Kata Sambutan Atas Terbitnya Naskah Buku:
“Kultursigrafi Ekonomi Islam di Indonesia”
(Pertautan Antara Lokalitas dan KeIndonesiaan Bersama Kearifan Lokal Suku Sasak di Pulau Lombok)
Bismillahirrahmanirrahiem
|
Berekonomi Islam dalam alur sejarah sudah dimulai jauh sebelum Nabi Muhammad SAW, membawa ajaran dan praktek berekonomi Islam. Hal ini dapat dilacak antara lain tentang kisah Nabi Yusuf a.s, yang menampilkan manajemen pengelolaan dan pendistribusian kekayaan dalam situasi dan kondisi negara pada masa krisis yang akhirnya dapat diselesaikan dengan tanpa menimbulkan gejolak, baik dikalangan elit kenegaraan maupun dikalangan rakyat bawah.
Praktek berekonomi Islam atau dalam sebutan lain berekonomi syariah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW dengan ragam dan modelnya akhirnya dimaknai dan dipahami oleh para ilmuan sebagai sesuatu yang ideal. Ini sesuai dengan prinsip al-Islamu yu’la wala yu’la ‘alaih. Berangsur, model yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW ini dijadikan sejumlah teori oleh para pakar yang peduli dengan ekonomi Islam dan dipraktekkan oleh sejumlah lembaga yang ingin mempraktekkan teori tersebut. Secara kuantitatif, perkembangan ekonomi Islam baik dalam skala internasional maupun nasional membuktikan angka yang menjanjikan, begitu pula secara kualitatif keberadaan lembaga ekonomi Islam sudah teruji eksistensinya. Di Indonesia sendiri secara normatif keberadaan lembaga ekonomi Islam sudah mendapat legalitas yang dimulai dengan diundangkannya Undang-Undang nomor 10 tahun 1998 yang diperkuat dengan Undang-Undang nomor 23 tahun 1999 yang menerapkan kebijakan dibidang moneter berdasarkan prinsip syariah. Lebih dari itu, Undang-Undang nomor 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama secara eksplisit memberi peluang untuk menangani dan menyelesaikan kasus-kasus ekonomi Islam menjadikan lebih mantap dan percaya diri.
Sejumlah buku yang membicarakan ekonomi Islam sangat membantu untuk mengerti dan memahami apa dan bagaimana serta manfaat apa yang diperoleh dalam berekonomi Islam terlepas dari segala kekurangan dan kelebihannya, tetapi setidaknya apa yang dilakukan sejumlah pakar/ilmuan dapat menambah kemantapan atau minimalnya menambah wawasan dalam hal ekonomi Islam. Buku yang ditulis oleh saudara Hermansyah yang pada waktu menulis buku ini masih berstatus mahasiswa Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia sangat patut dihargai karena ditengah kesibukannya sebagai seorang mahasiswa masih sempat berkarya yang ini tidak banyak dilakukan oleh yang lain.
Buku yang berjudul “Kultursigrafi Ekonomi Islam di Indonesia” ini saya nilai unik, karena buku ini mendialogkan antara aspek filosofi yang berbicara apa dan bagaimana ekonomi di dalam al-Qur’an dan Hadis kemudian dikembangkan bagaimana ekonomi Islam dalam wacana pemikiran ulama salaf dan ulama kholaf kemudian secara lebih khusus memaparkan bagaimana ekonomi Islam di Indonesia. Secara arif saudara Hermansyah memaparkan sosok tokoh Indonesia Kuntowijoyo, seorang sejarahwan yang dihadirkan dalam mengulas ekonomi profetik karena Kunto dengan keilmuan dibidang ilmu sosial profetik dapat melengkapi pandangan makronya dalam dataran keilmuan.
Sistematika buku ini menunjukkan adanya pemikiran yang konprehensip dalam memaparkan sebuah karya ilmiah. Karena menurut disiplin metodologi keilmuan, sebuah karya ilmiah unggul manakala minimalnya memiliki enam ciri yakni, keluasan, kompleksitas, kecermatan, keterincian, kreativitas dan kemanfaatan. Keenam ciri tersebut nampak dalam pembicaraan buku ini yang ditengarai susunan bab yang secara filosofi diawali dengan pembicaraan tentang paradigma ekonomi dan ekonomi Islam, ekonomi Islam dalam al-Qur’an dan Hadis, pandangan para pakar klasik sampai pada pandangan para tokoh idola sekarang seperti Syahrur dan Hasan Hanafi. Teori maqoshid dan maslahah yang dalam filsafat ilmu berhubungan dengan epistemologi dan aksiologi menjadikan ulasan buku ini menjadi lebih kompleks, sehingga membuka pengembaraan di bidang keilmuan terutama yang menyangkut ekonomi Islam lebih mendalam. Kearifan lokal yang sekarang sedang booming dibicarakan kaitannya dengan local wisdom menunjukkan adanya kreativitas yang menghargai produk ekonomi Islam terutama di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dalam mengulas kearifan suku Sasak yang menggambarkan tentang wilayah dalam kesederhanaan, dilengkapi dengan kearifan lokal keindonesiaan yang memaparkan ketokohan Kuntowijoyo dalam ilmu sosial profetiknya dan Noeng Muhadjir dengan metode kualitatifnya.
Mencermati dari upaya yang dilakukan oleh Hermansyah dalam karya buku ini, saya menyambut baik atas gagasan idenya dalam rangka membangun kultur akademik yang positif sehingga menambah hazanah untuk berpacu mewujudkan karya ilmiah. Semoga ide ini dapat ditiru oleh yang lain, terutama kalangan akademisi dan semoga menjadi amal jariyah untuk kita semua.
Yogyakarta, 21 Februari 2010
Prof. Dr. H. Amir Mu’allim, MIS.
Direktur Program Pascasarjana Magister Studi Islam
Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia
0 Comments:
Post a Comment