Minggu, 08 November 2009

Pemikiran Ekonomi Abu Yusuf

Kemunculan ekonomi islam di era kekinian, telah membuahkan hasil dengan banyak diwacanakan kembali ekonomi islam dalam teori-teori dan dipraktekkannya ekonomi islam diranah bisnis seperti halnya lembaga keuangan syariah bank dan non bank.
Ekonomi islam yang telah hadir kembali saat ini, bukanlah suatu hal yang tiba-tiba dating begitu saja. Ekonomi islam sebagai sebuah cetusan konsep pemikiran dan praktek tentunya telah hadir secara bertahap dalam feriode dan fase tertentu. Memang ekonomi sebagai sebuah ilmu maupun aktivitas dari manusia untuk memnuhi kebutuhan hidupnya adalah sesuatu hal yang sebenarnya memang ada begitu saja. Karena upaya memenuhi kebutuhan hidup bagi seorang manusia adalah fitrah.
Ilmu ekonomi islam berkembang secara bertahap sebagai suatu bidang ilmu interdisiplin yang menjadi bahan kajian para fuqaha, mufassir, filsuf, sosiolog dan politikus. Konsep ekonomi mereka berakar pada hokum islam yang bersumber dari Al Qur’an dan Hadis Nabi saw. Ia merupakan hasil intervensi dari berbagaiu ajaran islamyang bersifat abadi dan universal, yang mengandung sejumlah perintah dan prinsip umum bagi prilaku individu dan masyarakat, serta mendorong umnatnya untuk menggunakan kekuatan akal pikiran mereka. Terdapat beberapa catatan para cendikiawanmuslim yang telah membahas berbagai isu ekonomi tertentu secara panjang, bahkan diantaranya memperlihatkan suatu wawasan analisis ekonomi yang sangat menarik.
Diantara sejumlah cendikiawan muslim terkemuka tersebut Abu Yusuf (w. 182 H) beliau telah memberikan kontribusi pemikiran ekonomi. Beliau merupakan seorang cendikiawan muslim pertama yang menyinggung masalah mekanisme pasar. Tulisan ini akan berusaha mengangkat tentang bagaimanakah kebijakan ekonomi yang telah beliau lakukan.
Abu Yusuf
Nama lengkap Abu Yusuf adalah Ya’qub bin Ibrahim bin Habib al-Anshari, dilahirkan di Kufah tahun 113 H dan wafat pada tahun 182 H.1 beliau dikenal menjabat sebagai seorang qadi al-qudah (hakim agung) pada masa kekhalifahan Bani Abbasiyah di Baghdad, di bawah kekuasaan Harun al-Rasyid (909 H). beliau aktif mengikuti pengajian Muhammad bin Abdurrahman bin Abi Laili dan Abu Hanifah.2
Selain sebagai seorang hakim agung, beliau juga dikenal memiliki karya-karya dalam bentuk tulisan berupa kitab-kitab. Diantaranya adalah kitab al-Athar yang merupakan suatu narasi dari berbagai tradisi. Kitab Ikhtilaf Abi Hanifa wa Ibn Layla merupakan salah satu karangan awal yang merupakan kitab perbandingan fiqh. Kitab al-Radd ‘Ala Siyar al-Awza’I merupakan suatu kitab bantahan terhadap al-Awza’I (seorang ahli hokum dari tradisi yang dikenal di Suriah) mengenai hokum peperangan.3 Kitab al-Jawami merupakan buku yang sengaja ditulis untuk Yahya bin Khalid berisi tentang perdebatan tentang ra’yu dan rasio. Usul Fiqh Hanafiah yang berisi data-data fatwa hokum yang disepakati Imam Hanafiyah bersama murid-muridnya.4
Kitab al-Kharaj
Pemikiran ekonomi Abu Yusuf tertuang pada karangan terbesarnya yakni kitab al-Kharaj. Kitab ini ditulis untuk merespon permintaan khalifah harun al-Rasyid tentang ketentuan-ketentuan agama Islam yang membahas masalah perpajakan, pengelolaan pendapatan dan pembelanjaan public. Abu Yusuf menuliskan bahwa Amir al-Mu’minin telah memintanya untuk mempersiapkan sebuah buku yang komprehensif yang dapat digunakan sebagai petunjuk pengumpulan pajak yang sah, yang dirancang untuk menghindari penindasan terhadap rakyat.5
Al-Kharaj merupakan kitab pertama yang menghimpun semua pemasukan daulah islamiyah dan pos-pos pengeluaran berdasarkan kitrabullah dan sunnah rasul saw.6 Dalam kitab ini dijelaskan bagaimana seharusnya sikap penguasa dalam menghimpun pemasukan dari rakyat sehingga diharapkan paling tidak dalam proses penghimpunan pemasukan bebas dari kecacatan sehingga hasil optimal dapat direalisasikan bagi kemaslahatan warga Negara. Kitab ini dapat digolongkan sebagai fublic finance dalam pengertian ekonomi modern.7
Pendekatan yang dipakai dalam kitab al-Kharaj sangat pragmatis dan bercorak fiqh.8 Kitab ini berupaya membangun sebuah system keuangan public yang mudak dilaksanakan yang sesuai dengan hokum islam yang sesuai dengan persyaratan ekonomi. Abu Yusuf dalam kitab ini sering menggunakan ayat-ayat Al Qur’an dan Sunnah Nabi saw serta praktek dari para penguasa saleh terdahulu sebagai acuannya sehingga membuat gagasan-gagasannya relevan dan mantap.
Kitab Al Kharaj mencakup berbagai bidang antara lain.9
Tentang pemerintahan, seorang khalifah adalah wakil allah swt di bumi untuk melaksanakan perintah-Nya. Dalam hubungan hak dan tanggung jawab pemerintah terhadap rakyat Abu Yusuf menyusun sebuah kaidah fiqh yang sangat popular yakni Tasarruf al-Imam ala ar-Ra’iyyah Manutun bi al-Maslahah (setiap tindakan pemerintah yang berkaitan dengan rakyat senantiasa terkait dengan kemaslahatan mereka)
Tentang keuangan, uang Negara bukan milik khalifah tetapi amanat allah swt dan rakyatnya yang harus dijaga dengan penuh tanggung jawab.
Tentang pertanahan, pajak diperoleh dari pemberian dapat ditarik kembali jika tidak digarap selama tiga tahun dan diberikan kepada yang lain.
Tentang perpajakan, pajak hanya ditetapkan pada harta yang melebihi kebutuhan rakyat dan ditetapkan berdasarkan kerelaan mereka.
Tentang peradilan, hokum tidak dibenarkan berdasarkan hal yang subhat. Kesalahan dalam mengampuni lebih baik dari pada kesalahan dalam menghukum. Jabatan tidak boleh menjadi bahan pertimbangan dalam persoalan peradilan.
Mekanisme Ekonomi Abu Yusuf
Tujuan utama dari kebijakan ekonomi Abu Yusuf adalah pada keuangan public, beliau melihat bahwa sector Negara sebagai satu mekanisme yang memungkinkan warga Negara melakukan campur tangan atas proses ekonomi. Bagaimana mekanisme pengaturan tersebut dalam menentukan :
Tingkat pajak yang sesuai dan seimbang dalam upaya menghindari perekonomian Negara dari ancaman resesi.
Sebuah arahan yang jelas tentang pengeluaran pemerintah untuk tujuan yang diinginkan oleh kebijaksanaan umum.10
Untuk dapat mewujudkan keadaan tersebut Abu Yusuf meletakkan beberapa macam mekanisme,11 yakni:
Menggantikan system wazifah dengan system muqosomah
Wazifah dan muqosomah merupakan istilah dalam membahasakan system pemungutan pajak. Wazifah memberikan arti bahwa system pemungutan yang ditentukan berdasarkan nilai tetap, tanpa membedakan ukuran tingkat kemampuan wajib pajak atau mungkin dapat dibahasakan dengan pajak yang dipungut dengan ketentuan jumlah yang sama secara keseluruhan, sedangkan Muqosomah merupakan system pemungutan pajak yang diberlakukan berdasarkan nilai yang tidak tetap (berubah) dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan dan persentase penghasilan atau pajak proporsional, sehingga pajak diambil dengan cara yang tidak membebani kepada masyarakat.
Bagi Abu Yusuf metode pajak secara proporsional dapat meningkatkan pemasukan dari pajak tanah dari sisi lain mendorong para penanam untuk meningkatkan produksinya. System pajak ini didasarkan pada hasil pertanian yang sudah diketahui dan dinilai, system tersebut mensyaratkan penetapan pajak berdasarkan produksi keseluruhan, sehingga system ini akan mendorong para petani untuk memanfaatkan tanah tandus dan amati agar mnemperoleh bagian tambahan.12
Dalam menetapkan angka. Abu Yusuf menganggap system irigasi sebagai landasannya, perbedaan angka yang diajukannya adalah sebagai berikut.13 :
40 % dari produksi yang diairi oleh hujan alamiah
30 % dari produksi yang diairi secara artificial
1/3 dari produksi tanaman (pohon palm, kebun buah-buahan dan sebagainya)
¼ dari produksi tanaman musim panas.
Dari tingkatan angka di atas dapat dilihat bahwa Abu Yusuf menggunakan system irigasi sebagai criteria untuk menentukan kemampuan tanah membayar pajak, beliau menganjurkan menetapkan angka berdasarkan kerja dan modal yang digunakan dalam menanam tanaman.
Membangun fleksibilitas social
Dalam hal ini beliau berusaha member pemahaman keseimbangan dan persamaan hak bagi kaum non muslim, baik itu dari golongan Harbi, Musta’min, maupun Zimmi yang mana mereka di atur dengan beberapa ketetapan khusus yang berkenaan dengan status kewarganegaraan, system perekonomian dan perdagangan serta ketentuan hokum lainnya.
Kaum non muslim wajib membayar jizyah, namun jika mereka meninggalmaka jizyah tersebut tidak boleh dibayar oleh ahli warisnya. Jizyah dalam terminology konvensional disebut dengan pajak perlindungan, yakni jasa keamanan yang diberikan Negara islam kepada kaum non muslim. Bagi kaum non muslim yang ikut berperang , maka bagi mereka tidak dibebankan untuk membayar jizyah. Berdasarkan klasifikasi strata masyarakat maka jizyah bagi golongan kaya sebesar 4 dinar, golongan menengah 2 dinar dan kelas miskin 1 dinar.
Tentang mereka yang enggan membayar jizyah, beliau menyatakan bahwa dalam menarik jizyah dari orang-orang non muslim tidak perlu dengan cara kekerasan tetapi dengan cara yang kekeluargaan yakni memberlakukan mereka layaknya teman, karena hal ini dapat member pengaruh positif yaitu bertambah simpatinya kaum non muslim terhadap islam.14
Menciptakan system ekonomi yang otonom
Abu Yusuf tercatat sebagai ulama terawal yang mulai menyinggung mekanisme pasar.15 Menurut beliau system ekonomi islam menjelaskan mengikuti prinsip mekanisme pasar dengan memberikan kebebasan yang optimal bagi para pelaku didalamnya, yakni produsen dan konsumen. Jika, karena sesuatu hal selain monopoli, penimbunan atau aksi sepihak yang tidak wajar dari produsen terjadi kenaikan harga maka pemerintah tidak dapat melakukan intervensi dengan mematok harga, karena penentuan harga sepenuhnya diperankan oleh kekuatan permintaan dan penawaran dalam ekonomi.16
Abu Yusuf tidak sependapat dengan pemahaman yang menjelaskan bahwa bila barang yang tersedia sedikit maka harga barang akan menjadi mahal, dan bila barang yang tersedia banyak maka harga barang akan menjadi murah. Karena itu menentang penguasa yang menetapkan harga, karena hasil panen yang melimpah bukan menjadi alasan untuk menurunkan harga penen dan begitu pula dengan sebaliknya kelangkaan tidak mengakibatkan harganya melambung. Pemahaman yang dianut penguasa adalah hubungan antara harga dan kuantitas hanya memperhatikan kurva permintaan.
Abu Yusuf karena pemahaman yang seperti itu, karena pada kenyataannya persediaan barang sedikit tidak selalu diikuti dengan kenaikan harga, dan sebaliknya persediaan barang yang melimpah belum tentu membuat harga akan murah, dalam hal ini Abu Yusuf menyatakan bahwa kadang-kadang makanan berlimpah, tetapi tetap mahal dan kadang-kadang makanan sangat sedikit tetapi murah.
Abu Yusuf berpendapat bahwa peningkatan atau penurunan harga suatu barang tidak selalu berhubungan dengan peningkatan atau penurunan permintaan barang tersebut, atau penurunan atau peningkatan dalam hal produksi barang. Menurut beliau tidak ada batasan tertentu tentang murah dan mahal yang dapat dipastikan, karena hal tersebut ada yang mengaturnya. Murah bukan karena melimpahnya makanan, demikian juga mahal tidak disebabkan karena kelangkaan makanan, tetapi murah dan mahal merupakan ketentuan allah swt.17 Dalam hal ini beliau mengutip hadis-hadis rasulullah saw yang menyatakan bahwa “tinggi dan rendahnya barang merupakan bagian dari keterkaitan dengan keberadaan allah, dan kita tidak bias mencampuri terlalu jauh bagian dari ketetapan tersebut ” (Riwayat Abdu a-Rahman bin Abi Laila dari Hikam bin ‘Utaibah) dan hadis yang menyatakan “Sesungguhnya urusan tinggi dan rendahnya harga suatu barang punya kaitan erat dengan kekuasaan allah swt. Aku berharap dapat bertemu dengan Tuhanku di mana salah seorang diantara kalian tidak akan menuntutku karena kezhaliman” (Hadis Tsabit Abu Hamzah al-Yamani dari Salim bin Abi Ja’ad) dan “…Allah itu sesungguhnya adalah penentu harga, penahan, pencurah serta pemberi rizki. Aku mengharapkan dapat menemui Tuhanku dimana salah seorang di antara kalian tidak menuntutku karena kezhaliman dalam hal darah dan harta” (Riwayat Sufyan bin Uyainah, dari Ayub dari Hasan).
Beliau menegaskan bahwa terdapat beberapa variable lain yang mempengaruhi tetapi tidak dijelaskan lebih rinci. Bias jadi variable itu adalah pergeseran dalam permintaan atau jumlah uang yang beredar di suatu Negara, atau penimbunan dan penahanan barang, atau semua hal tersebut.18 Menurut Siddiqi sebagaimana yang telah dikutip oleh Adiwarman bahwa ucapan Abu yusuf harus diterima sebagai pernyataan dari hasil pengamatan pada saat itu, yakni keberadaan yang bersamaan antara melimpahnya barang dan tingginya harga serta kelangkaan barang dan harga rendah.19
Dapat dilihat bahwa pemikiran Abu Yusuf menggambarkan adanya batasan-batasan tertentu bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan harga. Abu Yusuf lebih banyak mengedepankan ra’yu dengan menggunakan perangkat analisis qiyas dalam upaya mencapai kemaslahatan ‘ammah sebagai tujuan akhir hukum20
Akhirnya
Dengan melihat dari bagaimana kebijakan Abu yusuf dalam hal ekonomi, menunjukkan bahwa perkembangan pemikiran ekonomi dalam islam telah memberikan suatu pencerahan. Melihat dari bagaimana pendapat Abu yusuf tentang fluktuasi harga memberikan kesimpulan bahwa system ekonomi yang ada belum tentu bias diterima, tergantung pada keadaan dan situasi yang terjadi pada suatu tenpat.
Tujuan kebijakan ekonomi Abu Yusuf adalah untuk mencapai maslahah ‘ammah. Maslahah adalah kesejahteraan yang sifatnya individu (mikro) maupun golongan (makro). Secara mikro, diharapkan manusia dapat menikmati hidup secara berarti dan bermakna (meaning full). Secara makroi, juga diharapkan agar masyarakat dapat menikmati kedamaian dan ketenangan dalam hubugan interaksi social antars esama dan diatur dengan tatanan masyarakat yang saling menghargai antar masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya.
Daftar Pustaka
Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar, Yogyakarta. Ekonisia. 2003.
http://en.wikipidia.org/wiki/Abu_Yusuf
Sabahuddin Azmi, Islamic Economics, Keuangan Publik Dalam Pemikiran Islam Awal. Bandung. Nuansa. 2005.
http://www.allbandung.com/abc-view-content.php?id+284
Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam. Jakarta : The International Institute of Islamic Thought Indonesia. 2002
1 Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar, Yogyakarta. Ekonisia. 2003. Hal. 150
2 Ibid
3 http://en.wikipidia.org/wiki/Abu_Yusuf
4 Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar. Hal 152
5 Lihat Sabahuddin Azmi, Islamic Economics, Keuangan Publik Dalam Pemikiran Islam Awal. Bandung. Nuansa. 2005. Hal.47
6 Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar…hal.151
7 Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar…hal.150
8 Sahabuddin Azmi, Islamic Economics…hal.47
9 Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar…hal.151-152
10 http://www.allbandung.com/abc-view-content.php?id+284
11 ibid
12 Sahabudin Azmi, Islamic Economics….hal.154
13 Ibid
14 http://www.al.bandung.com/abc-view-content.php?id=284
15 Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam. Jakarta : The International Institute of Islamic Thought Indonesia. 2002. Hal.120
16 Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar….hal.152
17 Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam… hal.122
18 Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam…hal,122
19 Ibid
20 http://www.al.bandung.com/abc-view-content.php?id=284

0 Comments:

© Kontak : Herman_bismillah@Yahoo.co.id