Mukjizat Al Qur’an1
Oleh : Hermansyah, S. EI.
Pendahuluan
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan. Dan tidak ada hak bagi seorang Rasul untuk mendatangkan sesuatu ayat (mukjizat) melainkan dengan Izin Allah. Bagi tiap-tiap masa ada kitab (yang tertentu)” (Q.S. Ar Ra’du : 38)
Membahas tentang Kitab Al-Qur'an adalah laksana membahas tentang sebuah buku yang paling istimewa. Bagaimanat tidak istimewa, ketika buku-buku yang lain ditulis atau diciptakan oleh para pakar, baik itu para doktor, cendekiawan, ataupun negarawan, buku yang satu ini diciptakan oleh Tuhan melalui seorang utusannya yang mulia Nabi Muhammad saw.
Ada banyak motif yang melatarbelakangi dan tantangan untuk menguji kebenaran Al-Qur'an dari zaman ke zaman. Sebagian menguji atas dasar ketidakpercayaan, sebagian yang lain menguji atas dasar kebencian, sebagian lagi menguji murni demi memuaskan hasrat intelektualnya, dan berbagai motif yang dilakukan manusia didunia ini untuk menguji kebenaran dan keistimewaan Al Qur’an. Penemuan demi penemuan di bidang sains yang tak terpikirkan oleh orang-orang terdahulu telah dengan sangat fasih membuktikan bahwa Al Quran adalah sebuah buku yang diciptakan oleh Pencipta alam semesta. Allah swt.
Al Quran adalah kitab petunjuk bagi seluruh manusia (hudan li al-nas), yang di dalamnya juga mengandung penjelasan (bukti-bukti) sebagai petunjuk. Bukti-bukti itulah yang kita katakan sebagai mukjizat, karena dengan bukti-bukti tadi manusia tidak dapat mengingkari kebenaran isi Al Quran. Selain mukjizat dari segi kekuatan bahasa, ketepatan berita sejarah maupun kejadian yang akan datang, serta keadilan hukum-hukum yang dikandungnya, terdapat pula mukjizat dari segi ilmiah (sains dan teknologi) yang beberapa faktanya baru bisa kita saksikan di zaman mutakhir ini2
Al Qur'an adalah firman Allah yang di dalamnya terkandung banyak sekali sisi keajaiban yang membuktikan fakta ini. Salah satunya adalah fakta bahwa sejumlah kebenaran ilmiah yang hanya mampu kita ungkap dengan teknologi abad ke-20 ternyata telah dinyatakan Al Qur'an sekitar 1400 tahun lalu. Tetapi, Al Qur'an tentu saja bukanlah kitab ilmu pengetahuan. Namun, dalam sejumlah ayatnya terdapat banyak fakta ilmiah yang dinyatakan secara sangat akurat dan benar yang baru dapat ditemukan dengan teknologi abad ke-20. Fakta-fakta ini belum dapat diketahui di masa Al Qur'an diwahyukan, dan ini semakin membuktikan bahwa Al Qur'an adalah firman Allah.3
Atas dasar uraian di atas, setiap manusia berakal yang mempunyai kesadaran yang cukup merasa yakin—setelah memperhatikan hal-hal tersebut—bahwa Al-Qur'an merupakan kitab samawi yang istimewa, yang tidak mungkin ditiru atau dipalsukan, dan tidak mungkin pula bagi setiap individu atau kelompok manapun untuk mendatangkan kitab yang sepadan dengannya, sekalipun mereka mengerahkan seluruh kekuatan dan telah menjalani pendidikan dan pelatihan demi hal itu.
Artinya, kitab suci itu memiliki ciri-ciri kemukjizatan, yang luar biasa yakni tak bisa ditiru dan dipalsukan, dan diturunkan sebagai bukti atas kebenaran kenabian seseorang. Tampak jelas bahwa Al-Qur'an merupakan bukti yang paling akurat dan kuat atas kebenaran klaim Muhammad saw sebagai nabi Allah. Dan agama Islam yang suci adalah hak dan karunia Ilahi yang paling besar bagi umat Islam. Al-Qur'an diturunkan sebagai mukjizat abadi hingga akhir masa, kandungannya merupakan bukti atas kebenarannya. Sebegitu sederhananya argumentasi ini hingga dapat dipahami oleh setiap orang dan dapat diterima tanpa mempelajarinya secara khusus4.
Dengan demikian, tidak diragukan lagi bahwa Al-Qur'an telah membuktikan pengakuannya sebagai mukjizat. Sebagaimana Rasul saw, pembawa kitab ini, tersebut telah menyampaikannya kepada umat manusia sebagai mukjizat yang abadi dan bukti yang kuat atas kenabiannya hingga akhir masa. Oleh karena itu dari sedikit prakata di atas penulis mencoba membahas tentang mukjizat Al Qur’an,dan agar pembahasan dalam tulisan ini tidak terlalu luas maka penulis akan membatasi diri pada hal-hal pengertian mukjizat, makna mukjizat Al Qur’an, mukjizat Al Qur’an ditinjau dari aspek kebahasaan, isyarat-isyarat ilmiah Al Qur’an, pemberitaan gaib dan bukti-bukti lainnya dari kemukjizatan Al Qur’an. Berikut diantaranya
Pengertian Mukjizat Menurut Agama Islam
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) kata mukjizat diartikan sebagai “kejadian ajaib yang sukar dijangkau oleh kemampuan akal manusia”5 menurut Quraish Shihab pengertian kata ini tidak sama dengan pengertian kata tersebut dalam istilah agama islam.6
Kata mukjizat terambil dari kata bahasa Arab a’jaza yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu. Pelakunya (yang melemahkan) dinamai mu’jiz dan bila kemampuannya melemahkan pihak lain amat menonjol sehingga mampu membungkam lawan, maka dinamai mu’jizat. Tambahan ta’ marbuthah pada akhir kata itu mengandung makna mubalaghah (superlatif). Oleh para pakar agama islam mukjizat antara lain didefinisikan sebagai “suatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seseorang yang mengaku nabi, sebagai bukti kenabiannya yang ditantangkan kepada yang ragu, untuk melakukan atau mendatangkan hal serupa, namun mereka tidak mampu melayani tantangan itu”7
Unsur-unsur yang menyertai mukjizat
Dari definisi mukjizat di atas kita dapat memahami bahwa terdapat beberapa unsure yang menyertai mukjizat yakni : Pertama, adanya hal atau peristiwa luar biasa. Menurut Quraish Shihab (1998) yang dimaksud dengan luar biasa adalahsesuatu yang berada di luar jangkauan sebab dan akibat yang diketahui secara umumhukum-hukumnya. Peristiwa-peristiwa alam misalnya yang terlihat sehari-hari, walaupun menakjubkan tidak dinamai mukjizat karena ia telah merupakan sesuatu yang biasa. Demikian halnya dengan hipnotisme atau sihir,walaupun sekilas ia terlihat ajaib dan luar biasa, keduanya bukanlah hal atau sesuatu yang luar biasa karena ia dapat dipelajari8
Kedua, terjadi atau dipaparkan oleh seorang yang mengaku nabi. Tidak mustahil terjadi hal-hal diluar kebiasaan pada diri siapa pun. Namun jika bukan dari seseorang yang mengaku nabi, maka ia tidak dinamai mukjizat, namun irhash atau karamah (kekeramatan), bahkan tidak mustahil terjadi pada orang yang durhaka pada Allah swt dan hal ini disebut ihanah (penghinaan) atau istidraj (“rangsangan” untuk lebih durhaka)9 Berawal dari hal tersebut umat islam memiliki keyakinan bahwa Muhammad saw adalah nabi terakhir. Konsekuensi dari keyakinan tersebut yakni tidak mungkin lagi adanya mukjizat sepeninggal Nabi saw, walaupun ini bukan berarti bahwa keluarbiasaan tidak dapat lagi terjadi dewasa ini.
Ketiga mengandung tantangan terhadap yang meragukan kenabian. Tantangan ini meski berbarengan dengan pengakuan sebagai nabi. Disamping itu tantangan tersebut juga sejalan dengan ucapan sang nabi. Misalnya jika ia berkata “batu ini dapat berbicara” tetapi ketika batu tersebut berbicara bahwa “sang penantang berbohong” maka keluarbiasaan ini bukanlah suatu mukjizat tetapi ihanah atau ihanah atau istidraj.
Hal ini misalnya di jelaskan dalam Al-Qur'an yang merupakan satu-satunya kitab samawi yang dengan jelas dan tegas menyatakan bahwa tidak seorang pun yang mampu mendatangkan kitab sepertinya, meskipun seluruh manusia dan jin berkumpul untuk melakukan hal itu.10 Bahkan, mereka tidak akan mampu sekalipun untuk menyusun, misalnya, sepuluh surat saja11 atau malah satu surat pendek sekalipun yang hanya mencakup satu baris saja.12
Oleh karena itu, Al-Qur'an menantang seluruh umat manusia untuk melakukan hal itu. Dan banyak sekali ayat-ayat Al-Qur'an yang menekankan tantangan tersebut. Sesungguhnya ketidakmampuan mereka untuk mendatangkan hal yang sama dan memenuhi tantangan tersebut merupakan bukti atas kebenaran kitab suci itu dan risalah Nabi Muhammad saw dari Allah SWT13
Dengan demikian, tidak diragukan lagi bahwa Al-Qur'an telah membuktikan pengakuannya sebagai mukjizat. Sebagaimana Rasul saw, pembawa kitab ini, tersebut telah menyampaikannya kepada umat manusia sebagai mukjizat yang abadi dan bukti yang kuat atas kenabiannya hingga akhir masa14
Keempat, tantangan tersebut tidak mampu atau gagal dilayani. Bila yang ditantang berhasil melakukan hal serupa, bahwa ini berarti bahwa pengakuan sang penantang tidak terbukti, disisi lain kandungan tantangan harus benar-benar dipahami oleh yang ditantang. Bahkan untuk lebih membuktikan kegagalan mereka, biasanya aspek kemukjizatan masing-masing nabi adalah hal-hal yang sesuai dengan bidang keahlian umatnya.. contoh untuk hal ini misalnya mukjizat nabi Musa as yakni tongkat yang bisa berubah menjadi ular (Q.S. Thaha ayat 63-76). Mukjizat nabi Shaleh as kepada kaum Tsamud yang amat gandrung melukis dan memahat, maka oleh allah swt Nabi Saleh as diberi mukjizat berupa seekor unta yang benar-benar hidup dari batu karang yang kemudian mereka lihat makan dan minum (Q.S. Al A’raf ayat 73 dan Q.S. Asy Syu’ara’ ayat 155-156 dan hukuman terhadap kaum Tsamud dalam Q.S. Asy Syams ayat 13-15). Demikian halnya dengan mukjizat nabi Isa as dalam hal pengobatan (Q.S. Ali Imran ayat 49)15
Apakah mukjizat dapat terjadi
Ada beberapa orang yang meragukan kemungkinan terjadinya “keluarbiasaan” seperti beberapa contoh di atas, karena kejadian-kejadian tersebut bertentangan dengan akal yang dengannya mustahil terjadi. Namun menurut Quraish Shihab (1998) bahwa keluarbiasaan itu tidak mustahil menurut akal, namun keluarbiasaan itu sukar terjadinya, tidak atau belum dapat terjangkau oleh akal akan hakikat dan cara kerjanya. Masih menurut Quraish Shihab (1998) bahwa kemustahilan itu dibagi dua yakni mustahil menurut akal dan mustahil menurut kebiasaan. Untuk hal ini Quraish Shihab menyatakan “kita sering menilai sesuatu itu mustahil karena akal kita telah terpaku dengan kebiasaan atau dengan hokum-hukum alam atau hokum sebab dan akibat yang kita ketahui, sehingga jika ada sesuatu yang tidak sejalan dengan hukum-hukum itu, kita segera menolak dan menyatakan mustahil” Quraish Shihab juga menjelaskan bahwa “semua agama memperkenalkan hal-hal yang suprarasional, tetapi tidak sedikit penganut agama yang memperluas wilayahnya hingga yang irasional pun mereka suburkan. Inilah, antara lain yang melahirkan penolakan segala informasi kecuali yang rasional”16
Dalam pengertian ini Quraish Shihab menunjukkan kepada kita bahwa Beliau tidak bermaksud menyuburkan hal-hal yang irasional namun lebih pada mendudukkan persoalan pada tempatnya, bahwa Beliau menulis “dalam hidup ini ada yang suprarasional dan ada pula potensi manusia yang belum dikembangkan. Hal ini karena memang belum mengenal dan belum mengembangkan potensi ruhaniyahnya. Potensi ruhaniyah inilah yang dikembangkan olrh para nabi sehingga tuhan menganugrahkan mukjizat dan memilihnya sebagai rasul untuk menyampaikan pesan-pesan-Nya”17
Tujuan dan fungsi mukjizat
Mukjizat memiliki fungsi sebagai bukti kebenaran para nabi. Namun demikian bagi yang telah percaya kepada kenabian maka mukjizat akan berfungsi untuk memperkuat iman serta menambah keyakinan akan kekuasaan allah swt18
Perlukah bukti untuk suatu mukjizat atau kebenaran
Manusia memiliki beragam keinginan atau kepentingan, karenanya dibutuhkan adanya aturan untuk mengatur terpenuhinya keinginan atau kepentingan tersebut. Disisi lain manusia tidak mengetahui apa yang terbaik bagi dirinya atau bahkan banyak hal yang belum diketahuinya, karena hal ini pula allah swt menganugrahkan petunjuk keagamaan, saying tidak semua manusia dapat meraih petunjuk tersebut. Hal ini banyak disebabkan oleh beragam factor diantaranya tingkat kecerdasan mereka yang bertingkat-tingkat yang karena hal tersebut mereka membutuhkan orang yang dapat membimbing untuk mengetahui anugrah petunjuk keagamaan tersebut. Dari sinilah dibutuhkan bukti bahwa petunjuk itu dating dari allah swt sebagai suatu mukjizat dan kebenaran.
Namun disisi lain ada juga masyarakat yang ragu akan mukjizat tersebut seperti terlukiskan dalam “dia adalah manusia biasa seperti kita” dan dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 23 allah swt menegaskan, "Dan jika kalian masih merasa ragu terhadap apa yang kami turunkan kepada hamba Kami, maka buatlah yang serupa dengannya," menunjukan bukti kebenaran unsur kemukjizatan ini.
Macam-macam mukjizat
Menurut Quraish Shihab (1998) secara garis besar mukjizat dibagi kedalam mukjizat yang bersifat material indrawi lagi tidak kekal dan mukjizat immaterial, logis dan dapat dibuktikan sepanjang masa. Mukjizat nabi-nabi terdahulu kesemuanya merupakan jenis yang pertama. Mukjizat mereka bersifat material dan indrawi dalam arti dapat disaksikan atau dijangkau lewat indra secara langsung, misalnya perahu nabu Nuh as, tidak terbakarnya nabi Ibrahim as, tongkat nabi Musa as dan penyembuhan yang dilakukan oleh nabi Isa as atas izin allah swt.19
Hal ini berbeda dengan mukjizat nabi Muhammad saw, yang bukan indrawi atau material, namun dapat dipahami oleh akal, misalnya mukjizat Al Qur’an. Hal ini berbeda dengan masa nabi sebelum Nabi Muhammad saw diantaranya disebabkan oleh masa nabi sebelum nabi Muhammas saw ditugaskan untuk masyarakat dan masa tertentu, karena itu mukjizat tersebut berlaku untuk masyarakat saat itu tidak untuk sesudahnya, kedua, manusia mengalami perkembangan dalam pemikiran. Hal ini misalnya dilukiskan dalam Q.S. Al Ankabut ayat 50-51 yang artinya sebagai berikut “katakanlah (wahai Muhammad) sesungguhnya bukti (mukjizat yang bersifat indrawi yang kalian minta itu) datangnya dari Allah. Aku hanya sekedar membawa berita yang nyata” dan “apakah mereka (tidak berfikir sehingga) belum merasa cukup bahwa kami telah menurunkan Al Qur’an yang dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat rahmat dan peringatan bagi orang-orang yang ingin percaya” dalam Q.S. Al Isra’ ayat 59 allah berfirman yang artinya “dan sekali-kali tidak ada yang menghalangi Kami untuk mengirimkan tanda-tanda (mukjizat) yang bersifat indrawi (melalui engkau Muhammad) melainkan karena tanda-tanda (semacam) itu telah (Kami kirimkan sebelum ini, namun) didustakan oleh umat terdahulu…”
Makna Mukjizat Al Qur’an
Al Qur’an biasa didefinisikan sebagai “firman-firman Allah swt yang disampaikan oleh malaikan Jibril sesuai redaksi-Nya kepada Nabi Muhammad saw, dan diterima oleh umat islam secara tawatur”20
Cara Jibril menerima lafadh Al Qur’an dan menurunkannya diperselisihkan oleh para ulama. Dalam buku Sejarah dan Pengantar Ilmu Al Qur’an / Tafsir Ath Thiby mengatakan “boleh jadi Jibril yang menurunkan Al Qur’an kepada Nabi menerimanya dari Allah dengan cara yang tertentu yang kita tidak dapat menggambarkannya, atau Jibril itu menghafadhnya dari Lauh Mahfudh. Sesudah di hafadh dari Lauh itu, Jibril pun menurunkannya, lalu memberikannya kepada Nabi (menghujamkannya ke jiwa Nabi saw)”21
Dan para ulama berselisih pula tentang apakah yang diturunkan itu diantara beberapa pendapat tersebut yakni22 : Pertama, pendapat yang menyatakan bahwa yang diturunkan itu lafadh dan makna. Jibril menghafal Al Qur’an dari Lauh dan lalu menurunkannya. Kedua, menyatakan bahwa Jibril menurunkan maknanya saja. Nabi saw memahami makna-makna itu lalu beliau mentakbirkan dengan bahasa Arab. Ketiga, yang menyatakan bahwa Jibril menerima makna lalu Jibril mentakbirkannya dengan bahasa Arab. Namun demikian terdapat juga pendapat yang menyatakan bahwa isi langit membaca Al Qur’an dengan bahasa Arab. Lafadh itulah yang diturunkan kepada Nabi saw.
Para ulama juga menegaskan bahwa Al Qur’an dapat dipahami sebagai nama dari keseluruhan firman allah tersebut, namun dapat juga bermakna sepenggal ayat-ayat allah. Lebih jauh menurut para ulama, maka jika anda berkata “saya hafal Al Qur’an” padahal yang anda hafal hanya satu ayat, maka ucapan anda itu tidak salah, kecuali jika anda berkata “saya hafal seluruh Al Qur’an”23
Dalam kontek tema ini maka yang dimaksud dengan Al Qur’an adalah minimal satu surah walaupun pendek, atau tiga ayat atau satu ayat yang panjang semisal ayat “Al-Kursi” dalam Q.S. Al Baqarah ayat 255.24
Pembuktian dan cara memahami kemukjizatan Al Qur’an
Sebagaimana tujuan dan fungsi mukjizat yakni sebagai bukti kebenaran para nabi. Namun demikian bagi yang telah percaya kepada kenabian maka mukjizat akan berfungsi untuk memperkuat iman serta menambah keyakinan akan kekuasaan allah swt.
Tiada satu bacaanpun yang diatur dan dipelajari tata cara penulisannya baik dari segi persesuaian dan perbedaannya dengan penulisan masa kini, hingga pada mencari rahasia mengapa ada kata yang sama namun ditulis berbeda. Selanjutnya bagaimanakah cara memahami kemukjizatan ini? Quraish Shihab (1998) menjelaskan setidaknya terdapat tiga hal yang mesti dilakukan dalam memahami kemukjizatan Al Qur’an yakni : Pertama dengan melihat kepribadian Nabi saw. Kedua, kondisi masyarakat saat turunya Al Qur’an dan ketiga, masa dan cara turunnya Al Qur’an.
Mukjizat Al Qur’an Ditinjau Dari Aspek Kebahasaan
Al Qur’an pertama kali berinteraksi dengan masyarakat Arab pada masa nabi Muhammad saw. Keahlian mereka adalah bahasa dan sastra, dimana mana terjadi perlombaan dalam menyusun sya’ir atau khutbah, petuah dan nasihat. Sya’ir-sya’ir yang dinilai indah digantung di Ka’bah sebagai penghormatan terhadap penggubahnya sekaligus untuk dapat dinikmati oleh yang melihat atau membacanya. Penyair mendapat kedudukan yang istimewa dalam masyarakat Arab. Mereka dinilai sebagai pembela kaumnya, dengan sya’ir dan gubahan mereka mengangkat reputasi satu kaum atau seseorang dan sebaliknya dapat menjatuhkannya.25
Sebenarnya orang-orang Arab yang hidup pada masa turunya Al Qur’an adalah masyarakat yang paling mengetahui tentang keunikan dan keistimewaan Al Qur’an serta ketidakmampuan manusia untuk menyusun semacamnya. Namun demikian mereka mengingkari dan menolak dengan alasan dan cara yang mereka sendiri sulit menerimanya. Tidak heran jika dalam Q.S. Al Isra’ ayat 88 dijelaskan “katakan (sampaikanlah), seandainya manusia dan jin berhimpun untuk menyusun semacam Al Qur’an ini, mereka tidak akan mampu melakukannya walaupun mereka saling membantu”26
Dari sini kita dapat mengatakan bahwa keunikan dan keistimewaan Al Qur’an dari segi bahasa merupakan kemukjizatan utama dan pertama yang ditujukan kepada masyarakat Arab yang dihadapi Al Qur’an. Pakar-pakar bahasa menyatakan bahwa seseorang dinilai berbahasa dengan baik jika pesan yang hendak disampaikannya tertampung oleh kata atau kalimat yang dia rangkai yakni sebaik-baik pembicaraan adalah yang singkat tetapi mencakup. Kalimat yang baik adalah yang tidak bertele-tele tetapi tidak pula singkatsehingga mengaburkan pesan. Selanjutnya kata yang dipilih tidak asing bagi pendengaran, atau pengetahuan lawan bicara dan harus mudah diucapkan. Boleh jadi juga kata-demi kata mudah diucapkan, namun ketika dirangkai ia menjadi kalimat yang sulit diucapkan misalnya kalimat Qurb qabri harb qubrun yang berarti “didekat kuburannya si harb ada kuburan”27
Disisi lain harus pula diperhatikan sikap lawan bicara. Boleh jadi dia meragukan kandungan pembicaraan anda, atau sekedar menduga atau boleh jadi juga telah meyakini sebelumnya atau belum memiliki ide sama sekali tentang apa yang akan anda sampaikan. Tingkat dan keadaan lawan bicara seperti ini juga harus menjadi pertimbangan dalam menyusun kata atau kalimat anda, dan tidak kalah pentingnya juga adalah kesesuaian antara ucapan anda dan tata bahasa.28
Al Qur’an menggunakan kosa kata yang dikenal dan digunakan oleh orang-orang Arab. Ini diingatkan oleh-Nya secara tersurat dan tersirat, antara lain melalui surah-surat yang diawali dengan huruf-huruf hijaiyyah (alphabet bahasa Arab). Seakan-akan Al Qur’an berkata kepada yang ragu, “buatlah semacam Al Qur’an, yang kalimat-kalimatnya terdiri dari huruf-huruf yang kalian kenal seperti Alif Lam Mim, Shad, Qaf, Kaf, Ha’, Ya’, ‘Ain Shad, Ya sin dan sebagainya”29
Susunan kata dan kalimat Al Qur’an
Sebelum seseorang terpesona dengan keunikan dan kandungan pesan Al Qur’an, terlebih dahulu ia akan terpukau oleh beberapa hal yang terkait dengan susunan dan kalimat Al Qur’an yakni sebagai berikut : Pertama, nada dan langgamnya yang pertama kali akan dirasakan ditelinga (sebagaimana ditegaskan-Nya, bukan sya’ir atau puisi) dan terdengar memiliki keunikan dalam ritme dan iramanya. Seperti misalnya yang terdapat dalam Q.S. An Nazi’at ayat 1-14 (Wannazi’ati gharqa, Wannasyithati nasytha….).
Kedua, singkat dan padat. Al Qur’an bagaikan berlian yang memancarkan cahaya dari tiap sisinya, sudut pandang kita akan berbeda-beda dalam memahami ayat-ayat dalam Al Qur’an, misalnya dalam Q.S. Al Baqarah ayat 212 (Wallahu yarzuqu man yasya’u bighayri hisab) ayat ini dapat berarti : a) Allah memberikan rizki kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya tanpa ada yang berhak mempertanyakan kepada-Nya mengapa dia memperluas rizki kepada seseorang yang mempersempit yang lain. b) Allah memberikan rizki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa Dia memperhitungkan pemberian itu (karena Dia maha kaya, sama dengan seseorang yang tidak mempedulikan pengeluarannya). c) Allah memberikan rizki kepada seseorang tanpa yang diberi rizki tersebut dapat menduga kehadiran rizki itu. d) Allah memberikan rizki kepada seseorang tanpa yang bersangkutan dihitung secara detail amal-amalnya dan e) Allah memberikan rizki kepada seseorang dengan jumlah rizki yang amat banyak sehingga yang bersangkutan tidak mampu menghitungnya30
Ketiga memuaskan para pemikir dan orang kebanyakan. Jika anda membaca suatu artikel, maka boleh jadi anda menilainya sangat dangkal sehingga tidak sesuai dengan selera pemikir dan ilmuwan. Bisa jadi sebaliknya ia tidak dapat dikonsumsi oleh orang kebanyakan. Al Qur’an tidak demikian. Bisa jadi seorang awam akan merasa puas dan memahami ayat-ayat Al Qur’an sesuai dengan keterbatasannya, namun ayat yang sama dapat dipahami dengan berbeda oleh seorang filosof dalam pengertian yang baru yang tidak terjangkau oleh orang kebanyakan. Hal ini misalnya seperti yang terdapat dalam Q.S. Yaa sin ayat 78-82.31
Keempat, memuaskan akal dan jiwa. Manusia memiliki daya fikir dan daya rasa (akal dan qalbu). Al Qur’an memiliki kemampuan untuk mengembangkan kedua daya tersebut. Misalnya ketika berbicara tentang hokum Al Qur’an menggunakan gaya bahasa yang tidak kaku, sebagaimana halnya redaksi pakar-pakar hokum. Al Qur’an menguraikan ketetapan-ketetapan hokum itu dengan argumentasi logika dan dengan gaya bahasa yang berbeda-beda. Hal ini misalnya dapat dilihat dalam Q.S. Al Baqarah ayat 183-184, demikian juga dalam ayat 15 surah Al Ahqaf bagaimana perintah berbuat baik kepada kedua orang tua dibarengi dengan argument logika yang dimulai dengan mengingatkan sang anak tentang susah payah kedua orang tuanya.32
Kelima, keindahan dan ketepatan maknanya. Tidak mudah menjelaskan keindahan bahasa Al Qur’an bagi yang tidak memiliki rasa bahasa Arab atau -paling tidak- pengetahuan tata bahasa Arab. Namun demikian hal ini dapat diperhatikan dalam Q.S. Az Zumar ayat 71 dan Q.S. Az Zumar ayat 73. Dalam ayat ini digambarkan tentang bagaimana sambutan allah swt terhadap orang-orang kafir dan orang-orang mukmin yang diantar ke surga dan ke neraka oleh para malaikat33
Keseimbangan redaksi Al Qur’an
Abdurrazaq Nawfal dalam Al-I’jaz Al-Adabiy li Al-Qur’an Al-Karim yang terdiri dari tiga jilid, mengemukakan sekian banyak contoh tentang keseimbangan redaksi AL Qur’an misalnya seperti yang dikutif dalam buku Membumikan Al Qur’an sebagai berikut34 :
Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya. Diantanya yakni :
Al-hayah (hidup) dan al-mawt (mati), masing-masing sebanyak 145 kali.
Al-naf’ (manfaat) dan al-madharrah (mudarat) masing-masing sebanyak 50 kali
Al-har (panas) dan al-bard (dingin) masing-masing sebanyak 4 kali
Al-shalihat (kebajikan) dan al-sayyi’at (keburukan) masing-masing 167 kali
Al-thuma’ninah (kelapangan/ketenangan) dan al-raghbah (harap/ingin) masing-masing 8 kali
Dan lain-lainnya
Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan sinonimnya / makna yang dikandungnya. Beberapa contoh diantanya yakni :
Al-harts dan al-zira’ah (membajak/bertani) masing-masing 14 kali.
Al-‘ushb dan al-dhurur (membanggakan diri/angkuh) masing-masing 27 kali
Al-dhallun dan al-mawta (orang sesat/mati (jiwanga)) masing-masing 17 kali.
Al-Qur’an, al-wahyu dan al-islam (AL Qur’an, wahyu dan islam) masing-masing 70 kali.
Al-‘aql dan al-nur (akal dan cahaya) masing-masing 49 kali
Al-jahr dan al-‘alaniyah (nyata) masing-masing 16 kali
Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjuk kepada akibatnya. Beberapa contoh diantanya yakni :
Al-infaq (infaq) dengan al-ridha (kerelaan) masing-masing 73 kali.
Al-bukhl (kekikiran) dan al-hasarah (penyesalan) masing-masing 12 kali.
Al-kafirun (orang-orang kafir) dengan al-nar/al-ahraq (neraka/pembakaran) masing-masing 154 kali.
Al-zakah (zakat/penyucian) dengan al-barakat (kebajikan yang banyak) masing-masing 32 kali.
Al-fahisyah (kekejian) dengan al-ghadhb (murka) masing-masing 26 kali.
Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya. Beberapa contoh diantanya yakni :
Al-israf (pemborosan) dengan al-sur’ah (ketergesa-gesaan) masing-masing 23 kali.
Al-maw’izhah (pemborosan) dengan al-lisan (lidah) masing-masing 25 kali.
Al-asra (tawanan) dengan al-harb (perang) masing-masing 6 kali
Al-salam (kedamaian) dengan al-thayyibat (kebajikan) masing-masing 60 kali.
Disamping keseimbangan-keseimbangan tersebut, ditemukan juga keseimbangan khusus. Beberapa contoh diantanya yakni :
Kata yawm (hari) dalam bentuk tunggal sejumlah 365 kali, sebanyak hari-hari dalam setahun. Sedangkan kata hari yang menunjuk kepada bentuk plural (ayyam) atau dua (yaw-mayni) jumlah keseluruhannya hanya 30, sama dengan jumlah hari dalam sebulan. Disis lain, kata yang berarti “bulan” (syahr) hanya terdapat dua belas kali, sama dengan jumlah bulan dalam setahun
Al Qur’an menjelaskan bahwa langit ada “tujuh”. Penjelasan ini diulanginya sebanyak tujuh kali pula yakni dalam ayat-ayat Al Baqarah ayat 29, Al-Isra’ ayat 44, Al-Mukminun ayat 86, Fushilat ayat 12, Al-Thalaq ayat 12, Al-Mulk ayat 3, dan Nuh ayat 15. Selain itu, penjelasan tentang terciptanya langit dan bumi dalam 6 hari dinyatakan pula dalam tujug ayat.
Kata-kata yang menunjuk kepada utusan Tuhan, baik rasul atau nabi, atau basyir (pembawa berita gembira) atau nadzir (pemberi peringatan) keseluruhannya berjumlah 518 kali. Jumlah ini seimbang dengan jumlah penyebutan nama-nama nabi, rasul dan pembawa berita gembira tersebut, yakni 518 kali.
Ketelitian redaksi Al Qur’an
Al Qur’an sangat teliti dalam pemilihan kosa katanya. Sering kali pemilihan kata tersebut, tampak ganjil bahkan boleh jadi dinilai sebagai menyalahi kaidah kebahasaan, atau tidak sejalan dengan bahasa yang baik dan benar. Berikut akan diambil satu contoh yakni35 tentang kata thifl (anak dalam beberapa ayat Al Qur’an).
Kata thifl (anak), dalam bentuk tunggal di dalam Al Qur’an ditemukan dalam tiga ayat yakni Q.S. Ghafir (40) ayat 67, Q.S. An-Nur ayat 31 dan Q.S. An-Nur ayat 59. Namun jika dicermati ayat-ayat tersebut ditemukan bahwa walaupun menggunakan bentuk tunggal, namun yang dimaksudkan adalah “anak-anak” (bentuk jamak). Perhatikan misalnya Q.S. Ghafir (40) ayat 67.
Bahkan dalam Q.S. An Nur ayat 31 lebih jelas lagi karena kata sebelum dan sesudahnya berbentuk jamak, namun kata thifl tetap berbentuk tunggal. Setelah memerintahkan kepada perempuan-perempuan Mukminah agar menahan pandangan dan tidak menampakkan perhiasan kecuali yang biasa tampak, ayat An Nur tersebut mengecualikan beberapa kelompok orang yang boleh melihatperhiasan mereka. Para perempuan itu boleh tidak menutup kain kudung kedadanya atau boleh menampakkan hiasannya yakni antara lain kepada keluarga tertentu dan anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.
Jika kita perhatikan ar-rijal (lelaki-lelaki) bentuk jamak dari ar-rajul (lelaki). Sedangkan yang menunjuk kepada anak-anak digunakan bentuk tunggal yaitu ath-thifl bukan al-athfal. Namun dalam surah An Nur ayat 59 Al Qur’an menggunakan bentuk jamak yakni al-athfal. Ada apa gerangan?
Dalam Q.S. Ghafir ayat 67 dan An Nur ayat 31 berbicara tentang anak-anak pada masa kecil, yang baru keluar dari perut ibunya. Mereka masih sangat suci bersih. Dalam keadaan semacam ini anak-anak pada hakikatnya walaupun banyak, namun semua sama atau dapat dianggap hanya satu, karena keadaan mereka memang sumuanya sama, meskipun bilangan mereka banyak. Demikian halnya pada ayat An Nur ayat 31. Karena ketika itu mereka -seperti bunyi ayat di atas- memiliki kesamaan dalam soal yang sedang dibicarakan ayat ini, yakni kesemuanya belum mengerti tentang aurat wanita dan karena itu, mereka pun disini dapat dikatakan dan dipersamakan dengan ayat sebelumnya -semua sama dan dinilai satu- karena itu kata yang dipilih adalah yang berbentuk tunggal.
Ini berbeda ketika Al Qur’an berbicara tentang anak yang baru saja mencapai atau memasuki usia dewasa, disini keadaan mereka bisa berbeda-beda dank arena itu ayat yang berbicara tentang mereka yang keadaannya demikian, menggunakan bentuk jamak. Jika kita lihat dalam Q.S. An Nur ayat 59, disini Al Qur’an menggunakan bentuk jamak.
Isyarat-isyarat Ilmiah Al Qur’an
Perlu diperhatikan bahwa Al Qur’an bukanlah suatu kitab ilmiah sebagaimana kitab-kitab ilmiah yang dikenal, namun karena Al Qur’an adalah kitab petunjuk bagi kebahagiaan dunia dan akhirat, maka tidak heran jika didalamnya terdapat berbagai petunjuk tersirat dan tersurat yang terkait dengan ilmu pengetahuan, guna mendukung fungsinya sebagai kitab petunjuk.
Disis lain hakikat-hakikat ilmiah yang disinggung Al Qur’an dikemukakannya dalam redaksi yang singkat dan sarat makna, sekaligus tidak terlepas dari cirri umum redaksinya yakni memuaskan orang kebanyakan dan para pemikir. Dalam Seminar Internasional Mukjizat Alquran dan Asunah tentang iptek di Bandung (September 1994) yang diikuti oleh peserta dari berbagai penjuru dunia, terungkap pengakuan para pakar iptek Muslim maupun non-Muslim tentang ketepatan ungkapan Al Quran dalam menjelaskan fenomena sains dan teknologi. Beberapa contoh berikut ini hanya merupakan sebagian kecil cuplikan dari ungkapan para pakar tersebut36 Berikut diantaranya.
Reproduksi manusia atau Bidang Embriologi.
Penelitian ilmiah membuktikan adanya dua macam kandungan sperma (mani lelaki) yakni kromosom laki-laki yang dilambangkan dengan huruf “Y” dan kromosom perempuan yang dilambangkan dengan huruf “X”. sedangkan ovum (milik perempuan) hanya semacam yakni yang dilambangkan dengan “X”. apabila yang membuahi ovum adalah kromosom “Y” maka anak yang dikandung adalah lelaki fsn bils “X” bertemu dengan “X” maka yang dikandungadalah anak perempuan. Dengan demikian maka yang menentukan jenis kelamin adalah laki-laki. Dan pada tahun 1883 Van Bender membuktikan bahwa sperma dan ovum memiliki peranan yang sama dalam pembentukan benih yang telah bertemu itu, dan pada tahun 1912 Morgan membuktikan peranan kromosom dalam pembentukan janin.37
Sampai abad ke-17 para ilmuwan Barat beranggapan bahwa penciptaan manusia terjadi sempurna sekaligus, yaitu telah berbentuk utuh ketika dikeluarkan dari bibit orang tuanya (sperma). Pada abad ke-18 ditemukan mikroskop yang menunjukkan bahwa sel telur (ovum) lebih besar ukurannya dari sperma, sehingga anggapan tersebut bergeser ke pembuahan di ovum sebagai awal kesempurnaan terbentuknya seluruh anggota badan manusia.
Baru pada abad-abad berikutnya dunia kedokteran Barat mengetahui bahwa manusia terbentuk sempurna secara bertahap dalam rahim. Padahal, umat Islam sudah meyakini sejak 15 abad yang lalu, berdasarkan berita Al Qur’an, bahwa manusia tercipta secara bertahap (Q.S. Nuh: 13-14 ), dalam tiga lapis kegelapan di perut ibunya (Q.S. Az -Zumaar: 6), dan mempunyai nama-nama tahapan yang menggambarkan keadaan embrio secara akurat, 'alaqah, mudhghah, 'izhaam, kisaail 'izhaam bil lahm (Q.S. Al Mu'minuun : 12-14), sebelum terbentuk menjadi manusia secara utuh (khalqan akhar)
Kejadian alam semesta atau Bidang Kosmologi
Observasi Edwin P. Hubble (1889-1953) melalui teropong bintang raksasa pada tahun 1929 menunjukkan adanya pemuaian alam semesta. Ini berarti bahwa alam semesta berekspansi, bukannya statis seperti dugaan Einstein (1879-1955). Ekspansi itu menurut fisikawan Rusia George Gamow (1904-1968) melahirkan sekitar seratus miliar galaksi yang masing-masing rata-rata memiliki seratus miliar bintang. Tetapi, sebelumnya jika ditarik kebelakang kesemuanya merupakan satu gumpalan yang terdiri dari neutron. Gumpalan itulah yang meledak dan dikenal dengan istilah Big Bang38
Al-Qur'an menjelaskan fenomena penciptaan alam semesta ini dengan sebuah ayat berikut : "Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu menyatu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup dari air. Maka mengapa mereka tiada juga beriman?" [Q.S. Al Anbiya’ ayat 30]39.
Kebanyakan para ilmuwan beranggapan bahwa dunia dan alam semesta langgeng, tidak bermula dan tidak berakhir. Baru setelah dipelajarinya kosmologi (ilmu tentang asal usul alam semesta) dengan dukungan kemajuan fisika, terutama fisika nuklir, diketahui bahwa alam semesta ini bermula dan akan berakhir. Bermula dari suatu (dentuman besar/big bang), kemudian terus mengembang (the expanding universe), dan diperkirakan akan berakhir dalam suatu (runtuhan besar/big crunch). Walaupun pernyataan-pernyataan tersebut baru bersifat teoretis dalam kosmologi, namun Alquran sudah memastikan sejak 15 abad yang lalu, bahwa langit dan bumi berasal dari satu paduan yang kemudian terpisah (Q.S. Al-Anbiya’ ayat 30), alam semesta ini diluaskan (Q.S. Adz Dzaariyaat ayat 47), kemudian akan dihancurkan seperti kertas yang digulung (Q.S. Al Anbiyaa ayat 104).
Pemisah dua laut
Hal ini dimulai dengan perjalanan ilmiah yang dilakukan oleh sebuah kapal berkebangsaan Inggris “Challanger” (1872-1876) hingga penggunaan alat-alat canggih diangkasa guna penelitian dan pemotretan jarak jauh kedasar laut. Penjelajahan ini menemukan perbedaan cirri-ciri laut dari segi kadar garam, temperature, jenis ikan/binatang dan sebagainya. Namun demikian pertanyaan tentang mengapa air tersebut tidak bercampur dan menyatu masih dipertanyakan.
Akhirnya pada tahun 1948 setelah penelitian yang lebih seksama tentang samudra dijelaskan bahwa perbedaan-perbedaan yang telah disebutkan diatas menjadikan setiap jenis air berkelompok dengan sendirinya dalam bentuk tertentu terpisah dari jenis air yang lain, betapapun ia mengalir jauh.40
Adanya dua lautan yang bertemu namun tidak bercampur telah ditemukan oleh para ahli kelautan. Dikarenakan gaya fisika yang dinamakan "tegangan permukaan", air dari laut-laut yang saling bersebelahan tidak menyatu. Akibat adanya perbedaan masa jenis, tegangan permukaan mencegah autan dari bercampur satu sama lain, seolah terdapat dinding tipis yang memisahkan mereka. fenomena ini terbukti bagaimana air Laut Tengah memasuki Samudera Atlantik melalui Selat Gibraltar namun suhu, kadar garam, dan kerapatan air antara dua laut itu tidak berubah sama sekali. Hal ini terlukis dalam "Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing." (Q.S. Ar Rahman ayat 19-20) dan Q.S. Al Furqan ayat 53
Gunung
Ilmuwan geologi menemukan fakta bahwa gunung-gunung terbentuk dari proses tumbukan lempeng kerak bumi. Lempeng kulit bumi yang lebih cepat gerakannya melesak ke dalam perut bumi dan lempeng kulit bumi yang kalah cepat terangkat menjadi gunung. Jadi, gunung-gunung memiliki "akar" penghunjam dalam yang berfungsi sebagai paku/pasak bagi kerak bumi. Fungsi pemancangan gunung ni diistilahkan "isostasi"41
Hal ini dijelaskan dalam "Bukankah Kami telah menjadikan bumi sebagai hamparan? Dan gunung-gunung sebagai pasak?" (Q.S. An Naba’ ayat 6-7). Demikian halnya dalam Q.S. An Naml ayat 88 “Kamu lihat gunung-gunung, kamu sangka ia tetap ditempatnya, padahal ia berjalan sebagaimana jalannya awan. Begitulah perbuatan Allah, yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu. Sesungguhnya allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Demikian halnya dalam bidang metalurgi dan astronomi. Jika kita buka terjemahan Alquran Surah Al-Hadid ayat 25, tentang penciptaan Besi Ternyata besi (ferum) yang massa atomnya 56-57 kali massa atom hidrogen, memang hanya bisa terbentuk di bintang-bintang nun jauh di sana. Matahari yang besarnya lebih dari sejuta kali bumi, hanya mampu mengubah atom-atom hidrogen menjadi atom baru yang dinamai helium, dengan kehilangan sebagian massa pembentuknya. Massa yang hilang inilah yang dipancarkan terus-menerus sebagai energi matahari sejak sekitar lima miliar tahun yang lalu. Kenyataan bahwa besi benar-benar diturunkan dari luar bumi diketahui setelah penemuan astronomi modern yang mendapati bahwa terbentuknya besi hanya bisa terjadi di bintang-bintang dengan massa lebih dari empat kali massa tata surya kita.42
Pohon hijau
Chlorophyll terdiri atas ikatan zat-zat karbon, hydrogen, nitrogen dan magnesium. Aktivitas utama chlorophyll adalah menjelmakan zat organic dari zat anorganik sederhana dengan bantuan sinar matahari. Proses ini disebut fotosintesis yakni mengadakan sintesis dengan photon (cahaya) jelasnya chlorophyll mengubah tenaga radiasi matahari menjadi tenaga kimiawi melalui proses fotosintesis atau dengan kata lain menyimpan tenaga matahari dalam tumbuh-tumbuhan berupa makanan dan bahan bakar yang nantinya akan muncul sebagai api atau tenaga kalori sewaktu terjadi pembakaran. Proses ini disebut respirasi atau menurut istilah Al Qur’an fa idza antum minhu tuqidun (maka secara serta merta tanpa campur tangan dari kamu, kamu dapat menyalakan api).
Proses fotosintesis ini ditemukan oleh seorang sarjana Belanda J Ingenhousz pada akhir abad ke 18 M. dan diisyaratkan oleh Al Qur’an pada abad ke tujuh yakni yang tertuang dalam Q.S. Yasin ayat 80.43
Demikian diantaranya kemukjizatan Al Qur’an dari isyarat-isyarat ilmiah. Namun sebenarnya masih banyak lagi isyarat-isyarat ilmiah kemukjizatan Al Qur’an namun pemakalah hanya membatasi diri pada hal-hal yang telah diungkap di atas. Demikian pula informasi yang allah swt terangkan sebagai bukti kemukjizatan Al Qur’an yang diberikannya kepada Rasulullah saw.
Pemberitaan Gaib Al Qur’an
Gaib adalah sesuatu yang tidak diketahui, tidak nyata atau tersembunyi. Ada sekian banyak hal yang tidak dimungkin ketahui manusia dalam kehidupan ini, misalnya kapan terjadinya kiamat, atau kapan datangnya kematian. Menurut Quraish Shihab (1998) gaib itu bertingkat-tingkat, ada yang nisbi, dalam arti ia gaib bagi seseorang tetapi tidak bagi yang lain, atau pada waktu tertentu gaib tetapi pada waktu yang lain tidak. Misalnya dahulu orang mengetahuinya, namun kini setelah sekian waktu berlalu tidak diketahui atau sebaliknya dahulu orang tidak mengetahuinya tetapi kini telah diketahui, sehingga tidak gaib lagi. Ada juga gaib mutlak yang selamanya tidak diketahui manusia selama mereka berada diatas pentas bumi ini misalnya hakikat Allah swt.
Al Qur’an mengungkap sekian banyak hal yang gaib misalnya peristiwa tenggelamnya Fir’aun, peristiwa Ashhab Al-Kahfi. Sementara peristiwa masa dating yang diungkapkan Al Qur’an dapat dibagi kedalam dua kelompok yakni : Pertama telah terjadi kini, setelah Al Qur’an menguraikan bakal terjadinya. Misalnya pemberitaan atas kemenangan bangsa Romawi atas Persia pada masa Sembilan tahun sebelum kejadiannya. Kedua, peristiwa masa dating yang belum lagi terjadi seperti peristiwa kehadiran seekor “binatang” yang bercakap menjelang hari kiamat. Hal ini tertuang dalam Q.S. An Naml ayat 82.
Berita gaib tentang masa lampau
Al Qur’an mengisahkan sekian banyak kejadian masa lampau. Harus diakui bahwa sebagian dari kisah-kisahnya tidak atau belum dapat dibuktikan kebenarannya hingga kini, namun sebagian lainnya telah terbukti, antara lain melalui penelitian arkeologi. Kisah-kisah tersebut diantaranya yakni kisah Kaum’Ad dan Tsamud serta kehancuran kota Iram yang dilukiskan dalam Q.S. Al Haqqah ayat 4-7, Q.S. Al Fajr ayat 6-9.
Kebenaran kisah tersebut dibuktikan dengan penelitian arkeologis yakni pada tahun 1834 ditemukan -didalam tanah yang berlokasi di Hisn-Al Ghurab dekat kota Aden di Yaman- sebuah naskah bertuliskan aksara Arab lama (Hymarite) yang menunjukkan nama Nabi Hud. Dalam naskah tersebut antara lain tertulis “kami memerintah dengan hokum Hud”. Selanjutnya pada tahun 1964-1969 dilakukan penggalian arkeologis dan dari hasil analisis pada 1980 ditemukan informasi dari salah satu lempeng tentang adanya kota yang disebut “Shamutu, ‘Ad, dan Iram”. Prof Pettinato mengidentifikasi nama-nama tersebut dengan nama-nama yang disebut pada surah Al-Fajr ayat 6-9.
Dalam konteks ini perlu dikutip pernyataan Father Dahood yang mengatakan bahwa “antara Ebla (2500 SM) dan Al Qur’an (625 M) tidak ada referensi lain mengenai kota-kota tersebut” Bukti arkeologis lain tentang kota Iram adalah hasil ekspedisi Nicholas Clapp di Gurun Arabia Selatan tahun 1992. Kota Iram menurut riwayat-riwayat adalah kota yang dibangun oleh Shaddad bin Ud, sebuah kota yang sangat indah dan ketika itu bernama Ubhur. Nicholas menemukan bukti -dari seorang penjelajah- tentang jalan kuno ke Iram (Ubhur). Kemudian atas bantuan dua orang ahli lainnya yakni Juris Zarin dari Universitas Negara Bagian Missouri Barat Daya dan Penjelajah Inggris Sir Ranulph Fiennes mereka mencari kota yang hilang itu bersama George Hedges. Dan akhirnya dengan bantuan pesawat ulang alik Chelengger pada Februari 1992 mereka menemukan bangunan segi delapan dengan dinding-dinding dan menara-menara yang tinggi mencapai sekitar Sembilan meter44. Subhanallah
Berita tentang tenggelam dan selamatnya badan Fir’aun
Dalam Q.S. Yunus ayat 90-92 dikisahkan tentang Fir’aun. Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa “Hari ini Kami selamatkan badanmu, agar engkau menjadi pelajaran bagi generasi yang datang sesudahmu”. Seorang pakar sejarah Mesir Kuno bernama Maspero menjelaskan dalam “petunjuk bagi Pengunjung Museum Mesir” -setelah mempelajari dokumen-dokumen yang ditemukan di Alexanderia Mesir- bahwa penguasa Mesir yang tenggelam itu bernama Meneptah yang kemudian oleh sejarahwan Driaton dan Vandel -melalui dokumen-dokumen lain- membuktikan bahwa Penguasa Mesir itu memerintah antara 1224 SM hingga 1214 SM atau 1204 (menurut pendapat lain)45
Namun pada 1896 purbakalawan Loret menemukan jenazah tokoh tersebut dalam bentuk Mumi di Wadi Al-Mulk (Lembah Para Raja) berada di daerah Thaba, Luxor di seberang Sungai Nil, Mesir. Kemudian pada 8 Juli 1907 lliot Smith membuka pembalut-pembalut mumi itu dan ternyata badan Fir’aun tersebut masih utuh. Selanjutnya pada Juni 1975 ahli bedah Prancis, Maurice Bucaille, mendapat izin untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Maurice menemukan bahwa Fir’aun meninggal di laut. Ini terbukti dari bekas-bekas garas yang memenuhi sekujur tubuhnya, walaupun sebab kematiannya -menurut pakar tersebut- diakibatkan oleh Shock. Maurice pada akhirnya berkesimpulan bahwa “Alangkah agungnya contoh-contoh yang diberikan oleh ayat-ayat Al Qur’an tentang tubuh Fir’aun yang sekarang berada diruang Mumi Museum Mesir di kota Kairo. Penyelidikan dan penemuan modern telah menunjukkan kebenaran Al Qur’an”46
Ashhab Al-Kahfi
Kisah sekelompok pemuda yang berlindung kegua dan hidup selama tiga ratus tahun lebih dikisahkan dalam Q.S. Al Kahf ayat 17-22. Kisah ini terungkap ketika pada 1963 Rafiq Wafa Ad-Dajani -seorang arkeolog Yordania- menemukan sebuah gua yang terletak sekitar delapan kilometer dari Amman, Ibu Kota Yordania dan memiliki cirri-ciri seperti yang diuraikan dalam Al Qur’an.
Berita gaib pada masa datang yang terbukti
Di dalam tataran sejarah pun Al-Qur'an dengan tepat meramalkan masa depan dengan mengabarkan kemenangan imperium Romawi. Ayat tentang kemenangan ini dulu menjadi bahan bulan-bulanan kaum musyrik karena dianggap menggambarkan sesuatu yang mustahil. Pada masa itu Romawi sedang menghadapi kekalahan telak dari Persia. Selain kalah dari Persia, bangsa Avar pun sudah mencapai dinding batas Konstantinopel. Emas dan perak yang ada di gereja dilebur untuk modal perang, para gubernur banyak yang memberontak kepada Kaisar Heraklius. Semua kondisi mengarah pada satu kepastian keruntuhan imperium Romawi.
Keajaiban terjadi 7 tahun setelah ayat tentang kemenangan Romawi diturunkan (627 M). Dalam sebuah pertempuran yang menentukan di Nineveh, Romawi mengalahkan Persia. Semua terhenyak tak percaya, akhirnya Persia harus menandatangani perdamaian yang mewajibkannya mengembalikan seluruh wilayah Romawi. Dalam Al Qur’an dikisahkan "Alif, Lam, Mim. Bangsa Romawi telah dikalahkan, di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan pada dari itu bergembiralah orang-orang yang beriman" (Q.S. Ar Ruum ayat 1-4).47
Selain berita gaib tersebut terdapat kisah lainnya yang dikisahkan oleh Al Qur’an yakni tentang kasus Al-Walid bin Mughirah yang terdapat dalam Q.S. Al Qalam ayat 10-16 yang diberi tanda pada hidungnya sehingga berbekas sepanjang hayatnya. Dan kisah Abu Jahl dalam Q.S. Iqra’ ayat 9-19 sebagai seorang tokoh kaum Musrik mekah yang selalu menghalangi dakwah Rasulullah saw.
Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya.
Bukti-bukti Lain Mukjizat Al Qur’an
Seperti yang telah diuraikan di atas sedemikian banyaknya mukjizat Al Qur’an yang telah diakui oleh para pakar, peneliti dan pemikir. Demikian halnya jika kita membahas tentang kandungan petunjuk Al Qur’an yang terkait dengan akidah dan syariat.
Petunjuk Al Qur’an sebagai mukjizat
Pakar Al Qur’an dan Hukum Islam, Imam Al Qurthubi (w. 671 H) dinilai sebagai ulama pertama yang menggarisbawahi aspek kemukjizatan Al Qur’an ditinjau dari segi petunjuk dan syariatnya.48 Rasyid Ridha (1865-1935 M) juga berpendapat demikian, bahkan menurut Ridha petunjuk Al Qur’an dalam bidang akidah ketuhanan, persoalan metafisika, akhlak, dan hokum-hukum yang berkaitan dengan soal agama, social dan politik merupakan pengetahuan yang sangat tinggi nilainya. Sedikit sekali yang dapat mencapai puncak dalam bidang-bidang tersebut kecuali mereka yang memusatkan diri secara penuh dengan mempelajarinya bertahun-tahun49
Dalam bidang syariat Al Qur’an menetapkan peraturan yang menetapkan hubungan manusia dengan sesamanya, yakni antara sesame muslim atau non muslim, baik dirumah, dalam masyarakat, bangsa maupun dalam lingkungan masyarakat internasional.
Sisi keistimewaan petunjuk Al Qur’an dapat juga terlihat pada prinsip yang diperkenalkannya, yakni prinsip yang berfungsi sebagai “hak veto” terhadap rincian ketetapan-ketetapannya, sehingga melalui penerapan prinsip tersebut, rincian ketetapan dapat disesuaikan bahkan dibatalkan. Misalnya Al Qur’an membenarkan seseorang memakan daging babi bila ia berada dalam keadaan darurat. Kewajiban puasa dapat gugur bila yang bersangkutan dalam melaksanakannya mengalami kesulitan yang berat50
Pengaruh Al Qur’an terhadap jiwa manusia
Dalam literature sejarah dan keagamaan ditemukan riwayat-riwayat yang dapat menjadi bukti adanya pengaruh Al Qur’an terhadap jiwa manusia. Diantaranya yakni kisah memeluk islamnya Umar bin Khattab, ‘Utbah bin Rabi’ah (Abu Al-Walid).
Pada kesempatan ini pemakalah akan menyajikan tentang mukjizat Al Qur’an yang terjadi di Hyderabad51 Sebuah keajaiban terjadi di daerah Hyderabad. Di dalam rumah seorang penduduk bernama Md. Farooq, penduduk Tappachabutra, kumpulan rayap telah memakan sebuah Al Qur’an yg berusia 100 tahun. Keseluruhan kulit naskah Al-Qur’an dan kotak yang melindunginya telah rusak atau hampir musnah karena dimakan oleh rayap, termasuk ‘Terjemahan Al Qur’an dalam bahasa Urdu’. Tetapi yang lebih menakjubkan adalah rayap-rayap tersebut tidak menyentuh huruf-huruf Al Qur’an yang bertulis dalam bahasa Arab. Subhanallah.
Penutup
Demikianlah diantara sekelumit uraian yang pemakalah dapat sajikan dalam kesempatan ini terkait dengan Mukjizat Al Qur’an, namun perlu digarisbawahi disini adalah bahwa apa yang disajikan dalam makalah ini hanyalah sebagian kecil pengetahuan dari pemakalah tentang mukjizat Al Qur’an dan sebagian kecil dari kemukjizatan itu yang dibahas dalam makalah ini.
Kemukjizatan Al Qur’an oleh sebagian ulama (pemikir) diartikan sebagai suatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seseorang yang mengaku nabi, sebagai bukti kenabiannya yang ditantangkan kepada yang ragu, untuk melakukan atau mendatangkan hal serupa, namun mereka tidak mampu melayani tantangan itu. Unsur-unsur yang menyertai mukjizat yakni adanya hal atau peristiwa luar biasa, terjadi atau dipaparkan oleh seorang yang mengaku nabi, mengandung tantangan terhadap yang meragukan kenabian dan tantangan tersebut tidak mampu atau gagal dilayani.
Makna mukjizat Al Qur’an yakni dapat dipahami sebagai nama dari keseluruhan firman allah tersebut, namun dapat juga bermakna sepenggal ayat-ayat allah swt yang diturunkan kepada Rasulullah saw dan umat islam menerimanya secara tawatur. Macam-macam mukjizat secara garis besar mukjizat dibagi kedalam mukjizat yang bersifat material indrawi lagi tidak kekal dan mukjizat immaterial. Tujuan dan fungsi mukjizat sebagai bukti kebenaran para nabi. Namun demikian bagi yang telah percaya kepada kenabian maka mukjizat akan berfungsi untuk memperkuat iman serta menambah keyakinan akan kekuasaan allah swt. Cara memahami kemukjizatan Al Qur’an yakni dengan melihat kepribadian Nabi saw, kondisi masyarakat saat turunya Al Qur’an dan masa dan cara turunnya Al Qur’an
Mukjizat dapat terjadi sebagai suatu kemustahilan yakni bahwa kemustahilan itu dibagi dua yakni mustahil menurut akal dan mustahil menurut kebiasaan. Untuk hal ini Quraish Shihab menyatakan “kita sering menilai sesuatu itu mustahil karena akal kita telah terpaku dengan kebiasaan atau dengan hokum-hukum alam atau hokum sebab dan akibat yang kita ketahui, sehingga jika ada sesuatu yang tidak sejalan dengan hukum-hukum itu, kita segera menolak dan menyatakan mustahil” dalam hidup ini ada yang suprarasional dan ada pula potensi manusia yang belum dikembangkan. Hal ini karena memang belum mengenal dan belum mengembangkan potensi ruhaniyahnya. Potensi ruhaniyah inilah yang dikembangkan olrh para nabi sehingga tuhan menganugrahkan mukjizat dan memilihnya sebagai rasul untuk menyampaikan pesan-pesan-Nya
Mukjizat Al Qur’an dapat ditinjau dari pertama melalui aspek kebahasaan dapat diketahui dari susunan kata dan kalimat Al Qur’an yang terdiri dari nada dan langgamnya yang pertama kali akan dirasakan ditelinga (sebagaimana ditegaskan-Nya, bukan sya’ir atau puisi) dan terdengar memiliki keunikan dalam ritme dan iramanya, singkat dan padat, memuaskan para pemikir dan orang kebanyakan, memuaskan akal dan jiwa dan keindahan dan ketepatan maknanya. Kedua, keseimbangan redaksi Al Qur’an. Ketiga, keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya. Diantanya yakni keseimbangan jumlah bilangan kata dengan sinonimnya/makna yang dikandungnya, keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan jumlah kata yang menunjuk kepada akibatnya, keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan kata penyebabnya. Disamping keseimbangan-keseimbangan tersebut, ditemukan juga keseimbangan khusus yakni yang terkait dengan jumlah hari dalam satu tahun jumlah hari dalam satu bulan dan jumlah bulan dalam satu tahun. Dan ketiga, ketelitian redaksi Al Qur’an.
Isyarat-isyarat Ilmiah Al Qur’an diantaranya yakni mencakup reproduksi manusia atau Bidang Embriologi, kejadian alam semesta atau Bidang Kosmologi, pemisah dua laut, gunung dan pohon hijau dengan chlorophyll. Pemberitaan Gaib Al Qur’an diantaranya yakni berita gaib tentang masa lampau misalnya tentang Kaum’Ad dan Tsamud serta kehancuran kota Iram, berita tentang tenggelam dan selamatnya badan Fir’aun, Ashhab Al-Kahfi, berita gaib pada masa datang yang terbukti seperti kemenangan Bangsa Romawi atas Persia.
Bukti-bukti Lain Mukjizat Al Qur’an yakni sebagai petunjuk Al Qur’an sebagai mukjizat dan pengaruh Al Qur’an terhadap jiwa manusia kisah memeluk islamnya Umar bin Khattab, ‘Utbah bin Rabi’ah (Abu Al-Walid). Serta mukjizat Al Qur’an yang terjadi di Hyderabad.
Untuk dapat lebih memahami tentang tema dalam makalah ini pemakalah menyarankan agar para pembaca yang budiman merujuk pada buku Mukjizat Al Qur’an karya Quraish Shihab (1998) atau karya sejenis dari para pemikir dan intelektual yang membahas hal serupa hal ini dimaksudkan seperti yang tertuang dalam tujuan dan fungsi mukjizat disamping untuk menambah pengetahuan tentang kemukjizatan Al Qur’an.
Subhanallah. Maha Benar Allah Dengan Segala Firman-Nya.
Daftar Pustaka
Departemen Agama RI. Al Qur’an dan Terjemahnya. CV. Penerbit Diponegoro. Bandung. 2003.
M. Quraish Shihab. Mukjizat Al Qur’an : Ditinjau Dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Gaib. Cetakan IV. Mizan. Bandung. 1998.
M. Quraish Shihab. Membumikan Al Qur’an : Fungsi dan Peran Wahtu Dalam Kehidupan Masyarakat. Cetakan XIX. Mizan. Bandung. 1999.
N.A. Baiqubi, I.A. Syawaqi, R.A. Aziz. Indeks Al Qur’an : Cara Mencari Ayat Al Qur’an. Arkola. Surabaya. 1996.
Hasbi Ash Shiddieqy. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al Qur’an / Tafsir. Bulan Bintang. Jakarta. 1954.
Abu Bakr Jabir Al-Jazairi. Ensiklopedi Muslim. Minhajul Muslim. Terjemahan Fadhli Bahri. Cetakan V. Darul Falah. Jakarta. 2003.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. 2001
www.g-exess.com/faq/rafid/mukjizat-Al-Qur’an-Qur’an. di up date pada tanggal 23 Februari 2009.
www.keajaibanalquran.com/ di up date pada tanggal 23 Februari 2009
www.al-shia.org/html/id/shia/mesbah/32.htm# di up date pada tanggal 23 Februari 2009
www.Acehforum.or.id/islamic/agama-islam/mukjizat_al-quran
1 Makalah disampaikan pada diskusi kelas pada Mata Kuliah Studi Al Qur’an. Dosen Dr. H. Sukamto, MA. Oleh Hermansyah adalah mahasiswa Program Pascasarjana Magister Studi Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Tahun 2008/2009.
2 www.g-exess.com/faq/rafid/mukjizat-Al-Qur’an-Qur’an. di up date pada tanggal 23 Februari 2009.
3 www.keajaibanalquran.com/ di up date pada tanggal 23 Februari 2009
4 www.al-shia.org/html/id/shia/mesbah/32.htm# di up date pada tanggal 23 Februari 2009
5 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. 2001
6 Quraish Shihab. Mukjizat Al Qur’an Ditinjau Dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Gaib. Cetakan IV. Mizan. Bandung. 1998 hal. 23.
7 Ibid. hal.23
8 Ibid. hal. 24
9 Dalam bukunya Mukjizat Al Qur’an, Quraish Shihab menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Irhash yakni sesuatu yang luar biasa yang tampak pada diri seseorang yang kelak bakal menjadi nabi. Sedangkan karamah adalah keluarbiasaan yang terjadi pada seseorang yang taat dan dicintai allah swt. (Lihat juga Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Ensiklopedi Muslim. Cetakan V. darul Falah Jakarta. 2003 hal 75) Dalam pandangan sebagian umat islam ada juga pendapat yang membedakan antara wahyu dan ilham. Namun demikian disini akan dibatasi dengan mengambil sebagian pendapat tersebut yakni yang mendefinisikan wahyu sebagai “yang dibisikkan kedalam hati, diilhamkan dengan isyarat cepat yang lebih mirip kepada dirahasiakan daripada dilahirkan” hal ini misalnya terdapat dalam Q.S. Asy Syura ayt 42. Sedangkan menurut Muhammad Abduh dalam kitabnya Risalatut Tauhid wahyu yakni suatu ‘irfan (pengetahuan) yang didapat oleh seseorang didalam dirinya serta diyakini olehnya bahwa yang demikian itu berasal dari allah, dengan tidak berperantara. Yang dengan berperantaraan suara dan dapat didengar atau dengan tidak bersuara. Pendapat lain dikemukakan oleh Rasyid Ridla yang mendefinisikan wahyu sebagai wahyu allah yang diturunkan kepada nabi-nabinya, yakni berupa suatu ilmu yang dikhususkan untuk mereka dengan tidak mereka usahakan dan dengan tidak mereka pelajari, dengan tidak berfikir dan tidak berijtihad yang hanya disertai dengan pengetahuan halus yang timbul sendirinya yakni yang datangnya dari allah swt. Sedangkan ilham adalah suatu pengetahuan yang diperoleh dengan tidak terlebih dahulu dilakukan ijtihat dan menyelidiki hujjah-hujjah agama yang terkadang diperoleh dengan jalan kasyaf dan tidak dengan perantaraan malaikat. Dengan demikian perbedaan antara ilham dan wahyu adalah wahyu khusus untuk nabi dan dating dari allah baik dengan perantaraan ataupun tidak sedangkan ilham umum, berupa perasaan halus yang diyakini jiwa dan terdoronglah ia kepada memenuhi kehendak ilham dengan tidak merasakan dari mana datangnya Disamping itu wahyu diperintahkan disampaikan kepada umat manusia. Untuk lebih jelasnya lihat penjelasan Hasbi Ash Shiddieqy. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al Qur’an / Tafsir. Bulan Bintang. Jakarta. 1986 hal 10-15
10 Lihat Q.S. Al-Isra’ ayat 88
11 Lihat Q.S. Hud ayat 13
12 Lihat Q.S. Yunus ayat 38
13 Lihat Q.S. Al Baqarah ayat 23-24
14 www.al-shia.org/html/id/shia/mesbah/32.htm# di up date pada tanggal 23 Februari 2009
15 Quraish Shihab. Mukjizat Al Qur’an Ditinjau Dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Gaib…hal. 26.
16 Ibid. hal.32
17 Ibid. hal.32
18 Ibid. hal.32
19 Ibid. hal. 36
20 Ibid hal. 43
21 Lihat Hasbi Ash Shiddieqy. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al Qur’an / Tafsir. Bulan Binrang. Jakarta. 1954 hal. 44
22 Ibid hal. 44
23 Quraish Shihab. Mukjizat Al Qur’an Ditinjau Dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Gaib…hal. 43
24 Ibid hal. 44
25 Ibid hal.112
26 ibid hal 114
27 Ibid hal. 115-116
28 Ibid hal 117
29 Ibid hal 118
30 Ibid hal. 121
31 Ibid hal. 123
32 Ibid hal. 129
33 Ibid hal. 132
34 Quraish Shihab. Membumikan Al Qur’an : Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat. Cetakan XIX. Mizan. Bandung. 1999 hal. 29. Lihat juga Quraish Shihab Mukjizat Al Qur’an hal 140.
35 Quraish Shihab. Mukjizat Al Qur’an Ditinjau Dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Gaib…hal.144
36 www.g-exess.com/faq/rafid/mukjizat-Al-Qur’an-Qur’an. di up date pada tanggal 23 Februari 2009.
37 Quraish Shihab. Mukjizat Al Qur’an Ditinjau Dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Gaib…hal. 168-169
38 Ibid hal. 172
39 Departemen Agama RI. Al Qur’an dan Terjemahnya. CV. Penerbit Diponegoro. Bandung. 2003. Hal. 259
40 Quraish Shihab. Mukjizat Al Qur’an Ditinjau Dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Gaib…hal 178
41 www.g-exess.com/faq/rafid/mukjizat-Al-Qur’an-Qur’an. di up date pada tanggal 23 Februari 2009
42 www.g-exess.com/faq/rafid/mukjizat-Al-Qur’an-Qur’an. di up date pada tanggal 23 Februari 2009
43 Quraish Shihab. Mukjizat Al Qur’an Ditinjau Dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Gaib…hal 189
44 Ibid Hal. 199
45 Ibid. hal. 201-202
46 Ibid. hal. 202
48 Quraish Shihab. Mukjizat Al Qur’an Ditinjau Dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Gaib…hal 222
49 Ibid. hal. 222
50 Ibid. hal 225
0 Comments:
Post a Comment