Jumat, 21 Januari 2011

Kata Sambutan (2) Atas Terbitnya Naskah Kultursigrafi Ekonomi Islam di Indonesia

Drs. Yusdani, M.Ag.*

(Dosen Pada Fakultas Ilmu Agama Islam dan Ketua Divisi Kajian dan Penelitian Pusat Studi Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta)

SALAH satu karakteristik yang muncul di era reformasi di Indonesia adalah kebebasan dalam berekspresi, baik itu dalam pemikiran ekonomi, politik dan lain sebagainya. Berangkat dari sinilah perlu diketahui bagaimana pemikiran ekonomi Islam Indonesia pada era reformasi, yang menjadi momen tepat bagi para pendukung ekonomi Islam untuk menawarkan konsep dan gagasannya dalam menyelesaikan persoalan ekonomi tersebut yang berujung pada kesejahteraan manusia, khususnya masyarakat Indonesia.

Era reformasi dalam batas tertentu merupakan era baru dan membawa angin segar bagi Indonesia khususnya bagi umat Islam, karena selama di bawah rezim orde baru Islam hampir tidak mempunyai kesempatan untuk menunjukkan eksistensinya, kecuali pada tahun '90-an yang disimbolkan dengan lahirnya ICMI. Begitu juga halnya pada bidang ekonomi dengan berdirinya Bank Muamalah Indonesia. Dalam catatan Dawam Rahardjo pada era reformasi telah terjadi kebangkitan Islam, terutama dalam bidang politik, yang dapat dilihat dari beberapa gejala. Pertama, lahirnya sejumlah partai-partai Islam yaitu, partai-partai yang mendasarkan dirinya pada Islam sebagai ideologi politik, walaupun partai-partai tersebut mengalami kekalahan dalam pemilu 1999. Kedua, lahirnya dan penampakan diri secara terbuka sejumlah organisasi berhaluan radikal fundamentalis yang secara lebih fokus dan tegas menginginkan ditegakkannya syari'at Islam dengan metode jihad. Ketiga, tuntutan atau rencana sejumlah daerah propinsi, khususnya Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan kabupaten baik di Jawa maupun di luar Jawa, untuk menerapkan syari'at Islam, melalui legislasi di daerah dalam rangka otonomi daerah.[1]

Salah satu diskursus yang muncul di era reformasi adalah tentang ekonomi Islam. Wacana dan pengembangan ekonomi Islam di Indonesia memasuki era reformasi semakin mengemuka dan gencar dikampanyekan, baik melalui media cetak maupun elektronik, jurnal-jurnal ilmiah, buku-buku baik tulisan orang Indonesia sendiri maupun terjemahan dari bahasa asing. Pada sisi praktis perkembangan ekonomi Islam juga ikut berkembang, sebagai indikator sederhana dapat dibuktikan dengan semakin bertambahnya lembaga-lembaga keuangan yang mengindikasikan dan mengidentifikasikan dirinya sebagai lembaga keuangan syari'ah/ Islam, terlepas dari berbagai motivasi yang ada di baliknya. Kajian yang intensif dan serius di lembaga-lembaga pendidikan, khususnya di perguruan tinggi juga semakin merebak, dapat dibuktikan dengan adanya jurusan atau konsentrasi ekonomi Islam, seperti konsentrasi atau jurusan muamalah, baik itu di perguruan tinggi agama (Islam) seperti UIN, IAIN, STAIN, PTIS, UII, ataupun perguruan tinggi umum.

Di samping marak bermunculan institusi-institusi ekonomi lain yang berlabelkan Islam atau Syari’ah: Asuransi Syari’ah, Multilevel Marketing (MLM) Syari’ah bahkan juga perusahaan percetakan dan toko swalayan Islam. Ada satu kesamaan mendasar dari kesemua institusi di atas, yaitu mencoba menerapkan sistem ekonomi yang diyakini sesuai dengan ajaran Islam. Tujuan mereka dinyatakan tak hanya untuk meraih keuntungan finansial, melainkan juga untuk berdakwah dan meraih rida Allah.

Pengembangan ekonomi Islam di Indonesia tersebut, cukup menarik untuk diamati sebab ekonomi Islam pada kenyataannya tidak hanya berhenti pada tataran akademis dan perdebatan metodologis, melainkan juga masuk ke wilayah praktis. Dalam kaitan ini, diketahui misalnya, sistem perbankan non-bunga yang dilandaskan pada konsep Ekonomi Syari’ah atau Ekonomi Islam sebagaimana yang digagas oleh Amin Aziz, Syafi’i Antonio dan Adiwarman Karim, kini secara sah diakui sebagai bagian dari sistem perbankan Indonesia. Terkait dengan ini, ada biro khusus di Bank Indonesia yang menangani perbankan tanpa bunga.

Perkembangan ekonomi Islam di atas, masih terdapat kesenjangan. Jika ekonomi Islam sebagai suatu disiplin Ilmu Pengetahuan pada level akademis bersifat relatif terbuka dengan memberi ruang pada berbagai ujicoba pemikiran, sedangkan pada bidang yang lebih praktis, segala sesuatunya dirancang sedemikian rupa seolah telah jelas sejelas-jelasnya. Menjadi bagian dari promosi, bahwa perbankan Islam adalah perbankan berbasis sistem bagi hasil, bukan perbankan berbasis bunga yang dinilai “melanggar ajaran Islam” yang menyebabkan pelaku maupun nasabahnya menanggung konsekuensi dosa. Demikian pula, produk asuransi yang sesuai dengan ajaran Islam adalah yang dikeluarkan perusahaan yang berlabelkan Islam. Selain itu, jatuh pada keharaman karena di dalamnya ada praktik garar (ketidakjelasan pengelolaan dana) dan semacamnya. Begitu juga, perusahaan MLM yang sesuai dengan ajaran Islam adalah perusahaan MLM Syari’ah. Perusahaan MLM lain yang didirikan oleh non-Muslim atau Muslim yang tidak menunjukkan jati diri syari’ahnya dinyatakan sebagai “tidak sesuai dengan ajaran Islam

Ekonomi Islam, menurut para pendukungnya, dibangun berdasarkan prinsip-prinsip religius, berorientasi dunia dan akhirat. Dalam tataran paradigma seperti ini, para ekonom muslim masih dalam satu kata atau setidaknya, tidak ada perbedaan yang berarti.[2] Mayoritas para ekonom muslim sepakat mengenai fondasi filosofis sistem ekonomi Islam: Tauhid, Khilafah, Ibadah, dan Takaful[3], Khursid Ahmad menambahkan: Rububiyyah dan Tazkiyah[4], serta Mas-uliyyah[5]. Namun ketika dipersoalkan bagaimana ilmu ekonomi Islam tersebut dikembangkan dan dipraktekan di Indonesia? Dalam memecahkan masalah ini timbul perbedaan sehingga ada yang membagi mazhab ekonomi Islam itu menjadi tiga yaitu; mazhab Baqir al-Sadr, mazhab mainstream dan mazhab alternatif-kritis[6]. Akan tetapi, pengembangan pemikiran ketiga mazhab ini belum begitu pesat, kecuali mazhab mainstream.

Oleh karena itu, ekonomi Islam baik dalam wilayah teoritis-konseptual maupun dalam wilayah praksis tidak terlepas dari kritik. Kritik yang dilakukan oleh sejumlah ekonom pada umumnya dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar. Pertama, aliran yang mengatakan ekonomi Islam adalah penyesuaian sistem Kapitalis atau disebut "the Adjusted Capitalism School". Kedua, disebut dengan kelompok konvensional atau the Conventional School". Ketiga adalah kelompok perbedaan paham atau "The Sectarian Diversity School"[7]. Ada juga pernyataan kritis yang sepintas nampak sederhana namun cukup mendasar: apakah ekonomi Islam merupakan kapitalisme minus riba atau sosialisme plus Islam?[8] Kemudian ada lagi kritik yang cukup tajam terhadap para ekonom Islam yang selama ini selalu mengkritik sistem ekonomi lain.

Fenomena di atas secara keseluruhan menjelaskan bahwa, ekonomi Islam lebih berhasil menjelaskan apa yang bukan ekonomi Islam, daripada menentukan apa yang membuat ekonomi Islam berbeda sama sekali dengan sistem ekonomi lain. Ekonomi Islam juga lebih banyak mengungkapkan kelemahan sistem lain daripada menunjukkan (bahwa ekonomi Islam) secara substansial lebih baik.[9] Semua kritik yang diajukan terhadap ekonomi Islam tersebut merupakan tantangan dan sekaligus menjadi tuntutan serta perhatian bagi para pendukung ekonomi Islam untuk mengembangkan kajian ekonomi Islam lebih jauh lagi.

Studi atau penelitian tentang ekonomi Islam dalam konteks studi Islam di Indonesia sekalipun sudah mulai dilirik tetapi masih terbatas. Sementara itu, kajian atau studi keislaman dalam konteks Indonesia sekalipun telah banyak dilakukan oleh para intelektual baik dari Indonesia sendiri maupun dari luar negeri, muslim maupun non muslim. Akan tetapi studi-studi tersebut lebih banyak pada bidang hukum Islam[10] Islam dan politik[11], studi Qur'an atau tafsir[12], tasawuf[13], pemikiran keislaman secara umum (pemikiran tokoh) dan sebagainya[14].

Sementara itu kajian ekonomi Islam yang telah dilakukan selama ini secara umum masih belum bergeser dari empat (4) corak kajian.[15] Pertama, kajian ekonomi Islam dalam lingkup normatif, dalam arti upaya menjelaskan dasar-dasar filosofis atau normatif suatu kajian ekonomi yang sesuai dengan tuntunan Islam, menurut ajaran baku dalam al-Qur'an dan Hadis. Kedua, studi ekonomi Islam hasil pemikiran atau penyelidikan para fuqaha, atau pakar ekonomi, sosiolog, dan sebagainya seperti Ibnu Khaldun, Ibnu Taimiyyah, Abu Yusuf, Umer Chapra dan sebagainya yang dilakukan secara kritis, baik melalui pemeriksaan teori dan tesis yang dikemukakan maupun melalui pengujiannya terhadap perilaku ekonomi muslim. Ketiga, penelitian perbandingan antara perilaku ekonomi muslim dengan konsep sistem ekonomi Islam yang teoritis. Atau menghadapkan perilaku ekonomi muslim kepada nilai-nilai Islam. Keempat, kajian perbandingan antara konsep sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi kapitalis dan sosialis serta perkembangan ekonomi kontemporer (gejala sistem ekonomi dunia). Juga bisa ditambahkan disini perbandingan pemikiran antara para ekonom Islam itu sendiri, seperti yang dilakukan oleh Mohammed Aslam Haneef (1995) dalam bukunya Contemporary Islamic Economic Thought: A Selected Comparative Análysis.

Perkembangan dan pendirian program studi ekonomi Islam baik pendidikan strata satu (S1), strata dua (S2) maupun strata tiga (S3) di berbagai perguruan tinggi Islam baik negeri, swasta maupun perguruan tinggi umum sejak memasuki era reformasi sampai sekarang ini di berbagai kota di Indonesia seperti Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya menunjukkan perkembangan yang cukup pesat. Yogyakarta yang terkenal sebagai kota pendidikan/kota pelajar ini dan salah satu pusat pendidikan di Indonesia program studi ekonomi Islam S1, S2, S3 dan lembaga-lembaga keuangan Islam baik yang berupa bank maupun non bank mengindikasikan petumbuhan yang begitu pesat.

Penjelasan di atas mengindikasikan belum bergesernya corak-model kajian atau studi keislaman dan ekonomi Islam di Indonesia. Berpangkal tolak dari uraian di atas dan untuk mengembangkan ekonomi Islam, terutama untuk memenuhi tuntutan akademik. Bahkan lebih khusus lagi untuk pengembangan metodologi dan model kajian ekonomi Islam di Indonesia, buku yang ada di tangan pembaca yang berjudul Kultursigrafi Ekonomi Islam di Indonesia karya seorang penulis muda Sdr. Hermansyah mencoba menawarkan aspek metodologi dan model kajian ekonomi Islam di Indonesia yang masih jarang disentuh oleh para pemerhati, peneliti dan penulis tentang ekonomi Islam di Indonesia.

Salah satu gagasan menarik yang ditawarkan oleh penulis melalui buku ini adalah bagaimana mempertautkan ekonomi Islam dengan lokalitas ke-Indonesiaan. Dalam pandangan buku ini, untuk kepentingan pengembangan keilmuan dan metodologi ekonomi Islam di Indonesia, ekonomi Islam perlu dan harus membuka diri, berdialog, berinteraksi, dan bahkan berkolaborasi dengan kearifan lokal (local wisdom) yang begitu kaya dalam masyarakat Indonesia.

Dengan tidak bermaksud membahas isi buku ini secara keseluruhan dan tanpa bertujuan untuk mempengaruhi dan mengarahkan pikiran pembaca dalam memahami uraian buku ini, maka sebagai penutup kata pengantar buku ini, dipersilahkan kepada pembaca untuk secara langsung membaca dan mencermati isi buku ini. Selamat membaca.

Yogyakarta, Februari 2010



* Kandidat Doktor pada UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

[1]M. Dawam Rahardjo, "Pengantar: Menegakkan Syari'at Islam di Bidang ekonomi", dalam Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: IIIT, 2003), hal. xiii.

[2] Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islami (Jakarta: The International Institute of Islamic Thought Indonesia 2002), hal 13, Adiwarman Karim, "Ekonomi Islam: Suatu Kajian Ekonomi Makro", (Jakarta, The International Institute of Islamic Thought Indonesia, 2002), hal. 195-197, dan M.B Hendrie Anto, Pengantar Ekonomi Makro Islami, (Jogjakarta: Ekonisia, 2003), hal. 89-93.

[3]Mohamed Aslam Haneef, Contemporary Islamic Economic Thought: A. Selected Comparative Analysis, (Kuala Lumpur: Ikraq, 1995), hal. 2, M. Nejatullah Siddiqi, Muslim Economic Thinking: A Survey of Contemporary Literature, (Leicester: The Islamic Foundation, 1988).

[4]Khurshid Ahmad, "Economic Development in a Islamic Framework', dalam Khurshid Ahmad (ed.), Studies in Islamic Economics, (Leicester: The Islamic Foundation, 1980), hal. 178-179

[5]M. Akhyar Adnan, An Investigation of Accounting Concepts and Practices in Islamic Banks: The Cases of Bank Islam Malaysia Berhad and Bank muamalat Indonesia, PhD Thesis, (Australia: University of Wollongong, 1996), hal. 136-137

[6] Adiwarman Karim, Ekonomi Islam: Suatu Kajian Ekonomi Makro, (Jakarta: The International Institute of Islamic Thought Indonesia, 2002), hal. 195-197, dan M.B Hendrie Anto Pengantar Ekonomi Mikro Islam, (Jogjakarta: Ekonisia, 2003), hal. 89-93, Imamudin Yuliadi, Ekonomi Islam: Sebuah Pengantar, (Yogyakarta: LPPI- UMY, 2001) terutama bab II: Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.

[7]Husein Sawit, "Metodologi Penelitian Ekonomi Islam: Perlu Berbeda?", makalah yang disampaikan pada seminar Nasional berjudul: Metodologi Penelitian ekonomi Islam untuk Mengembangkan Praktek Bisnis yang Islami", P3EI FE-UII Jogjakarta 13 oktober 1997. Tulisan ini juga menjadi "Kata Pengantar" buku Goenawan Muehammad, Metodologi Ilmu Ekonomi Islam: Suatu Pengantar, (Jogjakarta: UII-Press, 2000).

[8]Ibid

[9]Jhon L. Esposito dkk (ed.), Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern", jl.2, terj. Eva Y. N. dkk., Entri Ekonomi, (Bandung: Mizan 2001), hal.4.

[10]Antara lain karya M. Atho' Mudzhar, Fatwa-Fatwa Majelis Ulama Indonesia, (Jakarta: INIS, 1993), kemudian karya Akh Minhaji, Ahmad Hasan and Islamic Legal Reform in Indonesia, (disertasi Mc Gill University, 1997).

[11]Antara lain karya Bahtiár Effendy, Islam dan Negara: Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam di Indonesia, (Jakarta: Paramadina, 1998), kemudian karya M. Syafi'i Anwar, Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia: Sebuah Kajian Politik tentang Cendekiawan Muslim Orde Baru, (Jakarta: Paramadina, 1995), dan yang terbaru karya Zainal Abidin Amir, Peta Islam Politik Pasca-Soeharto, cet I, (Jakarta: LP3ES, 2003).

[12]Antara lain karya Howard M. federspiel, Kajian al-Qur'an di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1996) kemudian yang terbaru Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia: dari Hermeneutika hingga Ideologis, (Jakarta: Teraju, 2003).

[13]Antara lain karya Simuh, Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ronggowarsito, (Jakarta: UI Press, 1988), kemudian karya Alwi Shihab, Islam sufistik: Islam Pertama' dan Pengaruhnya hingga kini di Indonesia, (Bandung: Mizan, 2001).

[14]Antara lain karya Alwi Shihab, Membendung Arus: Respon Gerakan Muhammadiyah terhadap Penetrasi Misi Kristen di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1998), Fachry Ali dan Bahtiar Effendy, Merambah Jalan Baru Islam: Rekonstruksi Pemikiran Islam Indonesia Masa Orde Baru, (Bandung: Mizan, 1986), kemudian Mark R Woodward (ed.), Jalan Baru Islam: Memetakan Paradigma Mutakhir Islam Indonesia, (Bandung: Mizan, 1998), Gerg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia: Pemikiran Neo-Modernismo Nurcholish Madjid, Djohan Efendi, Ahmad Wahib, dan Abdurrahman Wahid, (Jakarta: Paramadina, 1999).

[15]Mochtar Ahmad, "Kajian Ekonomi dan Nilai Islami", Ulumul Qur'an, vol. II. No.9. (1991), hal.9.

0 Comments:

© Kontak : Herman_bismillah@Yahoo.co.id