pada tahun 1983, hal ini dikarenakan sejak diberlakukannya keleluasaan penentuan suku tingkat suku bunga (nol persen) dengan kata lain peniadaan bunga. Dan dibangunnya kantor-kantor bank baru di indonsia tercatat pada tahun 1988 dengan pengeluaran pakto.[6] Dengan demikian posisi perbankan syariah semakin terarah tujuan pengembangannya terbukti dengan ditetapkannya UU Perbangkan No. 21 tahun 2008.

Perkembangan produk perbankan syariah di Indonesia jika dicermati akan menarik karena dampak perkembangan bank syariah di Indonesia sudah menampakkan tanda-tanda perkembangannya saat ini. Namun di sisi lain perkembangan bank syariah menuntut perbankan syariah untuk selalu melakukan pengembangan dan inovasi atas produk-produk bank syariah sehingga dapat memenuhi kebutuhan nasabah yang akan datang. Tidak hanya pendanaan yang dibutuhkan bank syariah namun dari sisi penyaluran pembiayaan yang dilakukan haruslah tepat dan selektif, supaya tidak terjadi kemacetan pada penyaluran pembiayaan oleh bank syariah. Menarik dan kompetitif adalah hal yang diinginkan oleh konsumen untuk memilih produk yang mereka sukai.

Memang untuk memasyarakatkan produk-produk perbankan syariah terlebih produk-produk hasil inovasi, bukanlah suatu pekerjaan mudah. Tariqullah Khan sebagaimana yang dikutip Edi Suandy Hamid secara sistematik menunjukkan beberapa aspek yang menyebabkan pentingnya ekonomi Islam, termasuk perbankan syariah disebarluaskan dan kendalanya, yakni:[7] Pertama, masih terbatasnya penerapan prinsip-prinsip syariah dalam kehidupan perekonomian kita sehari-hari. Ini terjadi karena terbatasnya ahli syariah yang memahami dan mendalami ilmu ekonomi, dan terbatasnya ekonom muslim yang mendalami syariah. padahal pengajaran dan pengkajian ekonomi Islam menuntut adanya individu yang berkeahlian pada kedua bidang itu. Kedua, ekonom-ekonom muslim dewasa ini lebih akrab dengan teori ekonomi konvensional, walaupun sebenarnya prinsip-prinsip ajaran ekonomi Islam sudah lebih dulu muncul dibanding ekonomi modern saat ini. Diabaikannya kontribusi ekonomi Islam ini agaknya berkaitan dengan kurangnya upaya pemasyarakatan ekonomi Islam. Ketiga, lembaga-lembaga keuangan yang eksis dan berkembang dewasa ini didasarkan pada prinsip-prinsip yang tidak sejalan dengan ajaran Islam. Tanpa dukungan institusi keuangan yang islami untuk membuktikan model-model ekonomi Islam, maka perkembangan ekonomi Islam akan menjadi sulit.

Dalam operasional perbankan syariah misalnya, kita ambil salah satu contoh yang terkait dengan inovasi ini. Inovasi produk, sebagaimana yang diuraikan sebelumnya adalah menjadi kunci perbankan syariah untuk lebih kompetitif dan lebih berkembang dengan cepat sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Keberhasilan sistem perbankan syariah di masa depan akan banyak tergantung kepada kemampuan bank-bank syariah menyajikan produk-produk yang menarik, kompetitif dan memberikan kemudahan transaksi, sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Inovasi produk harus menjadi strategi prioritas bagi bank-bank syariah, sebab inovasi memiliki peran penting di tengah pasar yang kompetitif. Karena itu industri perbankan syariah harus dapat terus melakukan inovasi-inovasi baru. Produk-produk bank syariah yang ada sekarang cenderung statis, hanya terbatas di tabungan, deposito, giro, pembiayaan murabahah, mudharabah, syirkah, dan itu sangat sedikit sekali. Untuk itulah perbankan syariah harus mengembangkan variasi dan kombinasinya, sehingga menambah daya tarik bank syariah. Hal itu akan meningkatkan dinamisme perbankan syariah menghadapi kebutuhan masyarakat modern yang semakin kompleks.

Harus dicatat, melakukan inovasi produk bukan hanya dengan meniru atau merujuk produk-produk yang sudah dipraktekkan di luar negeri. Inovasi produk juga dapat dilakukan dengan menggali dan mengembangkan secara kreatif konsep-konsep fiqh muamalah kontemporer dengan menggunakan ilmu ushul fiqh, qawaid fiqh, tarikh tasyri’ dan falsafahnya, serta dan ilmu maqashid syariah. Metode Ijtihad insya’iy dan ijtihad intiqa’iy sebagaimana yang ditawarkan Yusuf al Qaradhawy sangat diperlukan dalam melakukan inovasi produk.

Dari berbagai survey, juga ujian perbankan syariah yang dilakukan terhadap karyawan bank syariah serta mengkaji kurikulum dalam fakultas ekonomi atau fakultas syariah di PTN dan PTS belakangan ini, dapat disimpulkan betapa minimnya tingkat pengetahuan SDM perbankan syariah tentang konsep inovasi produk perbankan syariah.

Meskipun saat ini sudah banyak kuliah S2 (program pascasarjana) ekonomi dan perbankan Islam di Indonesia, namun tingkat kajian dan silabusnya masih tingkat dasar atau intermediate, dengan rujukan utama buku Muhammad Syafi’iy Antonio dan Adiwarman Karim serta buku Muhammad, sehingga kajian produknya belum pada tingkat advance. Padahal saat ini sudah banyak literatur terkini (terbitan 2007-2011) tentang inovasi produk dari luar negeri. Setidaknya terdapat lebih dari seratusan buku-buku fiqh muamalah kontemporer untuk level advance yang bisa memperkaya produk bank syariah.

Silabus fiqh muamalah kontemporer pada level advance ini seharusnya sudah diajarkan di program pasasarjana ekonomi Islam, namun karena sebagian besar in put mahasiswa berasal dari ekonomi konvensional, maka secara terpaksa kajian fiqh muamalahnya pada level intermediate. Fiqh muamalah komtemporer pada level advance ini hanya bisa diajarkan jika, mahasiswa sudah memahami fiqh muamalah klasik dengan baik ditambah ushul fiqh dan qawaid fiqh klasik.

Latar belakang keilmuan para mahasiswa pascasarjana yang umumnya berasal dari S1 non ekonomi Islam, mengakibatkan mereka masih awam dalam fiqh muamalah, ilmu ushul fiqh keuangan dan qawaid fiqh ekonomi. Padahal untuk melakukan inovasi produk mesti mengkaji fiqh muamalah kontemporer level advance. Fiqh Muamalah kontemporer tingkat advance hanya bisa diberikan kepada mereka yang sudah pernah mempalajari fiqh muamalah, ushul fiqh dan qawaid fiqh ekonomi.

Seharusnya, mata kuliah fiqh muamalah di pascasarjana di bagi kepada 3 bagian, pertama matrikulasi, intermediate dan fiqh muamalah kontemporer untuk tingkat advance. Jadi, jangan berharap banyak dari lulusan pascasarjana Ekonomi Islam untuk melakukan inovasi produk, jika yang diajarkan masih fiqh muamalah klasik dan tingkat intermediate. Jika di pascaarjana saja, masalahnya seperti itu, bayangkan, bagaimana pula dengan yang program sarjana (S1) atau kemampuan inovasi para bankir syariah yang belum kuliah pascasarjana ekonomi syariah dan belum training tingkat advance. Rendahnya tingkat studi fiqh muamalah di Indonesia, karena belum ada buku-buku berbahasa Indonesia yang berisi fiqh muamalah kontemporer yang memenuhi standar untuk pengembangan inovasi produk. Selain itu, keterbatasan dosen yang memahami praktek keuangan modern dan fiqh muamalah sekaligus.

Di UIN, IAIN, STAIN, banyak dosen fiqh muamalah, umumnya hanya memahami fiqh muamalah klasik dan sedikit kontemporer, tanpa memahami praktek perbankan dan keuangan secara baik dan memadai, seperti praktek L/C, pembiyaan rekening koran, line facility, multi jasa, repo surat berharga, anjak piutang (factoring), foreign exchange, Islamic treasury investment, islamic swap, hedging, bahkan praktek bank garansi dan pembiayaan take over pun kadang tidak dipahami dengan baik. Para ahli syariah hanya dapat memahami itu semua jika mereka mengikuiti training atau workshop sistem perbankan.



[1] Nur Rianto Al Arif, Dasar-Dasar Pemasaran Bank Syariah, (Bandung: Alfabeta, 2010). hal. 33.

[2] Ibid., hal. 42.

[3] Ibid., hal.43-47.

[4] Muhammad, Manajemen Bank Syariah (Yogyakarta: AMP YKPN, 2002). hal. 437-438.

[5] Amir Machmud, Bank Syariah…hal. 98-99.

[6] Muhammad, Konstruksi Mudharabah Dalam Bisnis Syariah, Mudarabah Dalam Wacana Fiqih dan Praktek dalam Ekonomi Modern, (Yogyakarta: Pusat Studi Ekonomi Islam STIS, 2003). hal. 17-18.

[7] Ibid.

Pengembangan dan Inovasi Produk Perbankan Syariah


Berdasarkan kajian dari praktisi perbankan syariah dari Kuwaity Investment Company. Baljeet Kaur Grewal, Indonesia menduduki kluster ketiga dalam inovasi produk bank syariah dan pengembangan pasar. Sedangkan kluster keempat yang merupakan kluster tertinggi adalah Malaysia, Uni Emirat Arab dan Bahrain. Kluster keempat adalah negara yang paling inovatif dan variatif dalam pengembangan produk. [1]

Menurut kajian Baljeet dari Kuwait tersebut, negara-negara pengembang bank syariah dibagi kepada empat kluster. Kluster keempat (tertinggi), adalah Malaysia, Kuwait, Bahrain dan Uni Emirat Arab. Kluster ketiga, Indonesia, Brunei, Afrika Utara, Turki dan Qatar. Kluster kedua, Jerman, USA, Singapura, Lebanon dan Syiria, Sedangkan kluster pertama atau yang paling rendah masih wait and see adalah China, India, Hongkong dan Azerbeijan.

Tak bisa dibantah, bahwa terdapat hubungan yang kuat antara inovasi produk dengan pengembangan pasar bank syariah. Artinya, semakin inovatif bank syariah membuat produk, semakin cepat pula pasar berkembang. Maka, lemahnya inovasi produk bank syariah, bagaimanapun berimbas secara signifikan kepada lambatnya pengembangan pasar (market expansion).

Lemahnya inovasi produk dan pengembangan pasar (market expansion) bank syariah harus segera di atasi, agar akselerasi pengembangan bank syariah lebih cepat. Inovasi produk diperlukan agar bank syariah bisa lebih optimal dalam memanfaatkan fenomena global. Karena itu harus melakukan inisiatif akselerasi luar biasa dalam pengembangan pasar dan pengembangan produk.

Kurangnya inovasi produk antara lain, dikarenakan kemampuan SDM yang masih terbatas. Jangankan untuk mengembangkan produk dengan kreatif dan inovatif, untuk memahami konsep produk yang sudah ada, kemampuan SDM bank syariah masih terbatas. Meski secara umum sudah memahami konsep dasar produk syariah yang sudah ada, namun masih banyak officer bank syariah yang belum memahami dengan baik konsep dan penerapan fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional yang jumlahnya sudah mencapai 73 fatwa.[2] Akibatnya, masih banyak fatwa DSN MUI yang belum diterapkan sebagian besar bank syariah, seperti pembiyaan rekening koran, pembiayaan multi jasa, syirkah mutanaqishah, mudharabah musytarakah, ijarah muwazy, hiwalah pada anjak piutang, L/C dan lain-lain.[3]

Padahal ada sekitar 50-an konsep lagi yang perlu dikembangkan sebagai produk khas bank syariah, selain dari fatwa DSN yang sudah ada. Jadi masih banyak produk inovatif yang belum difatwakan DSN-MUI.[4] Produk-produk inovatif ini siap dijadikan rujukan dalam inovasi produk di tengah persaingan dengan bank konvensional dan semakin kompleknya kebutuhan finansial masyarakat.

Sebanyak 50-an konsep inovasi ini berasal dari penggalian terhadap fiqh muamalah kontemporer yang didasarkan pada ilmu ushul fiqh, qawa’id fiqh, falsafah tasyri’, tarikh tasyri’ dan maqashid syariah.[5] Penggalian ini akan menciptakan produk yang unggul dan khas syariah yang pada gilirannya akan mewujudkan differensiasi produk.

Upaya inovasi semacam inilah yang akan membedakan produk-produk bank syariah dengan bank konvensional, sehingga tidak muncul tuduhan simplistis yang mengatakan bahwa produk bank syariah itu hanyalah jiplakan (copy paste) semata dari bank konvensional yang ditambah label atau akad-akad syariah. Selain penggalian mendalam kepada konsep syariah (fiqh muamalah), pengembangan produk yang inovatif dapat juga berasal dari praktek perbankan syariah di luar negeri.

Inovasi produk menjadi kunci perbankan syariah untuk lebih kompetitif dan lebih berkembang dengan cepat sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Keberhasilan sistem perbankan syariah di masa depan akan banyak tergantung kepada kemampuan bank-bank syariah menyajikan produk-produk yang menarik, kompetitif dan memberkan kemudahan transaksi, sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Inovasi produk harus menjadi strategi prioritas bagi bank-bank syariah, sebab inovasi memiliki peran penting di tengah pasar yang kompetitif. Karena itu industri perbankan syariah harus dapat terus melakukan inovasi-inovasi baru. Produk-produk bank syariah yang ada sekarang cenderung statis, hanya terbatas di tabungan, deposito, giro, pembiayaan murabahah, mudharabah, syirkah, dan itu sangat sedikit sekali. Untuk itulah perbankan syariah harus mengembangkan variasi dan kombinasinya, sehingga menambah daya tarik bank syariah. Hal itu akan meningkatkan dinamisme perbankan syariah menghadapi kebutuhan masyarakat modern yang semakin kompleks.[6]

Karena itu bank-bank harus mengalokasikan dana untuk peningkatan kualitas SDM dengan menggelar training atau workshop inovasi produk, bahkan membantu memberikan beasiswa bagi karyawannya untuk kuliah S2 Ekonomi Syariah. Seandainya tidak bisa menyeluruh beasiswanya, minimal sebagian, sepertiga atau seperempat dari biaya kuliah.

Harus dicatat, melakukan perencanaan produk atau inovasi produk bukan hanya dengan meniru atau merujuk produk-produk yang sudah dipraktekkan di luar negeri. Tapi merupakan kegiatan yang strategis yang sangat menutut. Inovasi produk harus diakui posisinya sangat penting bagi kinerja keuangan, dan tak kalah penting juga adalah hubungan erat antara organisasi bisnis dengan konsumen dan pengembangan serta distribusi pelayanan produk.[7] Inovasi produk juga dapat dilakukan dengan menggali dan mengembangkan secara kreatif konsep-konsep fiqih muamalah kontemporer dengan menggunakan ilmu ushul fiqh, qawaid fiqh, tarikh tasyri’ dan falsafahnya, serta dan ilmu maqashid syariah. Metode Ijtihad insya’iy dan ijtihad intiqa’iy sangat diperlukan dalam melakukan inovasi produk.

Pengembangan produk membutuhkan penilaian kebutuhan, penghasilan gagasan pembahasan dengan penaehat/dewan syariah untuk memutuskan prosedur terperinci guna beroperasi dan implementasinya produk, pengebangan prosedur (persiapan petunjuk pelaksanaan untuk bimbingan bagi sluru staf). Dan persetujuan final oleh departemen syariah dari bank yang bersangkutan.

Panduan produk juga harus dibahas dengan staf operasional guna memastikan berjalannya produk dengan lancar yang sesuai dengan prosedur yang diakui. Dukungan teknologi informasi (TI) adalah bagian tak terpisahkan dalam bisnis dan kebututuhan dewasa ini yang harus dipenuhi.

Peluncuran produk menandai dimulainya proses yang lain, yakni perbaikan dan modifikasi dari karaktristik produk. Dengan memperhatikan saran-saran yang mungkin masuk, karaktristik produk dapat dimodifikasi untuk memenuhi kebutuhan nasabah dengan cara yang lebih efektif. Sebuah produk mungkin dapat melibatkan lebih dari satu mode guna memenuhi kebutuhan bisnis dengan cara-cara yang sesuai syariah dan efisien. Misalnya, produk pembiayaan perumahan yang didasarkan pada musyarakah menurun mungkin akan mencakup konsep syirkah, ijarah, istisna’, dan wakalah. Pengembangan produk harus mengamati peraturan dari mode-mode terkait.[8]

Disamping itu tumbuh dan berkembangnya perbankan syariah juga belum didukung oleh tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM) yang kaffah keIslamannya dengan kemampuan skill dan profesionalisme. Kondisi ini menuntut dengan segera dan terus menerus secara terencana, terarah, sistematis dan berkesinambungan bagi lembaga pendidikan termasuk perguruan tinggi untuk menyediakannya SDM yang sesuai dengan tututan pasar yang ada. Pada kenyataannya sekarang juga telah berkembang pengajaran dan pendidikan perbankan syariah mulai tingkat menengah sampai perguruan tinggi baik dalam maupun luar negeri. Realitas ini merupakan peluang bagi PTN dan PTS khususnya fakultas ekonomi atau fakultas syariah untuk mengembangkan pengajaran perbankan syariah.[9]

Pada tataran Internasional atau global, aplikasi ekonomi Islam khususnya dalam sektor keuangan dan perbankan telah berkembang pesat. Negara-negara di dunia ramai-ramai mengadopsi sistem ekonomi Islam khususnya dalam sektor keuangan/perbankan syariah. Apabila Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia tidak mampu mengembangkan perbankan syariah, termasuk didalamnya inovasi produknya, maka akan tertinggal oleh inovasi perbanakan syariah ditempat atau Negara-negara lain disamping jaman dan trend global. Dengan demikian pengembangan ekonomi Islam termasuk perbanakan syariah dan lembaga pendidikan tingginya melalui pengembangan kurikulum sektor keuangan syariah merupakan tuntutan dan trend global yang tidak bisa dihindarkan dan ditunda-tunda lagi. Nilai strategis lain bagi fakultas ekonomi atau fakultas syariah PTN dan PTS di Indonesia apabila lebih mengembangkan kajian dalam kurikulum ekonomi Islam menyangkut keuangan syariah, terutama inovasi produk perbankan syariah adalah di masa yang akan datang dapat menjadi pusat studi ekonomi Islam dan perbankan syariah yang berkelas dan berstandar global.[10]

Ekonomi dan perbanakan syariah melalui muatan inovasi produk perbankan syariah akan menjadi keunggulan komparatif dan kompetif bagi PTN dan PTS Indonesia dengan perguruan-perguruan tinggi luar negeri. Mengapa demikian? Karena jika kita mau bersaing dengan perguruan tinggi luar negeri dalam pengembangan ekonomi konvensional, kita sudah kalah jauh dan membutuhkan energi yag sangat besar, tetapi kalau mengembangkan ekonomi Islam dengan perbanakan syariahnya kita Insya Allah dengan ridho Allah PTN dan PTS Indonesia akan lebih unggul. Dengan demikian fakultas-fakultas ekonomi di Indonesia akan lebih mudah menjadi world class university atau world class faculty. Disamping pendidikan ekonomi Islam dan perbankan syariah di Indonesia akan menjadi pusat pengembangan dan rujukan dalam sistem, teori, kelembagaan, inovasi produk dan sebagainya di tataran global.[11]



[1] www. Islamicfinance.co.id diakses pada tanggal 25 Oktober 2010.

[2] Lihat Abdu Gafur Anshori, Payung Hukum Perbangkan Syariah (UU di Bidang Perbankan, Fatwa DSN MUI, Dan peraturan bank Indonesia). (Yogyakarta: UII Press, 2009). hal. 123-128.

[3] www. Islamicfinance.co.id diakses pada tanggal 25 Oktober 2010.

[4] Ibid.

[5] Ibid.

[6] Amir Machmud, Rukman, Bank Syariah.Teori, Kebijakan dan Studi Empiris di Indonesia (Jakarta: Erlangga, 2010), hal. 28-29.

[7] Muhammad, Bank Syariah Problem dan Prospek Perkembangan di Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu. 2005 ), Hal. 95.

[8] Muhamad Ayub. Islamic …hal.545.

[9] Hermansyah. Kurikulum Ekonomi Islam di PTN dan PTS dan Perannya Dalam Pengembangan Perbankan Syariah. akses pada http://hermaninbismillah.blogspot.com diunduh pada 15 Mei 2011.

[10] Ibid.

[11] Ibid.

Harapan Ada Pada NW*

Indonesia bahkan dunia Islam membutuhkan paham dan corak keislaman seperti yang dikembangkan NW (Nahdlatul Wathan) di Lombok. Yaitu, paham keislaman yang tak menggunakan cara-cara kekerasan dalam mendakwahkan Islam. Menggunakan istilah Gus Dur, NW tak mengembangkan Islam marah, tapi Islam ramah. Banyak orang berharap, agar ada upaya massifikasi pemahaman keislaman NW ke seluruh dunia. Islam damai yang disuarakan NW adalah oase di tengah kecenderungan radikalisme dan terorisme berbasis agama.

Untuk tujuan itu, saya kira ada beberapa hal yang harus dilakukan NW. Pertama, NW harus segera go international. NW tak boleh hanya berkutat di Lombok, tapi juga harus bergerak ke daerah-derah lain bahkan hingga ke manca negara. Saya ikut senang ketika mendengar bahwa NW sudah memiliki cabang di Mesir. Ini sebuah sinyal baik untuk kepentingan go international itu. Kelak jika sudah masuk ke forum-forum internasional, NW bisa ikut mendakwahkan Islam yang rahmatan lil alamin, bisa melerai sejumlah ketegangan antar umat Islam yang terjadi Pakistan, Mesir, Fatah-Hamas di Palestina, dan lain-lain.

Kedua, NW melalui ulama dan para intelektualnya harus aktif memproduksi pemikiran bukan hanya mengkonsumsi pemikiran. Dalam usia yang sudah lebih setengah abad ini, NW saatnya menulis tentang aktivitas intelektualnya di samping aktivitas sosial dan dakwahnya. Dengan memproduksi karya-karya intelektual ini misalnya, maka NW akan turut memberikan pengaruh terhadap corak pemikiran Islam Indonesia. Sejauh yang bisa saya ketahui, aktivitas intelektual itu agak redup bersamaan dengan wafatnya TGKH Zainuddin. Jika TGKH Zainuddin masih sempat menulis buku seperti Sullam al-Hija Syarh Safinah al-Naja, maka pasca Maulana Syaikh (begitu TGKH Zainuddin biasa disapa) kegiatan intelektual itu kian tak terlihat. Bahkan, ada yang berkata bahwa sepeninggal TGKH Zainuddin, NW lebih kental warna politiknya ketimbang warna intelektual apalagi spiritualnya.

Ketiga, NW harus lebih responsif dalam menyikapi soal-soal keagamaan dan kebangsaan. NW bisa saja tetap bermarkas di Lombok. Tapi, konteks geografis itu tak boleh menjadi alasan bagi NW untuk tak terlibat dalam penyelesaian masalah-masalah nasional terkait keagamaan dan kebangsaan. Kekerasan atas nama agama yang kian marak di negeri ini harus menjadi concern utama NW. Sebab, kekerasan berbasis agama bukan hanya akan mencoreng nama Islam, melainkan juga karena tak sesuai dengan substansi ajaran Ahlussunnah Waljamaah yang diperjuangkan NW.

Dengan cara-cara itu, saya kira keberadaan NW tak hanya dirasakan manfaatnya oleh warga NW secara terbatas, melainkan juga oleh seluruh umat Islam Indonesia bahkan dunia. Wallahu A’lam bis Shawab

*Tulisan ini dikutip seluruhnya pada tulisan saudara Abdul Moqsith Ghazali yang berjudul Berharap Pada Nahdlatul Wathan, pada situs WWW.islamlib.com diakses pada 02 Maret 2012

© Kontak : Herman_bismillah@Yahoo.co.id