Jumat, 20 Agustus 2010

Ketika Para Tuan Guru Berkhianat


Ramadhan, tema dan pertanyaan itu mengemuka dibenakku beberapa hari terakhir ini. Dapatkan ini terjadi? aku teringat sebuah pulau dibagian timur Indonesia yang dikenal dengan Pulau Seribu Masjid, Pulau-nya Para Tuan Guru, Pulau Lombok. Uraian berikut akan mencoba melihat hal itu.

Lalu mengapa hingga saat ini “mencari pemecahan” atas keadaan umat di pulau ini makin terpuruk, belum juga ditemukan? Bukankah hal ini terbukti dengan tingkat nilai IPM (Indeks Pembangunan Manusia/ Human Development Index) yang menempati juru kunci, ketimpangan distribusi pendapatan, busung lapar, tergerusnya kelestarian alam dan deret lain yang tidak sejuk untuk disebutkan? Beberapa pertanyaan lain segera mengemuka. Mengapa umat di pulau ini, yang sudah merdeka sejak 65 tahun silam tak juga mampu keluar dari belenggu keterpurukan, kemiskinan, kebodohan, kemelaratan dan ke mana dan di mana saja peran para Tuan Guru selama ini?

Bukankah keberadaan dan perananan para Tuan Guru menjadi penting lantaran langkahnya punya dasar berpijak yang di dalamnya menyimpan gagasan untuk perbaikan menghadapi masa depan umat, baik dari aspek keduniaan terlebih keakhiratan? Maka, di mana pun di bagian lain pulau Lombok ini, para Tuan Guru kerap bertindak sebagai pioner, perintis, dan pemberi pencerahan atas kehidupan umat.

Tema dan pertanyaan “Ketika Para Tuan Guru Berkhianat” yang penulis uraikan saat ini, bukan semata-mata dimaksudkan untuk menyinggung atau menyindir para Tuan Guru. Namun jika ada yang merasa tersinggung itu akan lebih baik juga.

Lalu bagaimana proses pengkhianatan para Tuan Guru tersebut terjadi? Umumnya pengkhianatan para Tuan Guru terjadi manakala bersinggungan dengan kekuasaan. Dan untuk menampilkan kesan hati-hati dan tidak sembarang tuduh. Kita memang akan sangat hati-hati dan tidak selalu mudah memasukkan seorang Tuan Guru ke dalam kategori pengkhianat ataupun pahlawan.

Dan bagaimana kita menilai para Tuan Guru yang telah berjuang dan turut andil dalam mendirikan bangsa Indonesia serta telah mengabdikan dirinya dalam struktur kekuasaan? Kita tidak akan mengatakan bahwa para Tuan Guru yang telah berjuang dan merintis kemerdekaan sebagai pengkhianat. Namun dalam menilai para Tuan Guru yang telah tiada sikap yang terbaik adalah dengan menghargai kebaikan dan jasa-jasa mereka, dan kemudian menilai secara objektif kelemahan dan kekurangan mereka untuk dijadikan cermin. Betapa pun hebatnya seorang Tuan Guru selaku pemimpin umat, pikiran dan gagasannya pasti terikat dengan ruang dan waktu. Oleh sebab itu, kita wajib mengembangkan sikap kritis, tetapi tulus terhadap pikiran, ide, dan doktrin siapa pun, termasuk tuan Guru yang kita kagumi. Karena, hanya dengan cara inilah kita akan dapat meraih tingkat kedewasaan sprirtual dan intelektual, sebagaimana yang mereka cita-citakan dalam perjuangannya.

Memang kategori siapa Tuan Guru pengkhianat dan siapa Tuan Guru pahlawan tidak dapat dibuat terang-benderang dalam kategori yang sederhana. Sebab mengidentifikasi siapa Tuan Guru pengkhianat bagi kita sama sulitnya dengan memberikan definisi tentang siapa itu Tuan Guru. Kita tidak akan memberi definisi yang jelas tentang hal ini, namun paling tidak beberapa atribut-atribut penting sebagai alat untuk mengenali seorang Tuan Guru atau bukan Tuan Guru.

Atribut lain yang perlu ditambahkan bagi seorang Tuan Guru, di samping terpelajar, dia juga harus punya kepekaan dan komitmen terhadap masalah-masalah besar yang menyangkut manusia dan kemanusiaan, tanpa diskriminasi.

Kalau begitu, siapa saja yang telah menjerembabkan umat ini dalam keterpurukan yang tak jua kunjung usai? Masalah bangsa dan masalah umat di pulau Lombok ini, sejak zaman kemerdekaan adalah soal kepemimpinan yang tidak atau kurang bertanggung jawab dalam mengisi kemerdekaan dan memerdekakan serta memberdayakan umat. Umat di pulau Lombok ini umumnya cukup patuh bila para Tuan Guru-nya dapat diteladani. Keteladanan inilah yang semakin sunyi dari waktu ke waktu.

Karena itu, jika para Tuan Guru memang tidak mampu mengurus pulau Lombok yang elok ini serta umat yang beragam ini, agar tidak malu-malu meminjam tenaga lain untuk membantu, termasuk untuk dijadikan “Tuan Guru” dalam perspektif lain yang lebih luas.

Dan jika kondisi buruk ini masih saja berlanjut, maka kita tidak perlu lagi mencari siapa pengkhianat sebenarnya. Lebih baik kita akui bahwa kita semua pengkhianat, tidak kecuali para Tuan Guru!!

0 Comments:

© Kontak : Herman_bismillah@Yahoo.co.id