Jumat, 21 Januari 2011

Kata Sambutan (3) Atas Terbitnya Naskah Kultursigrafi Ekonomi Islam di Indonesia

Lalu Agus Sarjana

(Budayawan Propinsi Nusa Tenggara Barat)


Buku Saudara Herman ini menawarkan aspek metodologi-epistemologi dan model kajian ekonomi Islam Indonesia dengan tawaran bagaimana mempertautkan ekonomi Islam Indonesia dengan lokalitas ke-Indonesiaan. Secara akademis, saya pandang buku ini sangat penting dikaji baik sebagai pengantar studi ekonomi Islam Indonesia maupun sebagai kerangka metodologi dalam rangka menemukan secara spesifik ilmu ekonomi yang dilandasi oleh ajaran al-Qur’an dan Sunnah Rasul dengan tidak mengabaikan metode berpikir kritis dan ilmiah. Persoalan yang selalu kita hadapi dalam menyelaraskan ajaran agama, ilmu pengetahuan dan tradisi kehidupan manusia sehari-hari, selalu saja menuai konflik, penolakan dan bahkan pertentangan yang sangat tajam. Upaya untuk menarik akar masalah dan mencari solusi, sering dicurigai sebagai penyimpangan, pelintiran, dan pemutarbalikan fakta dan realitas. Saya kira, buku Saudara Herman ini adalah sebuah keberanian ilmiah yang siap menuai predikat sebagai bunga rampai pandangan ilmuwan yang menyimpang dari pandangan umum. Terutama tuduhan itu sering di alami oleh mereka yang kritis terhadap teori-teori yang sudah usang yang tidak dapat menerima realitas masa kini sebagai kenyataan yang tidak apa adanya.

Merintis kerja ilmiah seperti ini, bagi saya adalah sebuah jihad paradigmatic yang jauh lebih rumit dan sulit jika dibandingkan dengan jihad structural. Kesalahan sebuah teori tidak begitu saja dapat diamati dalam penerapannya di dunia empiris, tetapi lebih pada kesalahan aproksimasi dan asumsi landasan dogmatika yang dibangun secara koheren dan konsisten. Kesungguhan Saudara Herman untuk mendalami konsep dasar dan teori ilmu sosial seperti Ilmu Sosial Profetik ala Kuntowijoyo agaknya memang berada di luar landasan umum teori ekonomi yang ada. Begitu juga dalam mengambil inisiatif teori batas Syahrur sebagai sebuah bahasa dalam interpretasi simbolik istilah istiqamah dan hanifiyah dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasul, jauh berada pada ranah disiplin ilmu ekonomi itu sendiri. Seterusnya Kiri Islam dari Hasan Hanafi, semakin menunjukkan bahwa Saudara Herman cukup punya “nyali” dan tampaknya sudah memasang kuda-kuda yang kokoh untuk mendialogkan dalam mimbar ilmiah baik untuk saat ini maupun dalam pengembangannya ke depan.

Dari kalangan tradisional yurisprudensi Islam, Saudara Herman juga mengetengahkan persoalan nasikh-mansukh Thaha yang sudah pasti mengundang kontroversi yang tajam di tengah kemelut ilmuwan ekonomi Islam Indonesia dan juga praktek langsung dalam kehidupan sosial-ekonomi masyarakat Indonesia. Demikian juga halnya dengan reaktualisasi pemikiran fiqih yang berkaitan dengan legitimasi teori ekonomi Islam dan teori ekonomi konvensional. Masalah ini sebenarnya lebih kental dengan pertikaian cabang dan fanatisme kemazhaban, sehingga secara praktis kecenderungan masyarakat sebagai pendengar lebih antipati terhadap pendekatan yang lebih segar dan menggugah pikiran masyarakat sendiri. Tampaknya masyarakat Indonesia masih memandang kenyataan sebagai apa adanya daripada menilai bahwa kenyataan itu tidak seperti apa adanya.

Perkara-perkara zakat, infaq dan shadaqah dipandang secara sederhana sebagai ibadah pribadi yang tata kelolanya tidak melalui sebuah lembaga atau manajemen yang berdaya guna. Sementara itu praktek riba di masyarakat dianggap sesuatu yang lumrah dan seakan-akan menjadi solusi dalam situasi yang mendesak dan cepat. Bahkan pada kondisi tertentu praktek riba disiasati seakan-akan dihalalkan oleh mereka sekedar hanya menghindari fatwa ulama dan kiyai mereka sebagai perbuatan terlarang, haram dan berdosa. Praktek perbankan syariah misalnya sebagai dikatakan para cendikiawan muslim, lebih cenderung melihat produk-produk perbankan syariah dengan standar suku bunga bank konvensional, sehingga setiap transaksi pembiayaan dengan nasabah selalu dihitung berdasarkan perbandingan dengan bunga bank konvensional. Praktek ini sebenarnya sangat jauh dari semangat ajaran al-Qur’an dan Sunnah Rasul yang melihat Bait al-Mal sebagai distribusi kemaslahatan umat secara sosial-ekonomi. Setiap kegiatan perbankan syariah seharusnya tidak melihat laba atau rugi sebagai pertambahan nilai dan keunggulan komparatif dengan perbankan konvensional, tetapi berdasarkan konsep anggaran berimbang yang menggambarkan keberpihakan terhadap pemerataan kesejahteraan melalui mereka yang produktif melayani kebutuhan mereka yang non-produktif, sehingga pada fase tertentu mereka mampu meningkatkan kesejahteraan dan menjadi produktif.

Tema selanjutnya yang disuguhkan buku ini adalah persoalan lokalitas yang selama ini memang luput dari konteks ilmu ekonomi yang bersifat mikro dan langsung menyentuh sektor-sektor riel dalam denyut nadi perekonomian secara regional maupun global. Semangat primordial saudara Herman sangat membanggakan bagi saya, karena sampai sekarang saya yakin inti semua persoalan yang lebih luas berada di tataran lokalitas dan kearifan budaya lokal itu sendiri. Karena itu saya sangat respek terhadap kajian menggali kearifan lokal dan model pendekatan ekonomi Islam. Seterusnya kajian tentang kearifan lokal Suku Sasak di pulau Lombok dalam mencegah potensi konflik menunjukkan begitu kuat semangat saudara Herman untuk mengungkap jati diri, karakter dan trait Suku Sasak sehingga menjadi Lombok Style yang seiring dengan keberadaan American Style sebagai wujud kearifan global. Mungkin saudara Herman teringat sebuah pernyataan “Hubb al-Wathan min al-Iman”, sehingga tampilan tema kajian ini sungguh merupakan penghargaan yang tinggi terhadap tanah tumpah darah dan menghindari penikmat para perantau diaspora yang menyebut, “hujan emas di negeri orang lebih baik dari hujan batu di negeri sendiri”.

Lazimnya orang Timur, apa yang tidak baik dalam penampakan jati diri sudah pasti merupakan adab dan tata tertib yang menyimpang dari adat sebagai aturan dasar yang waris-mewarisi dari nenek moyang kita yang sangat terkenal dengan kearifan lokal Suku Sasak. Dalam peradaban Majapahit, Suku Sasak sudah dikenal mempunyai falsafah “Sasak Adhi Lomboq Mirah” yang tidak beda dengan “Bhinneka Tunggal Ika” bangsa Indonesia. Selanjutnya muhibah ilmiah sejak bergentayangannya bangsa Eropa ke Nusantara, Suku Sasak selalu menjadi tempat persinggahan, taruhlah yang paling terkenal adalah Alfred Wallace yang terkenal dengan garis Wallacenya itu. Jelas posisi geografis dan eksistensi Suku Sasak di pulau Lombok adalah tambang ilmu yang tak akan habis tergali. Hingga saat ini program GTZ dari Jerman pun mencoba bekerja sama dengan pemerintah daerah Lombok Tengah dalam rangka mengungkap Lombok Style. Secara ringkas, saya sampaikan bahwa peradaban global akan berpindah dari modus wahyu dan akal ke modus adat sebagai perwujudan kearifan tradisional sebagaimana pernyataan Thomas S. Khun bahwa sejarah ilmu adalah titik tolak perubahan yang bersifat revolusioner melalui perubahan paradigma. Tampaknya buku ini sedang mempelajari sebuah perubahan paradigma yang akan menggelinding seperti bola es terutama kajian yang berkaitan dengan ilmu ekonomi dan khususnya ilmu ekonomi Islam.

Dengan berbagai pendekatan ilmu sosial profetik, gerakan kiri Islam dan teori batas sebenarnya dalam tataran paradigmatik sudah memadai untuk mengkonstruk pendekatan sistem ekonomi Islam -betapapun istilahnya masih debatebel- karena jelas Kuntowijoyo menghendaki paradigma al-Qur’an dan Sunnah Rasul sudah muncul sebagai terminologi yang valid secara ilmiah. Pendekatan revolusi ilmiah yang dikemukakan dalam wacana kiri Islam oleh Hasan Hanafi juga mewakili ciri khas sejarah ilmu sebagai sebuah keniscayaan dalam perubahan paradigmatik yang disetujui oleh Thomas S. Khun. Sedangkan teori batas yang dikemukakan oleh Syahrur sedikit tidak menggambarkan upaya para cendekiawan Muslim membangun sistem ekonomi yang berparadigma al-Qur’an dan Sunnah Rasul sudah dicontohkan dengan bahasa grafis melalui kurva dan garis, sebagai bahasa umum dalam ekonometri. Maka sebaiknya konsep Ilmu Sosial Profetik dari Kuntowijoyo perlu dipertajam dan konsep multikulturisme Parsudi Suparlan dapat didiskursuskan bersama konsep revolusi ilmiah Hasan Hanafi sehingga menghasilkan zakat sebagai system ekonomi yang akan berbeda aplikasinya dengan mazhab mainstream yang saat ini sedikit banyak menuai kritik tajam. Sedangkan metode kualitatif Noeng Muhadjir dihadapkan dengan teori batas Syahrur sehingga validasi konsep dan verifikasi praksis penerapan teori dapat berjalan saling menguatkan.

Pendekatan sosial dalam penerapan praksis dalam kehidupan mayarakat muslim, ada baiknya dilakukan dengan membangun persepsi yang benar tentang zakat sebagai sistem ekonomi melalui apek psikologis dimana pada dasarnya masyarakat kita masih tergolong sebagai penggembira (muhibban) atau masih beberapa yang naik kelas pendengar setia (mustami’an). Sementara itu pada tingkat pakar atau ekspert masih perlu membangun kekuatan paradigmatik yang berfungsi sebagai (muta’alliman) sedangkan guru besar dan para profesor kita menjadi pengajar (‘aliman) yang spesialist dalam bidang ilmu ekonomi konvensionl maupun kontemporer merumuskan zakat sebagai system ekonomi yang sudah pasti berparadigma al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Jelas zakat sebagai system ekonomi tidak lagi berkiblat ke Barat maupun ke Timur, bukan lagi berpaham Kapitalisme maupun Marxisme. Setelah aspek psikologisnya terpenuhi baru kita masuk ke aspek ekonomi dalam arti sektor riel pada setiap kebutuhan hidup pribadi, keluarga, masyarakat maupun Negara, dimana pada aspek ekonomi ini antara gagasan pembuktian (konsep, teori atau ide) bersentuhan langsung dengan pembuktian gagasan (lapangan kerja, praksis dan kebutuhan riel). Hanya saja memang antara mazhab mainstream dan kepentingan IDB yang lebih mengedepankan kemazhaban ini yang perlu disentuh, sehingga mampu berkolaborasi dengan zakat sebagai system ekonomi baik dalam tataran suprastruktur, struktur maupun infrastrukturnya.

Sifat adaptif dan interaksi yang sangat intensif sudah pasti menjadi semangat dan jiwa keberhasilan menjadikan zakat sebagai system ekonomi dalam masyarakat muslim dan didorong dengan aspek psikologis tadi yang membangun image, persepsi dan Muslim Style, maka tahapan selanjutnya adalah aspek politis dalam arti kemampuan menyatakan bahwa zakat sebagai system ekonomi adalah berkaitan dengan sektor riel tadi sebagai pilar sistem ekonomi sebuah Negara-Bangsa dan sudah pasti antar negara-negara muslim se-dunia. Saya pikir, inilah urgensi buku ini hadir di hadapan kita semua. Menimbang bahwa keberagamaan kita sudah mulai letih dengan kemazhaban, melihat bahwa rakyat kita telah lelah berdemokrasi, maka dengan mengedepankan kearifan tradisional melalui etika, moral dan akhlaq yang sederhana yang tertanam dalam kehidupan masyarakat kampung, desa dan negari mungkin merupakan solusi yang tidak pernah terkena polusi. Dan saya kembali mengingatkan pembaca, bahwa tema kearifan lokal yang dicontohkan dalam kajian ini, saya pikir adalah tepat dan benar, sehingga saudara Herman seperti mengharuskan mencantumkan sebagai tema sentral dalam buku ini.

Semangat saudara Herman menyusun naskah dalam buku ini perlu dan penting mendapat dukungan semua pihak, bukan hanya para ilmuwan, praktisi maupun teknisi, akan tetapi juga semangat ini perlu dikemukakan kepada publik, masyarakat luas, bahkan memasuki meja-meja para pejabat Negara. Bila kenyataan hidup sebuah bangsa mengalami pasang surut dari krisis, sudah pasti ada yang luput dari pengamatan kita, sehingga ekonomi nasional selalu masuk angin. Sudah saatnya wong cilik, masyarakat perdesaan dan kaum pinggiran yang termiskinkan perlu mendapat porsi yang adil dalam rangka membangun kembali sistem perekonomian baru yang tidak selalu tergantung dengan sistem ekonomi yang sangat jauh dari keseharian kita. Kalau boleh, zakat sebagai sistem ekonomi menjadi sebuah tawaran bagi bangsa Indonesia memulai era baru dalam mengarungi pasang surutnya peradaban dunia, maka saya yakin melalui buku Saudara Herman ini, adalah sebuah pemantik bagi seluruh komponen bangsa untuk memikirkan, merasakan dan menerapkan secara bersama.

Selamat menikmati pengembaraan yang jauh dalam uraian buku ini, dan semoga mendapat bekal untuk kembali menata kehidupan kita yang lagi carut marut. Semoga jerih payah saudara Herman mengupas konsep-konsep dalam buku ini mendapatkan sertifikat kreasi yang setimpal. Saya sekali lagi berterima kasih atas kehadiran buku ini sebagai pemantik bagi semangat membangun zakat sebagai sistem ekonomi. Mudah-mudahan senandung harapan mencapai tujuan dan yakin usaha sampai.

0 Comments:

© Kontak : Herman_bismillah@Yahoo.co.id