Jumat, 21 Januari 2011

Kata Sambutan (3) Atas Terbitnya Naskah Kultursigrafi Ekonomi Islam di Indonesia

Lalu Agus Sarjana

(Budayawan Propinsi Nusa Tenggara Barat)


Buku Saudara Herman ini menawarkan aspek metodologi-epistemologi dan model kajian ekonomi Islam Indonesia dengan tawaran bagaimana mempertautkan ekonomi Islam Indonesia dengan lokalitas ke-Indonesiaan. Secara akademis, saya pandang buku ini sangat penting dikaji baik sebagai pengantar studi ekonomi Islam Indonesia maupun sebagai kerangka metodologi dalam rangka menemukan secara spesifik ilmu ekonomi yang dilandasi oleh ajaran al-Qur’an dan Sunnah Rasul dengan tidak mengabaikan metode berpikir kritis dan ilmiah. Persoalan yang selalu kita hadapi dalam menyelaraskan ajaran agama, ilmu pengetahuan dan tradisi kehidupan manusia sehari-hari, selalu saja menuai konflik, penolakan dan bahkan pertentangan yang sangat tajam. Upaya untuk menarik akar masalah dan mencari solusi, sering dicurigai sebagai penyimpangan, pelintiran, dan pemutarbalikan fakta dan realitas. Saya kira, buku Saudara Herman ini adalah sebuah keberanian ilmiah yang siap menuai predikat sebagai bunga rampai pandangan ilmuwan yang menyimpang dari pandangan umum. Terutama tuduhan itu sering di alami oleh mereka yang kritis terhadap teori-teori yang sudah usang yang tidak dapat menerima realitas masa kini sebagai kenyataan yang tidak apa adanya.

Merintis kerja ilmiah seperti ini, bagi saya adalah sebuah jihad paradigmatic yang jauh lebih rumit dan sulit jika dibandingkan dengan jihad structural. Kesalahan sebuah teori tidak begitu saja dapat diamati dalam penerapannya di dunia empiris, tetapi lebih pada kesalahan aproksimasi dan asumsi landasan dogmatika yang dibangun secara koheren dan konsisten. Kesungguhan Saudara Herman untuk mendalami konsep dasar dan teori ilmu sosial seperti Ilmu Sosial Profetik ala Kuntowijoyo agaknya memang berada di luar landasan umum teori ekonomi yang ada. Begitu juga dalam mengambil inisiatif teori batas Syahrur sebagai sebuah bahasa dalam interpretasi simbolik istilah istiqamah dan hanifiyah dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasul, jauh berada pada ranah disiplin ilmu ekonomi itu sendiri. Seterusnya Kiri Islam dari Hasan Hanafi, semakin menunjukkan bahwa Saudara Herman cukup punya “nyali” dan tampaknya sudah memasang kuda-kuda yang kokoh untuk mendialogkan dalam mimbar ilmiah baik untuk saat ini maupun dalam pengembangannya ke depan.

Dari kalangan tradisional yurisprudensi Islam, Saudara Herman juga mengetengahkan persoalan nasikh-mansukh Thaha yang sudah pasti mengundang kontroversi yang tajam di tengah kemelut ilmuwan ekonomi Islam Indonesia dan juga praktek langsung dalam kehidupan sosial-ekonomi masyarakat Indonesia. Demikian juga halnya dengan reaktualisasi pemikiran fiqih yang berkaitan dengan legitimasi teori ekonomi Islam dan teori ekonomi konvensional. Masalah ini sebenarnya lebih kental dengan pertikaian cabang dan fanatisme kemazhaban, sehingga secara praktis kecenderungan masyarakat sebagai pendengar lebih antipati terhadap pendekatan yang lebih segar dan menggugah pikiran masyarakat sendiri. Tampaknya masyarakat Indonesia masih memandang kenyataan sebagai apa adanya daripada menilai bahwa kenyataan itu tidak seperti apa adanya.

Perkara-perkara zakat, infaq dan shadaqah dipandang secara sederhana sebagai ibadah pribadi yang tata kelolanya tidak melalui sebuah lembaga atau manajemen yang berdaya guna. Sementara itu praktek riba di masyarakat dianggap sesuatu yang lumrah dan seakan-akan menjadi solusi dalam situasi yang mendesak dan cepat. Bahkan pada kondisi tertentu praktek riba disiasati seakan-akan dihalalkan oleh mereka sekedar hanya menghindari fatwa ulama dan kiyai mereka sebagai perbuatan terlarang, haram dan berdosa. Praktek perbankan syariah misalnya sebagai dikatakan para cendikiawan muslim, lebih cenderung melihat produk-produk perbankan syariah dengan standar suku bunga bank konvensional, sehingga setiap transaksi pembiayaan dengan nasabah selalu dihitung berdasarkan perbandingan dengan bunga bank konvensional. Praktek ini sebenarnya sangat jauh dari semangat ajaran al-Qur’an dan Sunnah Rasul yang melihat Bait al-Mal sebagai distribusi kemaslahatan umat secara sosial-ekonomi. Setiap kegiatan perbankan syariah seharusnya tidak melihat laba atau rugi sebagai pertambahan nilai dan keunggulan komparatif dengan perbankan konvensional, tetapi berdasarkan konsep anggaran berimbang yang menggambarkan keberpihakan terhadap pemerataan kesejahteraan melalui mereka yang produktif melayani kebutuhan mereka yang non-produktif, sehingga pada fase tertentu mereka mampu meningkatkan kesejahteraan dan menjadi produktif.

Tema selanjutnya yang disuguhkan buku ini adalah persoalan lokalitas yang selama ini memang luput dari konteks ilmu ekonomi yang bersifat mikro dan langsung menyentuh sektor-sektor riel dalam denyut nadi perekonomian secara regional maupun global. Semangat primordial saudara Herman sangat membanggakan bagi saya, karena sampai sekarang saya yakin inti semua persoalan yang lebih luas berada di tataran lokalitas dan kearifan budaya lokal itu sendiri. Karena itu saya sangat respek terhadap kajian menggali kearifan lokal dan model pendekatan ekonomi Islam. Seterusnya kajian tentang kearifan lokal Suku Sasak di pulau Lombok dalam mencegah potensi konflik menunjukkan begitu kuat semangat saudara Herman untuk mengungkap jati diri, karakter dan trait Suku Sasak sehingga menjadi Lombok Style yang seiring dengan keberadaan American Style sebagai wujud kearifan global. Mungkin saudara Herman teringat sebuah pernyataan “Hubb al-Wathan min al-Iman”, sehingga tampilan tema kajian ini sungguh merupakan penghargaan yang tinggi terhadap tanah tumpah darah dan menghindari penikmat para perantau diaspora yang menyebut, “hujan emas di negeri orang lebih baik dari hujan batu di negeri sendiri”.

Lazimnya orang Timur, apa yang tidak baik dalam penampakan jati diri sudah pasti merupakan adab dan tata tertib yang menyimpang dari adat sebagai aturan dasar yang waris-mewarisi dari nenek moyang kita yang sangat terkenal dengan kearifan lokal Suku Sasak. Dalam peradaban Majapahit, Suku Sasak sudah dikenal mempunyai falsafah “Sasak Adhi Lomboq Mirah” yang tidak beda dengan “Bhinneka Tunggal Ika” bangsa Indonesia. Selanjutnya muhibah ilmiah sejak bergentayangannya bangsa Eropa ke Nusantara, Suku Sasak selalu menjadi tempat persinggahan, taruhlah yang paling terkenal adalah Alfred Wallace yang terkenal dengan garis Wallacenya itu. Jelas posisi geografis dan eksistensi Suku Sasak di pulau Lombok adalah tambang ilmu yang tak akan habis tergali. Hingga saat ini program GTZ dari Jerman pun mencoba bekerja sama dengan pemerintah daerah Lombok Tengah dalam rangka mengungkap Lombok Style. Secara ringkas, saya sampaikan bahwa peradaban global akan berpindah dari modus wahyu dan akal ke modus adat sebagai perwujudan kearifan tradisional sebagaimana pernyataan Thomas S. Khun bahwa sejarah ilmu adalah titik tolak perubahan yang bersifat revolusioner melalui perubahan paradigma. Tampaknya buku ini sedang mempelajari sebuah perubahan paradigma yang akan menggelinding seperti bola es terutama kajian yang berkaitan dengan ilmu ekonomi dan khususnya ilmu ekonomi Islam.

Dengan berbagai pendekatan ilmu sosial profetik, gerakan kiri Islam dan teori batas sebenarnya dalam tataran paradigmatik sudah memadai untuk mengkonstruk pendekatan sistem ekonomi Islam -betapapun istilahnya masih debatebel- karena jelas Kuntowijoyo menghendaki paradigma al-Qur’an dan Sunnah Rasul sudah muncul sebagai terminologi yang valid secara ilmiah. Pendekatan revolusi ilmiah yang dikemukakan dalam wacana kiri Islam oleh Hasan Hanafi juga mewakili ciri khas sejarah ilmu sebagai sebuah keniscayaan dalam perubahan paradigmatik yang disetujui oleh Thomas S. Khun. Sedangkan teori batas yang dikemukakan oleh Syahrur sedikit tidak menggambarkan upaya para cendekiawan Muslim membangun sistem ekonomi yang berparadigma al-Qur’an dan Sunnah Rasul sudah dicontohkan dengan bahasa grafis melalui kurva dan garis, sebagai bahasa umum dalam ekonometri. Maka sebaiknya konsep Ilmu Sosial Profetik dari Kuntowijoyo perlu dipertajam dan konsep multikulturisme Parsudi Suparlan dapat didiskursuskan bersama konsep revolusi ilmiah Hasan Hanafi sehingga menghasilkan zakat sebagai system ekonomi yang akan berbeda aplikasinya dengan mazhab mainstream yang saat ini sedikit banyak menuai kritik tajam. Sedangkan metode kualitatif Noeng Muhadjir dihadapkan dengan teori batas Syahrur sehingga validasi konsep dan verifikasi praksis penerapan teori dapat berjalan saling menguatkan.

Pendekatan sosial dalam penerapan praksis dalam kehidupan mayarakat muslim, ada baiknya dilakukan dengan membangun persepsi yang benar tentang zakat sebagai sistem ekonomi melalui apek psikologis dimana pada dasarnya masyarakat kita masih tergolong sebagai penggembira (muhibban) atau masih beberapa yang naik kelas pendengar setia (mustami’an). Sementara itu pada tingkat pakar atau ekspert masih perlu membangun kekuatan paradigmatik yang berfungsi sebagai (muta’alliman) sedangkan guru besar dan para profesor kita menjadi pengajar (‘aliman) yang spesialist dalam bidang ilmu ekonomi konvensionl maupun kontemporer merumuskan zakat sebagai system ekonomi yang sudah pasti berparadigma al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Jelas zakat sebagai system ekonomi tidak lagi berkiblat ke Barat maupun ke Timur, bukan lagi berpaham Kapitalisme maupun Marxisme. Setelah aspek psikologisnya terpenuhi baru kita masuk ke aspek ekonomi dalam arti sektor riel pada setiap kebutuhan hidup pribadi, keluarga, masyarakat maupun Negara, dimana pada aspek ekonomi ini antara gagasan pembuktian (konsep, teori atau ide) bersentuhan langsung dengan pembuktian gagasan (lapangan kerja, praksis dan kebutuhan riel). Hanya saja memang antara mazhab mainstream dan kepentingan IDB yang lebih mengedepankan kemazhaban ini yang perlu disentuh, sehingga mampu berkolaborasi dengan zakat sebagai system ekonomi baik dalam tataran suprastruktur, struktur maupun infrastrukturnya.

Sifat adaptif dan interaksi yang sangat intensif sudah pasti menjadi semangat dan jiwa keberhasilan menjadikan zakat sebagai system ekonomi dalam masyarakat muslim dan didorong dengan aspek psikologis tadi yang membangun image, persepsi dan Muslim Style, maka tahapan selanjutnya adalah aspek politis dalam arti kemampuan menyatakan bahwa zakat sebagai system ekonomi adalah berkaitan dengan sektor riel tadi sebagai pilar sistem ekonomi sebuah Negara-Bangsa dan sudah pasti antar negara-negara muslim se-dunia. Saya pikir, inilah urgensi buku ini hadir di hadapan kita semua. Menimbang bahwa keberagamaan kita sudah mulai letih dengan kemazhaban, melihat bahwa rakyat kita telah lelah berdemokrasi, maka dengan mengedepankan kearifan tradisional melalui etika, moral dan akhlaq yang sederhana yang tertanam dalam kehidupan masyarakat kampung, desa dan negari mungkin merupakan solusi yang tidak pernah terkena polusi. Dan saya kembali mengingatkan pembaca, bahwa tema kearifan lokal yang dicontohkan dalam kajian ini, saya pikir adalah tepat dan benar, sehingga saudara Herman seperti mengharuskan mencantumkan sebagai tema sentral dalam buku ini.

Semangat saudara Herman menyusun naskah dalam buku ini perlu dan penting mendapat dukungan semua pihak, bukan hanya para ilmuwan, praktisi maupun teknisi, akan tetapi juga semangat ini perlu dikemukakan kepada publik, masyarakat luas, bahkan memasuki meja-meja para pejabat Negara. Bila kenyataan hidup sebuah bangsa mengalami pasang surut dari krisis, sudah pasti ada yang luput dari pengamatan kita, sehingga ekonomi nasional selalu masuk angin. Sudah saatnya wong cilik, masyarakat perdesaan dan kaum pinggiran yang termiskinkan perlu mendapat porsi yang adil dalam rangka membangun kembali sistem perekonomian baru yang tidak selalu tergantung dengan sistem ekonomi yang sangat jauh dari keseharian kita. Kalau boleh, zakat sebagai sistem ekonomi menjadi sebuah tawaran bagi bangsa Indonesia memulai era baru dalam mengarungi pasang surutnya peradaban dunia, maka saya yakin melalui buku Saudara Herman ini, adalah sebuah pemantik bagi seluruh komponen bangsa untuk memikirkan, merasakan dan menerapkan secara bersama.

Selamat menikmati pengembaraan yang jauh dalam uraian buku ini, dan semoga mendapat bekal untuk kembali menata kehidupan kita yang lagi carut marut. Semoga jerih payah saudara Herman mengupas konsep-konsep dalam buku ini mendapatkan sertifikat kreasi yang setimpal. Saya sekali lagi berterima kasih atas kehadiran buku ini sebagai pemantik bagi semangat membangun zakat sebagai sistem ekonomi. Mudah-mudahan senandung harapan mencapai tujuan dan yakin usaha sampai.

Kata Sambutan (2) Atas Terbitnya Naskah Kultursigrafi Ekonomi Islam di Indonesia

Drs. Yusdani, M.Ag.*

(Dosen Pada Fakultas Ilmu Agama Islam dan Ketua Divisi Kajian dan Penelitian Pusat Studi Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta)

SALAH satu karakteristik yang muncul di era reformasi di Indonesia adalah kebebasan dalam berekspresi, baik itu dalam pemikiran ekonomi, politik dan lain sebagainya. Berangkat dari sinilah perlu diketahui bagaimana pemikiran ekonomi Islam Indonesia pada era reformasi, yang menjadi momen tepat bagi para pendukung ekonomi Islam untuk menawarkan konsep dan gagasannya dalam menyelesaikan persoalan ekonomi tersebut yang berujung pada kesejahteraan manusia, khususnya masyarakat Indonesia.

Era reformasi dalam batas tertentu merupakan era baru dan membawa angin segar bagi Indonesia khususnya bagi umat Islam, karena selama di bawah rezim orde baru Islam hampir tidak mempunyai kesempatan untuk menunjukkan eksistensinya, kecuali pada tahun '90-an yang disimbolkan dengan lahirnya ICMI. Begitu juga halnya pada bidang ekonomi dengan berdirinya Bank Muamalah Indonesia. Dalam catatan Dawam Rahardjo pada era reformasi telah terjadi kebangkitan Islam, terutama dalam bidang politik, yang dapat dilihat dari beberapa gejala. Pertama, lahirnya sejumlah partai-partai Islam yaitu, partai-partai yang mendasarkan dirinya pada Islam sebagai ideologi politik, walaupun partai-partai tersebut mengalami kekalahan dalam pemilu 1999. Kedua, lahirnya dan penampakan diri secara terbuka sejumlah organisasi berhaluan radikal fundamentalis yang secara lebih fokus dan tegas menginginkan ditegakkannya syari'at Islam dengan metode jihad. Ketiga, tuntutan atau rencana sejumlah daerah propinsi, khususnya Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan kabupaten baik di Jawa maupun di luar Jawa, untuk menerapkan syari'at Islam, melalui legislasi di daerah dalam rangka otonomi daerah.[1]

Salah satu diskursus yang muncul di era reformasi adalah tentang ekonomi Islam. Wacana dan pengembangan ekonomi Islam di Indonesia memasuki era reformasi semakin mengemuka dan gencar dikampanyekan, baik melalui media cetak maupun elektronik, jurnal-jurnal ilmiah, buku-buku baik tulisan orang Indonesia sendiri maupun terjemahan dari bahasa asing. Pada sisi praktis perkembangan ekonomi Islam juga ikut berkembang, sebagai indikator sederhana dapat dibuktikan dengan semakin bertambahnya lembaga-lembaga keuangan yang mengindikasikan dan mengidentifikasikan dirinya sebagai lembaga keuangan syari'ah/ Islam, terlepas dari berbagai motivasi yang ada di baliknya. Kajian yang intensif dan serius di lembaga-lembaga pendidikan, khususnya di perguruan tinggi juga semakin merebak, dapat dibuktikan dengan adanya jurusan atau konsentrasi ekonomi Islam, seperti konsentrasi atau jurusan muamalah, baik itu di perguruan tinggi agama (Islam) seperti UIN, IAIN, STAIN, PTIS, UII, ataupun perguruan tinggi umum.

Di samping marak bermunculan institusi-institusi ekonomi lain yang berlabelkan Islam atau Syari’ah: Asuransi Syari’ah, Multilevel Marketing (MLM) Syari’ah bahkan juga perusahaan percetakan dan toko swalayan Islam. Ada satu kesamaan mendasar dari kesemua institusi di atas, yaitu mencoba menerapkan sistem ekonomi yang diyakini sesuai dengan ajaran Islam. Tujuan mereka dinyatakan tak hanya untuk meraih keuntungan finansial, melainkan juga untuk berdakwah dan meraih rida Allah.

Pengembangan ekonomi Islam di Indonesia tersebut, cukup menarik untuk diamati sebab ekonomi Islam pada kenyataannya tidak hanya berhenti pada tataran akademis dan perdebatan metodologis, melainkan juga masuk ke wilayah praktis. Dalam kaitan ini, diketahui misalnya, sistem perbankan non-bunga yang dilandaskan pada konsep Ekonomi Syari’ah atau Ekonomi Islam sebagaimana yang digagas oleh Amin Aziz, Syafi’i Antonio dan Adiwarman Karim, kini secara sah diakui sebagai bagian dari sistem perbankan Indonesia. Terkait dengan ini, ada biro khusus di Bank Indonesia yang menangani perbankan tanpa bunga.

Perkembangan ekonomi Islam di atas, masih terdapat kesenjangan. Jika ekonomi Islam sebagai suatu disiplin Ilmu Pengetahuan pada level akademis bersifat relatif terbuka dengan memberi ruang pada berbagai ujicoba pemikiran, sedangkan pada bidang yang lebih praktis, segala sesuatunya dirancang sedemikian rupa seolah telah jelas sejelas-jelasnya. Menjadi bagian dari promosi, bahwa perbankan Islam adalah perbankan berbasis sistem bagi hasil, bukan perbankan berbasis bunga yang dinilai “melanggar ajaran Islam” yang menyebabkan pelaku maupun nasabahnya menanggung konsekuensi dosa. Demikian pula, produk asuransi yang sesuai dengan ajaran Islam adalah yang dikeluarkan perusahaan yang berlabelkan Islam. Selain itu, jatuh pada keharaman karena di dalamnya ada praktik garar (ketidakjelasan pengelolaan dana) dan semacamnya. Begitu juga, perusahaan MLM yang sesuai dengan ajaran Islam adalah perusahaan MLM Syari’ah. Perusahaan MLM lain yang didirikan oleh non-Muslim atau Muslim yang tidak menunjukkan jati diri syari’ahnya dinyatakan sebagai “tidak sesuai dengan ajaran Islam

Ekonomi Islam, menurut para pendukungnya, dibangun berdasarkan prinsip-prinsip religius, berorientasi dunia dan akhirat. Dalam tataran paradigma seperti ini, para ekonom muslim masih dalam satu kata atau setidaknya, tidak ada perbedaan yang berarti.[2] Mayoritas para ekonom muslim sepakat mengenai fondasi filosofis sistem ekonomi Islam: Tauhid, Khilafah, Ibadah, dan Takaful[3], Khursid Ahmad menambahkan: Rububiyyah dan Tazkiyah[4], serta Mas-uliyyah[5]. Namun ketika dipersoalkan bagaimana ilmu ekonomi Islam tersebut dikembangkan dan dipraktekan di Indonesia? Dalam memecahkan masalah ini timbul perbedaan sehingga ada yang membagi mazhab ekonomi Islam itu menjadi tiga yaitu; mazhab Baqir al-Sadr, mazhab mainstream dan mazhab alternatif-kritis[6]. Akan tetapi, pengembangan pemikiran ketiga mazhab ini belum begitu pesat, kecuali mazhab mainstream.

Oleh karena itu, ekonomi Islam baik dalam wilayah teoritis-konseptual maupun dalam wilayah praksis tidak terlepas dari kritik. Kritik yang dilakukan oleh sejumlah ekonom pada umumnya dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar. Pertama, aliran yang mengatakan ekonomi Islam adalah penyesuaian sistem Kapitalis atau disebut "the Adjusted Capitalism School". Kedua, disebut dengan kelompok konvensional atau the Conventional School". Ketiga adalah kelompok perbedaan paham atau "The Sectarian Diversity School"[7]. Ada juga pernyataan kritis yang sepintas nampak sederhana namun cukup mendasar: apakah ekonomi Islam merupakan kapitalisme minus riba atau sosialisme plus Islam?[8] Kemudian ada lagi kritik yang cukup tajam terhadap para ekonom Islam yang selama ini selalu mengkritik sistem ekonomi lain.

Fenomena di atas secara keseluruhan menjelaskan bahwa, ekonomi Islam lebih berhasil menjelaskan apa yang bukan ekonomi Islam, daripada menentukan apa yang membuat ekonomi Islam berbeda sama sekali dengan sistem ekonomi lain. Ekonomi Islam juga lebih banyak mengungkapkan kelemahan sistem lain daripada menunjukkan (bahwa ekonomi Islam) secara substansial lebih baik.[9] Semua kritik yang diajukan terhadap ekonomi Islam tersebut merupakan tantangan dan sekaligus menjadi tuntutan serta perhatian bagi para pendukung ekonomi Islam untuk mengembangkan kajian ekonomi Islam lebih jauh lagi.

Studi atau penelitian tentang ekonomi Islam dalam konteks studi Islam di Indonesia sekalipun sudah mulai dilirik tetapi masih terbatas. Sementara itu, kajian atau studi keislaman dalam konteks Indonesia sekalipun telah banyak dilakukan oleh para intelektual baik dari Indonesia sendiri maupun dari luar negeri, muslim maupun non muslim. Akan tetapi studi-studi tersebut lebih banyak pada bidang hukum Islam[10] Islam dan politik[11], studi Qur'an atau tafsir[12], tasawuf[13], pemikiran keislaman secara umum (pemikiran tokoh) dan sebagainya[14].

Sementara itu kajian ekonomi Islam yang telah dilakukan selama ini secara umum masih belum bergeser dari empat (4) corak kajian.[15] Pertama, kajian ekonomi Islam dalam lingkup normatif, dalam arti upaya menjelaskan dasar-dasar filosofis atau normatif suatu kajian ekonomi yang sesuai dengan tuntunan Islam, menurut ajaran baku dalam al-Qur'an dan Hadis. Kedua, studi ekonomi Islam hasil pemikiran atau penyelidikan para fuqaha, atau pakar ekonomi, sosiolog, dan sebagainya seperti Ibnu Khaldun, Ibnu Taimiyyah, Abu Yusuf, Umer Chapra dan sebagainya yang dilakukan secara kritis, baik melalui pemeriksaan teori dan tesis yang dikemukakan maupun melalui pengujiannya terhadap perilaku ekonomi muslim. Ketiga, penelitian perbandingan antara perilaku ekonomi muslim dengan konsep sistem ekonomi Islam yang teoritis. Atau menghadapkan perilaku ekonomi muslim kepada nilai-nilai Islam. Keempat, kajian perbandingan antara konsep sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi kapitalis dan sosialis serta perkembangan ekonomi kontemporer (gejala sistem ekonomi dunia). Juga bisa ditambahkan disini perbandingan pemikiran antara para ekonom Islam itu sendiri, seperti yang dilakukan oleh Mohammed Aslam Haneef (1995) dalam bukunya Contemporary Islamic Economic Thought: A Selected Comparative Análysis.

Perkembangan dan pendirian program studi ekonomi Islam baik pendidikan strata satu (S1), strata dua (S2) maupun strata tiga (S3) di berbagai perguruan tinggi Islam baik negeri, swasta maupun perguruan tinggi umum sejak memasuki era reformasi sampai sekarang ini di berbagai kota di Indonesia seperti Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya menunjukkan perkembangan yang cukup pesat. Yogyakarta yang terkenal sebagai kota pendidikan/kota pelajar ini dan salah satu pusat pendidikan di Indonesia program studi ekonomi Islam S1, S2, S3 dan lembaga-lembaga keuangan Islam baik yang berupa bank maupun non bank mengindikasikan petumbuhan yang begitu pesat.

Penjelasan di atas mengindikasikan belum bergesernya corak-model kajian atau studi keislaman dan ekonomi Islam di Indonesia. Berpangkal tolak dari uraian di atas dan untuk mengembangkan ekonomi Islam, terutama untuk memenuhi tuntutan akademik. Bahkan lebih khusus lagi untuk pengembangan metodologi dan model kajian ekonomi Islam di Indonesia, buku yang ada di tangan pembaca yang berjudul Kultursigrafi Ekonomi Islam di Indonesia karya seorang penulis muda Sdr. Hermansyah mencoba menawarkan aspek metodologi dan model kajian ekonomi Islam di Indonesia yang masih jarang disentuh oleh para pemerhati, peneliti dan penulis tentang ekonomi Islam di Indonesia.

Salah satu gagasan menarik yang ditawarkan oleh penulis melalui buku ini adalah bagaimana mempertautkan ekonomi Islam dengan lokalitas ke-Indonesiaan. Dalam pandangan buku ini, untuk kepentingan pengembangan keilmuan dan metodologi ekonomi Islam di Indonesia, ekonomi Islam perlu dan harus membuka diri, berdialog, berinteraksi, dan bahkan berkolaborasi dengan kearifan lokal (local wisdom) yang begitu kaya dalam masyarakat Indonesia.

Dengan tidak bermaksud membahas isi buku ini secara keseluruhan dan tanpa bertujuan untuk mempengaruhi dan mengarahkan pikiran pembaca dalam memahami uraian buku ini, maka sebagai penutup kata pengantar buku ini, dipersilahkan kepada pembaca untuk secara langsung membaca dan mencermati isi buku ini. Selamat membaca.

Yogyakarta, Februari 2010



* Kandidat Doktor pada UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

[1]M. Dawam Rahardjo, "Pengantar: Menegakkan Syari'at Islam di Bidang ekonomi", dalam Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: IIIT, 2003), hal. xiii.

[2] Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islami (Jakarta: The International Institute of Islamic Thought Indonesia 2002), hal 13, Adiwarman Karim, "Ekonomi Islam: Suatu Kajian Ekonomi Makro", (Jakarta, The International Institute of Islamic Thought Indonesia, 2002), hal. 195-197, dan M.B Hendrie Anto, Pengantar Ekonomi Makro Islami, (Jogjakarta: Ekonisia, 2003), hal. 89-93.

[3]Mohamed Aslam Haneef, Contemporary Islamic Economic Thought: A. Selected Comparative Analysis, (Kuala Lumpur: Ikraq, 1995), hal. 2, M. Nejatullah Siddiqi, Muslim Economic Thinking: A Survey of Contemporary Literature, (Leicester: The Islamic Foundation, 1988).

[4]Khurshid Ahmad, "Economic Development in a Islamic Framework', dalam Khurshid Ahmad (ed.), Studies in Islamic Economics, (Leicester: The Islamic Foundation, 1980), hal. 178-179

[5]M. Akhyar Adnan, An Investigation of Accounting Concepts and Practices in Islamic Banks: The Cases of Bank Islam Malaysia Berhad and Bank muamalat Indonesia, PhD Thesis, (Australia: University of Wollongong, 1996), hal. 136-137

[6] Adiwarman Karim, Ekonomi Islam: Suatu Kajian Ekonomi Makro, (Jakarta: The International Institute of Islamic Thought Indonesia, 2002), hal. 195-197, dan M.B Hendrie Anto Pengantar Ekonomi Mikro Islam, (Jogjakarta: Ekonisia, 2003), hal. 89-93, Imamudin Yuliadi, Ekonomi Islam: Sebuah Pengantar, (Yogyakarta: LPPI- UMY, 2001) terutama bab II: Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.

[7]Husein Sawit, "Metodologi Penelitian Ekonomi Islam: Perlu Berbeda?", makalah yang disampaikan pada seminar Nasional berjudul: Metodologi Penelitian ekonomi Islam untuk Mengembangkan Praktek Bisnis yang Islami", P3EI FE-UII Jogjakarta 13 oktober 1997. Tulisan ini juga menjadi "Kata Pengantar" buku Goenawan Muehammad, Metodologi Ilmu Ekonomi Islam: Suatu Pengantar, (Jogjakarta: UII-Press, 2000).

[8]Ibid

[9]Jhon L. Esposito dkk (ed.), Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern", jl.2, terj. Eva Y. N. dkk., Entri Ekonomi, (Bandung: Mizan 2001), hal.4.

[10]Antara lain karya M. Atho' Mudzhar, Fatwa-Fatwa Majelis Ulama Indonesia, (Jakarta: INIS, 1993), kemudian karya Akh Minhaji, Ahmad Hasan and Islamic Legal Reform in Indonesia, (disertasi Mc Gill University, 1997).

[11]Antara lain karya Bahtiár Effendy, Islam dan Negara: Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam di Indonesia, (Jakarta: Paramadina, 1998), kemudian karya M. Syafi'i Anwar, Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia: Sebuah Kajian Politik tentang Cendekiawan Muslim Orde Baru, (Jakarta: Paramadina, 1995), dan yang terbaru karya Zainal Abidin Amir, Peta Islam Politik Pasca-Soeharto, cet I, (Jakarta: LP3ES, 2003).

[12]Antara lain karya Howard M. federspiel, Kajian al-Qur'an di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1996) kemudian yang terbaru Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia: dari Hermeneutika hingga Ideologis, (Jakarta: Teraju, 2003).

[13]Antara lain karya Simuh, Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ronggowarsito, (Jakarta: UI Press, 1988), kemudian karya Alwi Shihab, Islam sufistik: Islam Pertama' dan Pengaruhnya hingga kini di Indonesia, (Bandung: Mizan, 2001).

[14]Antara lain karya Alwi Shihab, Membendung Arus: Respon Gerakan Muhammadiyah terhadap Penetrasi Misi Kristen di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1998), Fachry Ali dan Bahtiar Effendy, Merambah Jalan Baru Islam: Rekonstruksi Pemikiran Islam Indonesia Masa Orde Baru, (Bandung: Mizan, 1986), kemudian Mark R Woodward (ed.), Jalan Baru Islam: Memetakan Paradigma Mutakhir Islam Indonesia, (Bandung: Mizan, 1998), Gerg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia: Pemikiran Neo-Modernismo Nurcholish Madjid, Djohan Efendi, Ahmad Wahib, dan Abdurrahman Wahid, (Jakarta: Paramadina, 1999).

[15]Mochtar Ahmad, "Kajian Ekonomi dan Nilai Islami", Ulumul Qur'an, vol. II. No.9. (1991), hal.9.

Kata Sambutan Atas Terbitnya Naskah Kultursigrafi Ekonomi Islam di Indonesia

Kata Sambutan Atas Terbitnya Naskah Buku:

“Kultursigrafi Ekonomi Islam di Indonesia”

(Pertautan Antara Lokalitas dan KeIndonesiaan Bersama Kearifan Lokal Suku Sasak di Pulau Lombok)

Bismillahirrahmanirrahiem


Berekonomi Islam dalam alur sejarah sudah dimulai jauh sebelum Nabi Muhammad SAW, membawa ajaran dan praktek berekonomi Islam. Hal ini dapat dilacak antara lain tentang kisah Nabi Yusuf a.s, yang menampilkan manajemen pengelolaan dan pendistribusian kekayaan dalam situasi dan kondisi negara pada masa krisis yang akhirnya dapat diselesaikan dengan tanpa menimbulkan gejolak, baik dikalangan elit kenegaraan maupun dikalangan rakyat bawah.

Praktek berekonomi Islam atau dalam sebutan lain berekonomi syariah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW dengan ragam dan modelnya akhirnya dimaknai dan dipahami oleh para ilmuan sebagai sesuatu yang ideal. Ini sesuai dengan prinsip al-Islamu yu’la wala yu’la ‘alaih. Berangsur, model yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW ini dijadikan sejumlah teori oleh para pakar yang peduli dengan ekonomi Islam dan dipraktekkan oleh sejumlah lembaga yang ingin mempraktekkan teori tersebut. Secara kuantitatif, perkembangan ekonomi Islam baik dalam skala internasional maupun nasional membuktikan angka yang menjanjikan, begitu pula secara kualitatif keberadaan lembaga ekonomi Islam sudah teruji eksistensinya. Di Indonesia sendiri secara normatif keberadaan lembaga ekonomi Islam sudah mendapat legalitas yang dimulai dengan diundangkannya Undang-Undang nomor 10 tahun 1998 yang diperkuat dengan Undang-Undang nomor 23 tahun 1999 yang menerapkan kebijakan dibidang moneter berdasarkan prinsip syariah. Lebih dari itu, Undang-Undang nomor 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama secara eksplisit memberi peluang untuk menangani dan menyelesaikan kasus-kasus ekonomi Islam menjadikan lebih mantap dan percaya diri.

Sejumlah buku yang membicarakan ekonomi Islam sangat membantu untuk mengerti dan memahami apa dan bagaimana serta manfaat apa yang diperoleh dalam berekonomi Islam terlepas dari segala kekurangan dan kelebihannya, tetapi setidaknya apa yang dilakukan sejumlah pakar/ilmuan dapat menambah kemantapan atau minimalnya menambah wawasan dalam hal ekonomi Islam. Buku yang ditulis oleh saudara Hermansyah yang pada waktu menulis buku ini masih berstatus mahasiswa Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia sangat patut dihargai karena ditengah kesibukannya sebagai seorang mahasiswa masih sempat berkarya yang ini tidak banyak dilakukan oleh yang lain.

Buku yang berjudul “Kultursigrafi Ekonomi Islam di Indonesia” ini saya nilai unik, karena buku ini mendialogkan antara aspek filosofi yang berbicara apa dan bagaimana ekonomi di dalam al-Qur’an dan Hadis kemudian dikembangkan bagaimana ekonomi Islam dalam wacana pemikiran ulama salaf dan ulama kholaf kemudian secara lebih khusus memaparkan bagaimana ekonomi Islam di Indonesia. Secara arif saudara Hermansyah memaparkan sosok tokoh Indonesia Kuntowijoyo, seorang sejarahwan yang dihadirkan dalam mengulas ekonomi profetik karena Kunto dengan keilmuan dibidang ilmu sosial profetik dapat melengkapi pandangan makronya dalam dataran keilmuan.

Sistematika buku ini menunjukkan adanya pemikiran yang konprehensip dalam memaparkan sebuah karya ilmiah. Karena menurut disiplin metodologi keilmuan, sebuah karya ilmiah unggul manakala minimalnya memiliki enam ciri yakni, keluasan, kompleksitas, kecermatan, keterincian, kreativitas dan kemanfaatan. Keenam ciri tersebut nampak dalam pembicaraan buku ini yang ditengarai susunan bab yang secara filosofi diawali dengan pembicaraan tentang paradigma ekonomi dan ekonomi Islam, ekonomi Islam dalam al-Qur’an dan Hadis, pandangan para pakar klasik sampai pada pandangan para tokoh idola sekarang seperti Syahrur dan Hasan Hanafi. Teori maqoshid dan maslahah yang dalam filsafat ilmu berhubungan dengan epistemologi dan aksiologi menjadikan ulasan buku ini menjadi lebih kompleks, sehingga membuka pengembaraan di bidang keilmuan terutama yang menyangkut ekonomi Islam lebih mendalam. Kearifan lokal yang sekarang sedang booming dibicarakan kaitannya dengan local wisdom menunjukkan adanya kreativitas yang menghargai produk ekonomi Islam terutama di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dalam mengulas kearifan suku Sasak yang menggambarkan tentang wilayah dalam kesederhanaan, dilengkapi dengan kearifan lokal keindonesiaan yang memaparkan ketokohan Kuntowijoyo dalam ilmu sosial profetiknya dan Noeng Muhadjir dengan metode kualitatifnya.

Mencermati dari upaya yang dilakukan oleh Hermansyah dalam karya buku ini, saya menyambut baik atas gagasan idenya dalam rangka membangun kultur akademik yang positif sehingga menambah hazanah untuk berpacu mewujudkan karya ilmiah. Semoga ide ini dapat ditiru oleh yang lain, terutama kalangan akademisi dan semoga menjadi amal jariyah untuk kita semua.

Yogyakarta, 21 Februari 2010

Prof. Dr. H. Amir Mu’allim, MIS.

Direktur Program Pascasarjana Magister Studi Islam

Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia

Resensi Buku Pidana Mati di Indonesia

Prakata Penulis Buku:

Pidana Mati di Indonesia

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah serta menganugrahkan tetesan ilmu, kesehatan, dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan buku ini.

Minat penulis mengkaji dan meneliti Pidana Mati di Indonesia bermula dari hasil bacaan dan interaksi, baik secara langsung maupun tidak langsung, disamping itu minat itu selanjutnya berwujud ketika penulis dalam konsentrasi pada studi S-1 mengambil konsentrasi Hukum Pidana, dan hasil tulisan dalam buku ini merupakan hasil penelitian S-2 yang penulis lakukan terkait dengan Kebijakan Formulasi Pidana Mati di Indonesia namun demikian, pembahasan dalam buku ini lebih disfesifikasikan pada bagaimana Kebijakan Formulasi Pidana Mati Dalam Upaya Menanggulangi Kejahatan Narkoba. Selanjutnya pada buku ini diberi judul Pidana Mati di Indonesia, hal ini dikarenakan kajian terhadap pidana mati juga terkait erat dengan kejahatan narkoba, hal ini tentunya dengan tidak mengubah esensi kandungan buku ini yang merupakan hasil penelitian penulis.

Hasil pengamatan secara empirik dan penelitian yang mendalam terhadap dunia narkoba dan kejahatan narkoba tersebut selanjutnya dicoba dikaji dari aspek akademis teoritis yang kemudian melahirkan ide, pemikiran serta pandangan-pandangan kedepan dalam upaya penanggulangan narkoba dan bagaimana formulasi kebijakan untuk pidana mati kejahatan narkoba di Indonesia.

Adapun beberapa permasalahan yang diuraikan dalam buku ini menyangkut apakah kebijakan formulasi pidana mati dalam UU Narkoba telah menggambarkan wujud dari ide Keseimbangan/Monodualistik dan bagaimana kebijakan formulasi pidana mati dalam UU Narkoba yang akan datang. Hal ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa kebijakan formulasi pidana mati terhadap kejahatan narkoba dalam UU yang berlaku saat ini, disamping untuk mengetahui kebijakan formulasi pidana mati dalam UU narkoba yang akan datang.

Berdasarkan permasalahan yang menjadi fokus kajian dalam buku dan tujuan yang ingin dicapai maka kehadiran buku ini diharapkan dapat memberikan manfaat tidak saja secara teoritis, tapi juga secara praktis. Secara teoritis kehadiran buku ini diharapkan dapat menambah informasi atau wawasan yang lebih konkret bagi lembaga legislatif, aparat penegak hukum dan pemerintah, khususnya berkaitan dengan formulasi pidana mati yang akan datang terhadap kejahatan narkoba yang terjadi di Indonesia disamping itu juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya, dan pengkajian hukum khususnya yang berkaitan dengan kebijakan formulasi dalam menanggulangi kejahatan Narkoba. Sedangkan secara praktis, kehadiran buku ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi aparat penegak hukum dan pemerintah khususnya dalam menangani kejahatan narkoba.

Dengan menggunakan pendekatan yang berorientasi pada kebijakan yang berorientasi pada tujuan, pendekatan yang rasional, pendekatan ekonomis dan pragmatis serta pendekatan yang berorientasi pada nilai. Penulisan buku ini difokuskan pada penelitian terhadap substansi hukum yang berkaitan dengan pidana mati terhadap kejahatan narkoba, baik hukum positif yang berlaku sekarang (ius constitutum) maupun hukum yang dicita-citakan (ius constituendum). Dimana data sekunder yang berupa bahan-bahan hukum sekunder dengan memahami hukum sebagai perangkat peraturan atau norma-norma positif di dalam sistem perundang-undangan yang mengatur mengenai kehidupan manusia dikaji dan dianalisa.

Penelitian hukum normatif atau kepustakaan ini dalam penulisan buku ini mencakup : (1) penelitian terhadap asas-asas hukum; (2) penelitian terhadap sistematika hukum; (3) penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal; (4) perbandingan hukum; dan (5) sejarah hukum. Dengan demikian spesifikasi penelitian dalam penulisan buku ini adalah penelitian analitis yang merupakan penelitian untuk menggambarkan dan menganalisa masalah yang ada dan termasuk dalam jenis penelitian kepustakaan (library research) yang akan disajikan secara deskriptif.

Sumber data yang terdapat dalam buku ini didasarkan pada bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat; bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer; yaitu berupa dokumen atau risalah perundang-undangan; dan bahan hukum tersier yang memberikan penjelasan lebih mendalam mengenai bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder.

Sesuai dengan penggunaan data sekunder dalam penulisan penelitian dalam buku ini, maka pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan, mengkaji dan mengolah secara sistematis bahan-bahan kepustakaan serta dokumen-dokumen yang berkaitan. Data sekunder baik yang menyangkut bahan hukum primer, sekunder dan tersier diperoleh dari bahan pustaka, dengan memperhatikan prinsip pemutakhiran dan relevansi. Selanjutnya dianalisis secara normatif-kualitatif dengan jalan menafsirkan dan mengkonstruksikan pernyataan yang terdapat dalam dokumen dan perundang-undangan.

Dari hasil penelitian dalam buku ini, setidaknya terungkap bahwa kebijakan tentang pidana mati dalam Undang-Undang Narkoba di Indonesia yang ada selama ini belum mengimplementasikan gagasan/ide keseimbangan monodualistik sebagai nilai-nilai dasar dalam masyarakat Indonesia. Belum diimplementasikannya nilai-nilai monodualistik dalam pidana mati tersebut telah menjadikan pidana mati tidak dapat memberikan keseimbangan perlindungan terhadap individu dan masyarakat. Ketidakmampuan pidana mati memberikan perlindungan yang integrative kepada individu dan masyarakat nampak dari kenyataan kebijakan pidana mati dalam ketentuan dan aturan pelaksanaannya cenderung hanya diorientasikan pada perlindungan masyarakat sebagai refleksi atas fungsi pidana sebagai sarana pencegah kejahatan. Selain itu kebijakan tentang pidana mati dalam Undang-Undang Narkoba tidak memberikan kemungkinan modifikasi atas pertimbangan adanya perubahan atau perbaikan pada diri pelaku tindak pidana selama menjalani pidananya.

Disamping itu, kebijakan formulasi pidana mati dalam Undang-Undang Narkoba yang berlaku sampai saat ini masih tersirat adanya suatu pandangan bahwa pidana mati hanya mengedepankan perlindungan kepentingan masyarakat yang merupakan refleksi bahwa pidana sebagai sarana untuk mencegah kejahatan. Sementara perlindungan terhadap individu ( pelaku tindak pidana ) kurang mendapat perhatian. Penonjolan salah satu aspek perlindungan dengan mengabaikan aspek yang lain, baik aspek perlindungan individu dan masyarakat dalam merumuskan (tujuan) pemidanaan, tidak sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia yang berdasarkan Pancasila yang selalu mengutamakan aspek keseimbangan.

Kebijakan formulasi pidana mati dalam UU Narkoba yang akan datang selaras dengan ketentuan umum yang terdapat dalam Konsep KUHP Nasional dan sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi atas ketentuan pidana mati Narkoba dengan memperhatikan: (a) Pidana mati bukan lagi merupkan pidana pokok, melainkan sebagai pidana yang bersifat khusus dan alternatif; (b) Pidana mati dapat dijatuhkan dengan masa percobaan selama sepuluh tahun yang apabila terpidana berkelakukan terpuji dapat diubah dengan pidana penjara seumur hidup atau selama 20 tahun; (c) Pidana mati tidak dapat dijatuhkan terhadap anak-anak yang belum dewasa; dan (d) Eksekusi pidana mati terhadap perempuan hamil dan seseorang yang sakit jiwa ditangguhkan sampai perempuan hamil tersebut melahirkan dan terpidana yang sakit jiwa tersebut sembuh.

Bertolak dari kenyataan di atas maka kehadiran buku ini berusaha memberikan analisis seputar kebijakan tentang pidana mati dalam undang-undang tentang narkoba apakah telah menggambarkan wujud dari ide Keseimbangan/Monodualistik dan menawarkan elternatif kebijakannya kedepan. Agar sejalan dengan fungsi dan tujuan pembentukan hukum dalam kontek hukum Nasional di Indonesia.

Buku ini sendiri terdiri dari empat bab yang disajikan dan membahas tema yang menyangkut pendahuluan, sejarah perkembangan dan pengertian narkoba, kebijakan formulasi pidana mati dalam upaya menanggulangi kejahatan Narkoba di Indonesia dan bagian penutup yang akan berisi titik tekan dalam pembahasan tema dalam buku ini.

Setidaknya tema-tema yang diuraikan di atas, akan menjadi urgen manakala penulis mencoba menawarkan aspek pidana mati terkait dengan kejahatan penanggulangan narkoba di indonesia yang masih jarang disentuh oleh para pemerhati, peneliti dan penulis tentang hukum pidana mati. Gagasan yang penulis tawarkan adalah bagaimana kebijakan formulasi pidana mati dalam UU Narkoba yang akan datang.

Akhirnya, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada banyak pihak yang telah membantu proses penerbitan naskah buku ini. Kepada Bapak Prof. Dr. Barda Nawawi Arief (Guru Besar Hukum Pidana pada Universitas Diponegoro Semarang) yang telah meluangkan waktu untuk memberi kata pengantar untuk lebih memahami isi kandungan dalam buku ini, juga atas bimbingan dan teman diskusi dalam mendorong motivasi intelektual penulis, juga kepada Prof. Dr. Galang Asmara (Guru Besar Hukum Pidana pada Universitas Mataram) atas keluangan waktu disela rutinitas dan aktivitas beliau yang sangat padat, semoga dicatat sebagai amal kebaikan disisi allah SWT. Amin.

Ucapan terima kasih juga hendak saya haturkan kepada teman-teman di Fakultas Hukum Universitas Mataram yang telah memberikan dukungan kepada penulis untuk menerbitkan karya sederhana ini. Untuk Saudara Hermansyah (Penulis Buku Dakwah Menuju Islam Kaffah dan tengah dalam proses menerbitkan buku Kultursigrafi Ekonomi Islam di Indonesia Pertautan Antara Ekonomi Islam Dengan Lokalitas Ke-Indonesiaan Bersama Kearifan Lokal Suku Sasak di Pulau Lombok) yang telah meluangkan waktu untuk membantu penulis mendiskusikan sekaligus meng-edit naskah buku ini, saya ucapkan banyak terima kasih. Kepada rekan-rekan JAMMAIKA (Jaringan Masyarakat Madani untuk Keadilan – Berfikir Kritis, Bertindak Etis untuk Kamanusiaan) dimana saya berdiskusi, sharing pemikiran, dan berbuat untuk menekuni jalur akademis saya. Juga untuk istri saya Lale Mira Septariawati dan keluarga tercinta, buku ini sebagai ucapan terima kasih kepada mereka.

Dan terakhir kepada penerbit yang telah bersedia menerbitkan karya sederhana ini penulis menghaturkan banyak terima kasih.

Mataram, April 2010

Syamsul Hidayat




Kata Sambutan Atas Terbitnya Naskah Buku:

Pidana Mati di Indonesia

Prof. Dr. Barda Nawawi Arief

Guru Besar Hukum Pidana Pada Universitas Diponegoro Semarang

Kajian tentang pidana mati maupun isu diseputar dunia narkoba menjadi perhatian serius pemerintah dan seluruh elemen masyarakat, hal ini setidaknya diakibatkan oleh dampak negatif yang diakibatkan oleh zat terlarang ini bagi regenerasi bangsa ini, baik intra maupun antar generasi.

Dalam mengantisipasi ancaman dan bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, Indonesia secara keseluruhan telah memiliki perangkat Undang-undang sebagai berikut yakni Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang No. 8 Tahun 1996 Tentang Pengesahan Konvensi Psikotropika 1971, Undang-Undang No. 7 Tahun 1997 Tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika 1988, Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika, Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika, Undang-Undang N0. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

Upaya penanggulangan masalah kejahatan narkoba diperlukan adanya kebijakan hukum pidana (penal policy). Kebijakan tersebut harus dikonsentrasikan pada dua hal, yang pertama mengarah pada kebijakan aplikatif yaitu kebijakan menyangkut bagaimana mengoperasionalisasikan peraturan perundang-undangan hukum pidana yang berlaku pada saat ini dalam rangka menangani masalah narkoba. Sedangkan yang kedua adalah kebijakan formulatif atau kebijakan yang mengarah pada pembaharuan hukum pidana (penal law reform) yaitu kebijakan menyangkut bagaimana merumuskan peraturan perundang-undangan hukum pidana (berkaitan pula dengan konsep KUHP baru) khususnya dalam rangka menanggulangi kejahatan narkoba pada masa mendatang.

Meski sudah menjadi wacana klasik, pro-kontra seputar penerapan hukuman mati tetap menjadi perdebatan serius di kalangan masyarakat dunia, termasuk di Indonesia. Di tengah kecenderungan global akan moratorium hukuman mati, praktek tersebut justeru masih lazim diterapkan di Indonesia. Bahkan, dalam kurun sebelas tahun terakhir (tepatnya pasca reformasi, 1998-2009), Indonesia tercatat telah mengeksekusi mati setidaknya 20 orang. Angka ini jauh lebih besar ketimbang periode 1945-2003 yang hanya mengeksekusi mati 15 orang. Wajar saja, jika Indonesia, menurut catatan Amnesty International, kini menjadi salah satu negara yang paling banyak menjatuhkan hukuman mati dibanding negara lain di dunia.

Secara yuridis formal, penerapan hukuman mati di Indonesia memang dibenarkan. Hal ini bisa ditelusuri dari beberapa pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang memuat ancaman hukuman mati. Di luar KUHP, tercatat setidaknya ada 6 (enam) peraturan perundang-undangan yang memiliki ancaman hukuman mati, semisal UU Narkotika, UU Anti Korupsi, UU Anti terorisme, dan UU Pengadilan HAM, UU Intelijen dan UU Rahasia Negara. Hal ini menunjukkan bahwa hukuman mati di Indonesia semakin eksis dalam tata peraturan perundang-undangan di Indonesia. Lebih dari itu, eksekusi hukuman mati di Indonesia menunjukkan kecenderungan meningkat pada tahun-tahun terakhir.

Namun, seiring dengan maraknya gagasan humanisme atau nilai-nilai kemanusiaan universal yang merebak seusai perang dunia kedua, adanya hukuman mati menjadi tidak logis lagi dalam kehidupan modern saat ini. Dengan kata lain, menurut para pembela HAM, dinamisasi hukum pidana di dunia saat ini telah bergeser dari teori pembalasan ke teori rehabilitasi, di mana teori tersebut bersifat clinic treatment.

Dan dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang dikaji dalam buku yang ditulis Saudara Syamsul Hidayat ini mengandung pemikiran reformasi tentang pidana mati yang menetapkan sebagai (1) “pidana khusus/eksepsional dan tidak dapat dijatuhkan terhadap anak” (2) “pidana mati merupakan pidana alternatif yang digunakan sangat selektif dan sebagai upaya terakhir” (3) upaya terakhir dijatuhkan/dilaksanakannya pidana mati melalui berbagai tahapan. Rumusan tersebut mengimplementasikan ide keseimbangan monodualistik, yang memberi kesempatan terpidana memperbaiki diri. Rumusan KUHP ini sudah cukup terlihat mengakomodir perdebatan tentang pidana mati selama ini.

Berkaitan dengan hal tersebut, bangsa Indonesia dalam peraturan perundang-undangannya juga perlu mengkaji pidana mati pada Undang-Undang Khusus lainnya untuk di sesuaikan dengan Konsep KUHP dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan kedepan.

Bertolak dari kenyataan di atas, buku yang ditulis oleh Saudara Syamsul Hidayat ini juga berusaha memberikan analisis seputar kebijakan tentang pidana mati dalam Undang-undang tentang Narkoba dengan menggambarkan wujud dari ide Keseimbangan/Monodualistik dan menawarkan alternatif kebijakannya kedepan agar sejalan dengan fungsi dan tujuan pembentukan hukum dalam konteks hukum Nasional di Indonesia.

Kehadiran buku ini dengan demikian menjadi sangat penting sebagai suatu sumbangan pemikiran dari kalangan akademisi di dalam proses penyempurnaan pidana mati terkait dengan narkoba. Buku ini juga, sebagaimana pengakuan penulisnya merupakan buah karya penulis berdasarkan penelitian dan pengalamannya selama berinteraksi baik secara langsung maupun tidak langsung yang berhubungan dengan dunia narkoba.

Sebagai orang yang konsen dalam mengkaji aspek pidana, penulis telah menunjukkan keahliannya dalam bidang yang digelutinya. Mencermati dari upaya yang dilakukan oleh Saudara Syamsul Hidayat dalam karyanya ini, saya menyambut baik atas produktivitas dan kreativitas idenya dalam rangka membangun kultur akademik yang positif sehingga menambah hazanah untuk berpacu mewujudkan karya ilmiah. Saya berharap buku ini dapat menjadi salah satu karya akademik pelengkap yang penting disamping buku-buku yang lain dan semoga ide ini dapat ditiru oleh yang lain, terutama kalangan akademisi dan semoga menjadi amal jariyah untuk kita semua.

Semarang, April 2010

© Kontak : Herman_bismillah@Yahoo.co.id