Zakat merupakan salah satu pilar penting dalam islam, sehingga menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan kehidupan umat islam, termasuk di Indonesia. Namun dalam praktek atau kenyataannya hingga saat ini, zakat yang bertujuan mulia ini masih jauh dari harapan, masih gagal menjembatani jarak antara yang kaya dan yang miskin. Demikian juga belum mampu mengangkat taraf hidup orang lemah dan diperlemah (dhuafa wal mustadafhin). Hal inilah yang menjadi alasan mengapa masalah zakat sering muncul kepermukaan dan menjadi bahan kajian diberbagai lapisan masyarakat.
Pemahaman tentang zakat ini sebagian ulama masih bersandar pada pemahaman ulama terdahulu dan para imam mazhab, namun ada juga sebagian kecil yang memiliki pemahaman controversial, yang mengatakan hokum itu harus sesuai dengan perkembangan zaman. Misalnya KH Masdar Farid Mas’udi yang mendefinisikan zakat sama dengan pajak, yang mana semua Negara didunia menarik pajak terhadap warga negaranya. Menurut Masdar, tradisi zakat yang telah mengakar dimasyarakat islam sekarang ini perlu dikaji ulang dengan antara lain meneliti kembali apa yang betul-betul terjadi dalam perjalanan sejarah islam, bahkan mengkritik paham lama (Yusuf Al Qardhawi) yang dianggap paling bertanggung jawab terhadap kegagalan zakat menyelesaikan persoalan ekonomi dan social ekonomi umat. Ini terjadi karena ushul fiqh (kata Masdar) masyarakat mengajarkan bahwa hanya para tokoh dan para pendiri mazhab yang berhak melakukan ijtihad, bahkan diyakini bahwa setelah abad ke 3 H seluruh persoalan pokok dipandang sudah selesai dan fuqaha berikutnya hanya memahami, mengelaborasi dan mengaplikasikan doktrin-doktrin yang telah dirumuskan oleh mazhab sebelumnya. Upaya ini dilakukan Masdar untuk keluar dari doktrin ini yang dianggap membahayakan umat.
Dalam tulisan kali ini, pembahasannya tidak terlalu panjang lebar berbicara soal teknis zakat, tetapi pemakalah hanya membatasi bagaimana zakat itu bias optimal, dalam artian bias menjadi salah satu alternative pengembangan ekonomi umat islam. Pertama dengan menggunakan pendekatan managemen dalam mengumpulkan zakat. Kedua membuat asumsi atau hipotesa untuk pendayagunaan zakat (untuk membuat perencanaan diperlukan banyak hal seperti survey lapangan, human resource, jenis kerja dan lain-lain) serta esensi distribusi zakat.
Z a k a t
Zakat berarti menumbuhkan, memurnikan (mensucikan), memperbaiki yang berarti perbaikan diri yang didapatkan setelah pelaksanaan kewajiabn membayar zakat. Jadi zakat ini berfungsi untuk mensucikan jiwa manusia dari sifat (memntingkan diri sendiri, kikir dan cinta harta). Dan mampu membuka jalan bagi pertumbuhan dan kemajuan (melalui pembelanjaan untuk orang lain).1
Aspek zakat ini dijelaskan dalam Al Qur’an dalam Q.S. At Taubah ayat 103 yang artinya “ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah maha mendengar lagi maha mengetahui” dalam ayat tersebut yang dimaksud dengan membersihkan yakni zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda. Sedangkan mensucikan maksudnya yakni dengan zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda orang yang menunaikan zakat.
Salah satu tujuan zakat yang terpenting adalah mempersempit ketimpangan social didalam masyarakat seminimal mungkin, tujuannya menjadikan perbedaan-perbedaan ekonomi diantara masyarakat secara adil dan seksama, sehingga yang kaya tidak semakin kaya dan miskin makin melarat. Rasulullah saw menjelaskan bahwa zakat merupakan uang yang dipungut dari orang-orang kaya dan diberikan kepada orang yang miskin, oleh karena itu tujuannya mendistribusikan harta dari masyarakat sedmikian rupa sehingga tidak seorangpun warga islam yang tinggal dalam keadaan miskin (menderita).
Dengan demikian sudah jelas bahwa zakat ini adalah kewajiban agama yang dibebankan kepada orang kaya agar dapat membantu masyarakat yang miskin, dengan cara ini islam menjaga harta dimasyarakat tetap dalam sirkulasi dan tidak terkonsentrasi ditangan segelintir orang saja. Hal ini dijelaskan dalam Q.S. Al Hasyr ayat 7 yang artinya “apa saja harta rampasan (fa’i) yang diberikan allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, agar harta itu tidak hanya beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu. Apa yang diberikan rasul kepadamu, maka terimalah dan apa yang dilarang bagimu maka tinggalkanlah dan bertaqwalah kepada allah. Sesungguhnya allah amat keras hukumannya”
Pengumpulan Zakat
Dalam pengumpulan zakat ini, kita menggunakan managemen sebagai suatu alat atau pendekatan. Managemen sering diartikan sebagai suatu proses atau bentuk kerja yang meliputi arahan terhadap suatu kelompok orang menuju tujuan organisasi. Jadi setidaknya ada empat unsure penting yakni badan atau lembaga, proses kerja, orang yang melakukan proses tersebut dan tujuan. Dalam hal pengumpulan zakat jangka pendek ambil contoh misalnya badan atau masyarakat muslim tertentu misalnya masjid, Islamic center atau yang lainnya. Kedua, proses kerja yakni usaha mengumpulkan zakat. Ketiga orang atau lembaga yang melakukan pengumpulan zakat yakni amil zakat dan tujuan yakni terkumpulnya zakat sekurang-kurangnya 25-50 % dari wajib zakat.
Untuk melakukan hal tersebut seorang manager akan melakukan kegiatan-kegiatan yang disebut fungsi managemen yakni : pertma perencanaan, harus ditentukan tujuan yang ingin dicapai dalam waktu tertntu dimasa yang akan dating dan apa yang harus dikerjakan untuk mencapai tujuan tersebut. Kedua, pengorganisasian yakni mesti ada pengelompokan kegiatan dan pembagian tugas terhadap apa yang dikerjakan dalam rangka mencapai tujuan tersebut. Ketiga, staffing yakni harus ada penentuan sumber daya manusia yang diperlukan pemilihan, pemberian training dan pengembangannya. Keempat, pemberian motivasi dan arahan untuk mencapai tujuan. Kelima, pengontrolan atau pengukuran performance untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan, penentuan sebab-sebab terjadinya penyimpangan dari tujuan dan sekaligus usaha meluruskan kembali penyimpangan menuju tujuan yang telah ditetapkan. Dengan menggunakan fungsi manajemen tersebut, maka pengumpulan zakat tidak hanya dilakukan ala kadarnya saja dengan kedok lillahi ta’ala.2
Distribusi dan Pendayagunaan Zakat
Pelaksanaan pemungutan zakat secara semestinya, secara ekonomi dapat menghapuskan tingkat perbedaan kekayaan yang mencolok, serta sebaliknya dapat menciptakan redistribusi yang merata, disamping dapat pula membantu mengekang laju inflasi. Zakat merupakan penopang dan tambahan dalam meringankan beban pemerintah dalam menciptakan pemerataan dan pengurangan kemiskinan. Demikian pula zakat tidak menghalangi Negara untuk mengadopsi ukuran-ukuran fiscal dan skema-skema redistribusi pendapatan serta perluasan lapangan pekerjaan dan peluang penciptaan lapangan kerja sendiri melalui bantuan modal ringan dari dana zakat itu sendiri.
Zakat merupakan alat bantu social mandiri yang merupakan kewajiban moral bagi orang kaya untuk membantu mereka yang miskin dan terabaikan yang tak mampu menolong dirinya sendiri meskipun dengan semua skema jaminan social yang ada, sehingga kemelaratan dan kemiskinan dapat terhapus dari masyarakat muslim.3
Mengenai pendayagunaan zakat. Dengan berasumsi bahwa dengan menggunakan manajemen yang baik, kita telah berhasil mengumpulkan harta zakat lebih banyak dari biasanya. Misalnya kita telah berhasil mengumpulkan zakat sebesar Rp. 500.000.000,- dengan terkumpulnya dana ini maka sebagai amil zakat wajib menyalurkan kepada delapan golongan yang disebutkan didalam al Qur’an yakni fakir, miskin, sabilillah, ibn sabil, muallafa kulubuhum dan lainnya. Saya kira perlu diredifinisi sesuai dengan keadaan zaman. Zakat hendaknya menghindari sebisa mungkin yang bersifat konsumtif, maka kita tentukan jenis orang mana saja yang bias menerima uang tunai, misalnya orang miskin yang cacat, anak yatim, kebutuhan pokok yang mendesak bagi si miskin dan lain-lain. Selebihnya kita pikirkan untuk dikelola agar lebih berdaya guna, yakni agar bisa bersifat produktif dengan merencanakan yang diikuti dengan penerapan fungsi manajemen misalnya : pertama, program member bekal ketrampilan kerja bagi orang miskin, contoh ini kita perlu mengerjakan banyak hal seperti survey jumlah orang miskin yang bisa diberi bekal keterampilan, survey jenis keterampilan yang sesuai dengan pasar kerja, penjajagan kerja sama dengan perusahaan yang dapat menampung dan rencana kursus orang-orang miskin hingga pada materi pembelajaran dan lain-laninnya.
Kedua, kita juga bisa juga menjajagi pasaran bebas, sehingga jenis trainingnya adalah untuk mencetak para miskin menjadi pedagang atau pengusaha kecil. Kemudian harta zakatnya disamping untuk training juga digunakan untuk modal usaha, meski dalam permodalan ini harus dihitung hutang oleh karena pengembaliannya akan dapat dimanfaatkan oleh keluarga miskin yang lain. Dalam hal ini saya kira perlu diciptakan suasana kerjasama antara mereka, bukan untuk kompetisi tidak sehat, namun lebih sebagai konsultasi untuk membina usaha yang dijalankan.
Ketiga untuk anak-anak orang miskin, diprioritaskan untuk memberikan beasiswa pendidikan. Keempat, menjajagi untuk menanam saham pada suatu perusahaan (yang penting jenis usahanya memenuhi syarat-syarat tertentu) dan lain-lain.4
Kata Akhir
Dari pembahasan yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam penerapan teori zakat dimungkinkan adanya pendekatan baru, dalam hal system penarikan dan penyaluran zakat yang sejalan dengan tingkat kompleksitas permasalahan umat yang membutuhkan penanganan yang cepat dan tepat sasaran.
Dalam penarikan zakat misalnya digunakan metode pendekatan manajemen yang selama ini biasanya digunakan pada sector public (yang sasaran utamanya untuk meningkatkan profit yang sebesar-besarnya) digunakan untuk lembaga non profit yang sasaran utamanya adalah service (pelayanan) bukan profit.
Sedangkan dalam penyalurannya diupayakan diupayakan sebisa mungkin menghindari hal yang bersifat konsumtif dengan memilah-milah orang mana saja yang behak menerima uang tunai dan selebihnya diberdayakan untuk hal-hal yang lebih produktif, misalnya mengadakan pelatihan tenaga kerja siap pakai dan dibutuhkan pasar tenaga kerja, sehingga lambat laun kuantitas penerima zakat bisa berkurang bahkan bisa menjadikan mereka yang tadinya menerima zakat berubah status mereka menjadi muzakki, seiring dengan perkembangan pendapatan mereka akibat dari keberhasilan program tadi, dengan demikian beban Negara akan semakin berkurang.
Daftar Pustaka
Prof A. Qodri Azizy. Membangun Fondasi Ekonomi Ummat.
Eko Suprayitno, Ekonomi Islam, Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional.
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam. Jilid III.
1 Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam. Jilid III hal. 237
2 Prof A. Qodri Azizy. Membangun Fondasi Ekonomi Ummat. Hal. 142-144
3 Eko Suprayitno, Ekonomi Islam, Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional. Hal. 40
4 Prof A. Qodri Azizy. Membangun Fondasi Ekonomi Ummat. Hal. 142-144
Pemahaman tentang zakat ini sebagian ulama masih bersandar pada pemahaman ulama terdahulu dan para imam mazhab, namun ada juga sebagian kecil yang memiliki pemahaman controversial, yang mengatakan hokum itu harus sesuai dengan perkembangan zaman. Misalnya KH Masdar Farid Mas’udi yang mendefinisikan zakat sama dengan pajak, yang mana semua Negara didunia menarik pajak terhadap warga negaranya. Menurut Masdar, tradisi zakat yang telah mengakar dimasyarakat islam sekarang ini perlu dikaji ulang dengan antara lain meneliti kembali apa yang betul-betul terjadi dalam perjalanan sejarah islam, bahkan mengkritik paham lama (Yusuf Al Qardhawi) yang dianggap paling bertanggung jawab terhadap kegagalan zakat menyelesaikan persoalan ekonomi dan social ekonomi umat. Ini terjadi karena ushul fiqh (kata Masdar) masyarakat mengajarkan bahwa hanya para tokoh dan para pendiri mazhab yang berhak melakukan ijtihad, bahkan diyakini bahwa setelah abad ke 3 H seluruh persoalan pokok dipandang sudah selesai dan fuqaha berikutnya hanya memahami, mengelaborasi dan mengaplikasikan doktrin-doktrin yang telah dirumuskan oleh mazhab sebelumnya. Upaya ini dilakukan Masdar untuk keluar dari doktrin ini yang dianggap membahayakan umat.
Dalam tulisan kali ini, pembahasannya tidak terlalu panjang lebar berbicara soal teknis zakat, tetapi pemakalah hanya membatasi bagaimana zakat itu bias optimal, dalam artian bias menjadi salah satu alternative pengembangan ekonomi umat islam. Pertama dengan menggunakan pendekatan managemen dalam mengumpulkan zakat. Kedua membuat asumsi atau hipotesa untuk pendayagunaan zakat (untuk membuat perencanaan diperlukan banyak hal seperti survey lapangan, human resource, jenis kerja dan lain-lain) serta esensi distribusi zakat.
Z a k a t
Zakat berarti menumbuhkan, memurnikan (mensucikan), memperbaiki yang berarti perbaikan diri yang didapatkan setelah pelaksanaan kewajiabn membayar zakat. Jadi zakat ini berfungsi untuk mensucikan jiwa manusia dari sifat (memntingkan diri sendiri, kikir dan cinta harta). Dan mampu membuka jalan bagi pertumbuhan dan kemajuan (melalui pembelanjaan untuk orang lain).1
Aspek zakat ini dijelaskan dalam Al Qur’an dalam Q.S. At Taubah ayat 103 yang artinya “ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah maha mendengar lagi maha mengetahui” dalam ayat tersebut yang dimaksud dengan membersihkan yakni zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda. Sedangkan mensucikan maksudnya yakni dengan zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda orang yang menunaikan zakat.
Salah satu tujuan zakat yang terpenting adalah mempersempit ketimpangan social didalam masyarakat seminimal mungkin, tujuannya menjadikan perbedaan-perbedaan ekonomi diantara masyarakat secara adil dan seksama, sehingga yang kaya tidak semakin kaya dan miskin makin melarat. Rasulullah saw menjelaskan bahwa zakat merupakan uang yang dipungut dari orang-orang kaya dan diberikan kepada orang yang miskin, oleh karena itu tujuannya mendistribusikan harta dari masyarakat sedmikian rupa sehingga tidak seorangpun warga islam yang tinggal dalam keadaan miskin (menderita).
Dengan demikian sudah jelas bahwa zakat ini adalah kewajiban agama yang dibebankan kepada orang kaya agar dapat membantu masyarakat yang miskin, dengan cara ini islam menjaga harta dimasyarakat tetap dalam sirkulasi dan tidak terkonsentrasi ditangan segelintir orang saja. Hal ini dijelaskan dalam Q.S. Al Hasyr ayat 7 yang artinya “apa saja harta rampasan (fa’i) yang diberikan allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, agar harta itu tidak hanya beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu. Apa yang diberikan rasul kepadamu, maka terimalah dan apa yang dilarang bagimu maka tinggalkanlah dan bertaqwalah kepada allah. Sesungguhnya allah amat keras hukumannya”
Pengumpulan Zakat
Dalam pengumpulan zakat ini, kita menggunakan managemen sebagai suatu alat atau pendekatan. Managemen sering diartikan sebagai suatu proses atau bentuk kerja yang meliputi arahan terhadap suatu kelompok orang menuju tujuan organisasi. Jadi setidaknya ada empat unsure penting yakni badan atau lembaga, proses kerja, orang yang melakukan proses tersebut dan tujuan. Dalam hal pengumpulan zakat jangka pendek ambil contoh misalnya badan atau masyarakat muslim tertentu misalnya masjid, Islamic center atau yang lainnya. Kedua, proses kerja yakni usaha mengumpulkan zakat. Ketiga orang atau lembaga yang melakukan pengumpulan zakat yakni amil zakat dan tujuan yakni terkumpulnya zakat sekurang-kurangnya 25-50 % dari wajib zakat.
Untuk melakukan hal tersebut seorang manager akan melakukan kegiatan-kegiatan yang disebut fungsi managemen yakni : pertma perencanaan, harus ditentukan tujuan yang ingin dicapai dalam waktu tertntu dimasa yang akan dating dan apa yang harus dikerjakan untuk mencapai tujuan tersebut. Kedua, pengorganisasian yakni mesti ada pengelompokan kegiatan dan pembagian tugas terhadap apa yang dikerjakan dalam rangka mencapai tujuan tersebut. Ketiga, staffing yakni harus ada penentuan sumber daya manusia yang diperlukan pemilihan, pemberian training dan pengembangannya. Keempat, pemberian motivasi dan arahan untuk mencapai tujuan. Kelima, pengontrolan atau pengukuran performance untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan, penentuan sebab-sebab terjadinya penyimpangan dari tujuan dan sekaligus usaha meluruskan kembali penyimpangan menuju tujuan yang telah ditetapkan. Dengan menggunakan fungsi manajemen tersebut, maka pengumpulan zakat tidak hanya dilakukan ala kadarnya saja dengan kedok lillahi ta’ala.2
Distribusi dan Pendayagunaan Zakat
Pelaksanaan pemungutan zakat secara semestinya, secara ekonomi dapat menghapuskan tingkat perbedaan kekayaan yang mencolok, serta sebaliknya dapat menciptakan redistribusi yang merata, disamping dapat pula membantu mengekang laju inflasi. Zakat merupakan penopang dan tambahan dalam meringankan beban pemerintah dalam menciptakan pemerataan dan pengurangan kemiskinan. Demikian pula zakat tidak menghalangi Negara untuk mengadopsi ukuran-ukuran fiscal dan skema-skema redistribusi pendapatan serta perluasan lapangan pekerjaan dan peluang penciptaan lapangan kerja sendiri melalui bantuan modal ringan dari dana zakat itu sendiri.
Zakat merupakan alat bantu social mandiri yang merupakan kewajiban moral bagi orang kaya untuk membantu mereka yang miskin dan terabaikan yang tak mampu menolong dirinya sendiri meskipun dengan semua skema jaminan social yang ada, sehingga kemelaratan dan kemiskinan dapat terhapus dari masyarakat muslim.3
Mengenai pendayagunaan zakat. Dengan berasumsi bahwa dengan menggunakan manajemen yang baik, kita telah berhasil mengumpulkan harta zakat lebih banyak dari biasanya. Misalnya kita telah berhasil mengumpulkan zakat sebesar Rp. 500.000.000,- dengan terkumpulnya dana ini maka sebagai amil zakat wajib menyalurkan kepada delapan golongan yang disebutkan didalam al Qur’an yakni fakir, miskin, sabilillah, ibn sabil, muallafa kulubuhum dan lainnya. Saya kira perlu diredifinisi sesuai dengan keadaan zaman. Zakat hendaknya menghindari sebisa mungkin yang bersifat konsumtif, maka kita tentukan jenis orang mana saja yang bias menerima uang tunai, misalnya orang miskin yang cacat, anak yatim, kebutuhan pokok yang mendesak bagi si miskin dan lain-lain. Selebihnya kita pikirkan untuk dikelola agar lebih berdaya guna, yakni agar bisa bersifat produktif dengan merencanakan yang diikuti dengan penerapan fungsi manajemen misalnya : pertama, program member bekal ketrampilan kerja bagi orang miskin, contoh ini kita perlu mengerjakan banyak hal seperti survey jumlah orang miskin yang bisa diberi bekal keterampilan, survey jenis keterampilan yang sesuai dengan pasar kerja, penjajagan kerja sama dengan perusahaan yang dapat menampung dan rencana kursus orang-orang miskin hingga pada materi pembelajaran dan lain-laninnya.
Kedua, kita juga bisa juga menjajagi pasaran bebas, sehingga jenis trainingnya adalah untuk mencetak para miskin menjadi pedagang atau pengusaha kecil. Kemudian harta zakatnya disamping untuk training juga digunakan untuk modal usaha, meski dalam permodalan ini harus dihitung hutang oleh karena pengembaliannya akan dapat dimanfaatkan oleh keluarga miskin yang lain. Dalam hal ini saya kira perlu diciptakan suasana kerjasama antara mereka, bukan untuk kompetisi tidak sehat, namun lebih sebagai konsultasi untuk membina usaha yang dijalankan.
Ketiga untuk anak-anak orang miskin, diprioritaskan untuk memberikan beasiswa pendidikan. Keempat, menjajagi untuk menanam saham pada suatu perusahaan (yang penting jenis usahanya memenuhi syarat-syarat tertentu) dan lain-lain.4
Kata Akhir
Dari pembahasan yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam penerapan teori zakat dimungkinkan adanya pendekatan baru, dalam hal system penarikan dan penyaluran zakat yang sejalan dengan tingkat kompleksitas permasalahan umat yang membutuhkan penanganan yang cepat dan tepat sasaran.
Dalam penarikan zakat misalnya digunakan metode pendekatan manajemen yang selama ini biasanya digunakan pada sector public (yang sasaran utamanya untuk meningkatkan profit yang sebesar-besarnya) digunakan untuk lembaga non profit yang sasaran utamanya adalah service (pelayanan) bukan profit.
Sedangkan dalam penyalurannya diupayakan diupayakan sebisa mungkin menghindari hal yang bersifat konsumtif dengan memilah-milah orang mana saja yang behak menerima uang tunai dan selebihnya diberdayakan untuk hal-hal yang lebih produktif, misalnya mengadakan pelatihan tenaga kerja siap pakai dan dibutuhkan pasar tenaga kerja, sehingga lambat laun kuantitas penerima zakat bisa berkurang bahkan bisa menjadikan mereka yang tadinya menerima zakat berubah status mereka menjadi muzakki, seiring dengan perkembangan pendapatan mereka akibat dari keberhasilan program tadi, dengan demikian beban Negara akan semakin berkurang.
Daftar Pustaka
Prof A. Qodri Azizy. Membangun Fondasi Ekonomi Ummat.
Eko Suprayitno, Ekonomi Islam, Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional.
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam. Jilid III.
1 Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam. Jilid III hal. 237
2 Prof A. Qodri Azizy. Membangun Fondasi Ekonomi Ummat. Hal. 142-144
3 Eko Suprayitno, Ekonomi Islam, Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional. Hal. 40
4 Prof A. Qodri Azizy. Membangun Fondasi Ekonomi Ummat. Hal. 142-144
1 Comment:
tamanzakat hadir untuk memudahkan anda menyalurkan zakat dan infaq, mari salurkan harta anda untuk orang yang berhak menerimanya,
program : pengobatan gratis, ambulance gratis, melahirkan gratis, khitanan gratis, pemodalan usaha, bimbingan belajar gratis
website amil zakat indonesia klik : http://www.tamanzakat.com
Post a Comment