Indonesia bahkan dunia Islam membutuhkan paham dan corak keislaman seperti yang dikembangkan NW (Nahdlatul Wathan) di Lombok. Yaitu, paham keislaman yang tak menggunakan cara-cara kekerasan dalam mendakwahkan Islam. Menggunakan istilah Gus Dur, NW tak mengembangkan Islam marah, tapi Islam ramah. Banyak orang berharap, agar ada upaya massifikasi pemahaman keislaman NW ke seluruh dunia. Islam damai yang disuarakan NW adalah oase di tengah kecenderungan radikalisme dan terorisme berbasis agama.
Untuk tujuan itu, saya kira ada beberapa hal yang harus dilakukan NW. Pertama, NW harus segera go international. NW tak boleh hanya berkutat di Lombok, tapi juga harus bergerak ke daerah-derah lain bahkan hingga ke manca negara. Saya ikut senang ketika mendengar bahwa NW sudah memiliki cabang di Mesir. Ini sebuah sinyal baik untuk kepentingan go international itu. Kelak jika sudah masuk ke forum-forum internasional, NW bisa ikut mendakwahkan Islam yang rahmatan lil alamin, bisa melerai sejumlah ketegangan antar umat Islam yang terjadi Pakistan, Mesir, Fatah-Hamas di Palestina, dan lain-lain.
Kedua, NW melalui ulama dan para intelektualnya harus aktif memproduksi pemikiran bukan hanya mengkonsumsi pemikiran. Dalam usia yang sudah lebih setengah abad ini, NW saatnya menulis tentang aktivitas intelektualnya di samping aktivitas sosial dan dakwahnya. Dengan memproduksi karya-karya intelektual ini misalnya, maka NW akan turut memberikan pengaruh terhadap corak pemikiran Islam Indonesia. Sejauh yang bisa saya ketahui, aktivitas intelektual itu agak redup bersamaan dengan wafatnya TGKH Zainuddin. Jika TGKH Zainuddin masih sempat menulis buku seperti Sullam al-Hija Syarh Safinah al-Naja, maka pasca Maulana Syaikh (begitu TGKH Zainuddin biasa disapa) kegiatan intelektual itu kian tak terlihat. Bahkan, ada yang berkata bahwa sepeninggal TGKH Zainuddin, NW lebih kental warna politiknya ketimbang warna intelektual apalagi spiritualnya.
Ketiga, NW harus lebih responsif dalam menyikapi soal-soal keagamaan dan kebangsaan. NW bisa saja tetap bermarkas di Lombok. Tapi, konteks geografis itu tak boleh menjadi alasan bagi NW untuk tak terlibat dalam penyelesaian masalah-masalah nasional terkait keagamaan dan kebangsaan. Kekerasan atas nama agama yang kian marak di negeri ini harus menjadi concern utama NW. Sebab, kekerasan berbasis agama bukan hanya akan mencoreng nama Islam, melainkan juga karena tak sesuai dengan substansi ajaran Ahlussunnah Waljamaah yang diperjuangkan NW.
Dengan cara-cara itu, saya kira keberadaan NW tak hanya dirasakan manfaatnya oleh warga NW secara terbatas, melainkan juga oleh seluruh umat Islam Indonesia bahkan dunia. Wallahu A’lam bis Shawab
0 Comments:
Post a Comment