Salah satu masalah kemanusiaan yang kini tengah dihadapi oleh umat islam diberbagai belahan dunia, terutama dinegara-negara berkembang adalah masalah kemiskinan dengan berbagai sebabnya. Ada yang bersifat alami maupun bersifat structural, yang menimpa individu maupun kelompok.
Islam sebagai agama yang membawa kasih saying kepada seluruh umat manusia tentulah memiliki pandangan tersendiri terhadap masalah kemiskinan ini. Terhadap segolongan orang yang mensucikan kemiskinan maupun terhadap segolongan orang yang bersifat pasrah terhadap kemiskinan yang menimpanya.
Selain itu, islam sebagai suatu agama yang memiliki peran dalam mengatur seluruh gerak kehidupan masyarakat, memiliki peran penting dalam upaya menghadapi masalah kemnusiaan seperti kemiskinan. Di mana dengan solusi yang diberikan islam tersebut diharapkan dapat mengatasi masalah kemanusiaan ini.
Begitu juga dengan peranan etika dalam transaksi bisnis, yang mana memiliki hubungan yang saling berhubungan. Dengan etika yang dapat mengatur gerak bisnis sehingga member dampak persaingan sehat, tentulah dapat dijadikan salah satu upaya dalam rangka mengentaskan kemiskinan.
1. Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan ketika dilihat dalam arti ekonomi merupakan suatu istilah yang menggambarkan keadaan seseorang yang serba kekurangan. Ketika merumuskan tentang bagaimana pengertian kemiskinan itu terdapat berbagai macam pengertian, yang mana meskipun berbeda dari pembahasannya namun memiliki kesamaan dalam maksud dari pengertian kemiskinan itu sendiri.
Kemiskinan menurut Nabil Subhi al-Thawil adalah tiadanya kemampuan untuk memperoleh kebutuhan-kebutuhan pokok, yang mana kebutuhan itu dianggap pokok, karena merupakan batas kecukupan minimum untuk hidup manusia.[1] Pendapat lain sebagaimana yang telah dirumuskan oleh Supardi Suparlan sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad Sanusi bahwa secara singkat kemiskinan itu didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang disbanding dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.[2]
Melihat dari dua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kemiskinan itu pada dasarnya ketidakmampuan dari seseorang atau segolongan individu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok, yang menurut hokum yang umum kebutuhan tersebut bagi suatu tingkat kehidupan yang layak seharusnya terpenuhi.
Selanjutnya dalam literature hokum islam, terdapat dua istilah yang menjelaskan tentang keadaan individu yang kekurangan. Kedua istilah tersebut adalah miskin dan fakir. Menurut Ali Yafie sebagaimana dikutip oleh Ahmad Sanusi definisi miskin adalah keadaan ketika seseorang memiliki harta benda atau mata pencaharian atau keduanya, yang mana itu hanya menutupi seperdua atau lebih dari kebutuhan pokok, sedangkan yang disebut fakir adalah mereka yang tidak memiliki harta benda atau mata pencaharian tetap, atau mempunyai harta benda tetapi hanya menutupi kurang dari seperdua kebutuhan pokoknya.[3]
Dengan demikian dapat dilihat bahwa ketika istilah kemiskinan di bawa kedalam literature islam dibagi menjadi dua golongan yakni fakir dan miskin. Keadaan kekurangan yang menimpa orang fakir lebih besar jika dibandingkan dengan keadaan yang menimpa orang miskin. Meskipun demikian, keduanya tetap saja dikatagorikan sebagai golongan masyarakat yang kehidupannya kurang dari layak.
2. Penyebab Kemiskinan
Masalah kemiskinan merupakan masalah yang kompleks karena berkaitan erat dengan seluruh aspek-aspek kehidupan manusia, maka analisa mengenai penyebab terjadinya kemiskinan dapat meliputi berbagai segi, social, politik, budaya, ekonomi, agama bahkan keadaan lingkungannya.
Dilihat dari segi sebabnya, kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua yakni kemiskinan temporer atau aksidental dan kemiskinan structural, atau antara kemiskinan alamiah dan kemiskinan buatan.[4] Kemiskinan temporal merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh keadaan yang bersifat alami seperti cacat jasmani atau jiwa, atau dapat juga akibat musibah atau bencana alam. Jenis kemiskinan semacam ini bersifat individual atau hanya menimpa sekelompok orang saja, dan bersifat temporer, misalnya kecacatan jasmani atau mental dapat membuat seseorang tidak dapat bekerja, sehingga tidak dapat produktif yang pada akhirnya menyebabkan kemiskinan.
Berbeda dengan kemiskinan structural adalah kemiskinan yang bertolak dari keadaan struktur social yang eksploitatif dalam pola hubungan atau interaksi pada institusi-institusi ekonomi, politik, agama, keluarga, budaya dan sebagainya.[5] Misalnya dalam struktur ekonomi dan politik yakni adanya sekelompok kecil orang yang menguasai sarana-sarana produksi dan pengambilan keputusan mengenai kehidupan masyarakat.
Dalam kenyataan yang terdapat dalam masyarakat atau bangsa terkadang kemiskinan kemiskinan dipandang karena keadaan alam yang kurang subur, seperti tanahnya kering, berbatu, tidak luas, tidak terdapat kekayaan alam. Dengan demikian, Negara tersebut dipandang sebagai Negara miskin karena tidak memiliki potensi untuk dikembangkan. Namun pandangan seperti ini tidak dapat dijadikan patokan karena terdapat contoh beberapa Negara yang keadaan alamnya tidak subur atau tanahnya sempit namun mampu menjadi Negara maju seperti Jepang, Belanda atau Singapura.
Melihat kenyataan tersebut dapat disimpulkan sebenarnya kemiskinan itu tidak selamanya akibat factor alam atau tempat tinggal, meski tidak menutup bahwa terdapat beberapa Negara yang mengalami kemiskinan akibat factor alam. Selain factor alam, sebenarnya sikap mental atau budaya merupakan factor yang paling penting dalam keterkaitannya dengan masalah kemiskinan. Seorang atau masyarakat yang tidak memiliki sikap mental yang positif untuk membangun seperti apatis, kurang percaya diri, pasrah dan sebagainya.
Menurut David C McClellend sebagaimana dikutip oleh Ahmad Sanusi mengatakan bahwa penyebab suatu bangsa tidak mengalami kemajuan adalah karena tidak memiliki “nAch” yakni need for achievement! yang berarti kebutuhan untuk meraih hasil atau prestasi.[6] Seandainya suatu Negara dalam masyarakatnya memiliki “nAch” maka kemungkinan besar negaranya akan menjadi maju. Selain akibat sikap mental tersebut terdapoat factor-faktor lain yang dianggap sebagai penyebab timbulnya kemiskinan, kekurangan gizi atau akibat kesalahan system ekonomi dan lainnya. Melihat kenyataan itu, dapat disimpulkan bahwa kebanyakan masalah kemiskinan itu lahir akibat factor structural.
Kemiskinan dan agama memiliki keterkaitan, karena melihat bahwa agama memiliki peran dalam berbagai sector kehidupan. Kemiskinan itu merupakan permasalahan kemanusiaan dalam gerak kehidupan manusia, sedang agama memiliki peran dalam mengatur seluruh gerak aktivitas kehidupan manusia.
3. Pandangan Islam Terhadap Kemiskinan
Agama, dalam hal ini islam memiliki pandangan tersendiri terhadap kemiskinan. Islam menolak pandangan yang mensucikan kemiskinan, memang terdapat hadis-hadis Rasulullah saw yang memuji sikap zuhud dalam menempuh kehidupan duniawi, namun tidak menyinggung tentang terpujinya kemiskinan. Sifat zuhud yang dimaksud adalah orang yang sanggup menumbuhkan rasa puas dalam menerima sesuatu, dia sanggup menjadikan hartanya dibawah kekuasaannya, bukan diperbudak oleh harta.
Islam menilai bahwa kekayaan itu satu kenikmatan sebagai karunia allah yang harus disyukuri. Kemiskinan itu suatu cobaan, suatu bencana yang hanya dengan pertolongan allah ia dapat dihindari, karena itu, islam member beberapa jalan untuk mengatasinya.[7] Islam memandang bahwa kemiskinan itu dapat memberikan dampak negative kepada pelakunya. Kemiskinan dapat membahayakan akidah, etika, moral, rumah tangga serta kehidupan masyarakat dan ketentramannya.[8]
Selain menolak pandangan kaum yang mensucikan kemiskinan, islam juga menolak pandangan faham determinisme yakni faham yang menyatakan bahwa kemiskinan merupakan ketentuan Tuhan.[9] Sehingga hendaklah seseorang rela untuk menerima ketentuan tersebut, dan jangan menuntut untuk mengganti atau mengubahnya. Islam mengajarkan bahwa kemiskinan adalah suatu takdir dari allah, usaha untuk mengatasi dan membebaskan diri dari ancaman juga termasuk dari takdir allah swt. Karena itu setiap manusia hendaknya berusaha terlebih dahulu untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik karena dalam islam diajarkan bahwa keadaan suatu kaum tidak akan berubah, kecuali mereka berusaha untuk mengubahnya.
Kemiskinan merupakan kondisi yang dapat menurunkan dan menghalangi kemungkinan seseorang untuk mengembangkan potensi kemanusiaannya sebagai khalifah dimuka bumi, sehingga islam memandang bahwa kemiskinan sebagai hal yang harus ditanggulangi. Dalam hal ini islam emmberi beberapa petunjuk bagaimana upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mengentaskan kemiskinan. Yusuf Qardawy ketika memandang bagaimana islam dalam mengentaskan kemiskinan mengatakan terdapat tiga jalan pokok[10] yakni: jalan pertama, yakni jalan yang khusus, yang harus ditempuh oleh pihak fakir miskin itu sendiri. Fakir miskin wajib melakukan usaha, selama ia masih memiliki kemampuan dan kesanggupan untuk bekerja. Dalam hal ini, pihak masyarakat dan pemerintah wajib memberikan bantuan berupa materiil maupun berupa pengarahan dan bimbingann sehingga mereka berhasil mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.
Jalan kedua yakni jalan yang berpangkal dari kesediaan masyarakat islam. Mereka memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan fakir miskin, baik yang beripa sumbangan wajib maupun yang bersifat sukarela. Dana-dana sumbangan tersebut dapat berupa nafkah-nafkah yang diberikan kepada keluarga yang tidak mampu, hal-hal materil dalam rangka menunaikan kewajiban bertetangga, hak-hak materil yang bersifat insidentil seperti denda kafarah, nazar, bantuan saat tertimpa bencana dan sebagainya. Selain itu juga dapat berupa sedekah-sedekah yang bersifat sunnah, misalnya wakaf-wakaf social.
Jalan ketiga yakni jalan khusus yang harus dilakukan oleh pihak pemerintah. Pemerintah berkewajiban untuk mencukupi kebutuhan fakir miskin, baik dari golongan muslim maupun lain (zimmi), selama ia berada dibawah kekuasaan pemerintah islam. Sumber-sumber yang dipakai dalam mencukupi kebutuhan ini dapat berupa zakat dan sumber-sumber permanen lainnya seperti ghanimah (harta rampasan perang), fa’I (harta yang ditinggalkan musuh), barang-barang tak berpemilik, hasil kekayaan Negara berupa hasil penggarapan tanah, sumber-sumber alam dan sebagainya.
4. Etika Bisnis Dalam Mengentaskan Kemiskinan
Etika dalam bisnis memiliki peranan yang cukup penting dalam upaya pengentasan kemiskinan. Melihat bahwa kemiskinan itu merupakan permasalahan yang berkaitan dengan keadaan social. Bisnis sebagai salah satu kegiatan ekonomi, tentu memiliki keterkaitan dengan masalah kemiskinan.
Etika bisnis islam menjunjung tinggi semangat saling percaya, kejujuran dan keadilan. Sedangkan antara pemilik perusahaan dan karyawan berkembang semangan kekeluargaan. Misalnya dalam perusahaan yang islami gaji karyawan dapat diturunkan jika perusahaan benar-benar merugi dan karyawan juga mendapat bonus jika keuntungan perusahaan meningkat. Buruh muda yang masih tinggal bersama orang tua dapat dibayar lebih rendah, sedangkan yang sudah berkeluarga dan punya anak dapat dibayar lebih tinggi dibandingkan dengan rekan-rekannya yang muda.[11]
Konsep etika bisnis mengajarkan untuk melakukan persaingan usaha dengan cara yang sehat, menghindari kecurangan. Dengan adanya persaingan yang sehat akan memberikan peluang kepada para pengusaha-pengusaha kecil yang baru memulai usahanya untuk berkembang. Bagi orang-orang miskinyang tidak memiliki modal besar, tentulah akan memulai usaha dari kecil, jika para pengusaha besar melakukan praktek curang seperti monopoli, penimbunan, persekongkolan dan sebagainya maka akan menutup kesempatan bagi para pengusaha kecil untuk berkembang.
Dengan adanya kesempatan bagi pengusaha kecil untuk berkembang, dapat memberikan peluang kerja yang cukup besar. Seandainya usaha yang dilakukan oleh pengusaha kecil sudah berkembang besar, tentulah memerlukan tambahan jumlah pegawai, hal ini dapat mengurangi jumlah pengangguran yang terdapat disuatu Negara.
Akhir Kata
Akhirnya, Kemiskinan merupakan masalah yang komplek, yang dihadapi oleh suatu Negara tertentu. Kemiskinan yang terjadi biasanya adalah kemiskinan structural yakni kemiskinan sebagai akibat dari keadaan struktur social. Kemiskinan ini dapat berupa akibat dari keadaan ekonomi seperti tidak terbukanya peluang usaha bagi masyarakat kecil.
Agama islam memandang bahwa kemiskinan itu merupakan suatu ujian atau cobaan, yang harus diupayakan untuk dihindari, karena meskipun kemiskinan adalah suatu ketentuan Tuhan, namun sebagai manusia seharusnya seseorang melakukan usaha terlebih dahulu untuk mendapatkan kehiduypan yang lebih layak.
Dalam upaya mengentaskan kemiskinan, islam memberikan beberapa jalan, diantaranya adalah setiap muslim harus melakukan usaha terlebih dahulu sebagai langkah awal untuk menghindari kemiskinan. Bagi orang yang tidak mampu, hal ini merupakan kewajiban bagi masyarakat muslim lainnya untuk memperhatikan keadaan mereka, dalam hal ini pihak pemerintah juga bertanggung jawab terhadap keadaan masyarakat miskin.
Etika bisnis berkaitan erat dalam upaya pengentasan kemiskinan. Dalam etika bisnis dijelaskan bahwa dalam melakukan persaingan bisnis harus dilakukan secara sehat dan jujur. Dengan melakukan persaingan bisnis yang sehat maka akan membuka peluang bagi para pemilik modal kecil yang baru untuk memulai berkembang.
Pustaka
Lihat Nabil Subhi al-Thawil, Kemiskinan dan Keterbelakangan di Negara-negara Muslim. Jakarta. Mizan. 1993.
Ahmad Sanusi. Agama di Tengah Kemiskinan. Logos. Jakarta. 1999.
Sumardi, Mulyanto. Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok. CV. Rajawali. Jakarta. 1985
M. Yusuf Qardawiy. Konsepsi Islam Dalam Mengentaskan Kemiskinan. Surabaya. PT. Bina Ilmu. 1996.
M. Yusuf Qardawy. Morma dan Etika Ekonomi Islam. Gema Insani Press. Jakarta. 2001
Abdul al-Salam Arief. Materi Kuliah Perkembangan Pemikiran Ekonomi Silam. 2007
http://groups.yahoo.com/group/gbkp/message/5810
http://aminazizcenter.com/index.php?q=detil&id=46
[1] Lihat Nabil Subhi al-Thawil, Kemiskinan dan Keterbelakangan di Negara-negara Muslim. Jakarta. Mizan. 1993. Hal.36
[2] Ahmad Sanusi, Agama di Tengah Kemiskinan… hal.12
[3] Ibid, hal.14
[4] Ahmad Sanusi, Agama diTengah Kemiskinan… hal.22
[5] Ahmad Sanusi. Agama di Tengah Kemiskinan… hal.27
[6] Ibid. hal.24
[7] M. Yusuf Qardawiy. Konsepsi Islam Dalam Mengentaskan Kemiskinan. Surabaya. PT. Bina Ilmu. 1996. Hal. 11
[8] Ibid. hal 13-23
[9] Abdul al-Salam Arief. Materi Kuliah Perkembangan Pemikiran Ekonomi Silam. 2007
[10] Lihat M. Yusuf Qardawy. Konsepsi Islam……….hal.223
[11] http://groups.yahoo.com/group/gbkp/message/5810
0 Comments:
Post a Comment