Rabu, 25 Februari 2009

Salahnya Tak Pernah Lihat Pesawat

Suatu hari misan saya yang dari desa dating leburan ketempat saya, dikota. Di bercerita bahwa sekarang didesa kami para tetangga-tetangga dan orang-orang sibuk cerita tentang pesawat. Lasingan melihat pesawat saja belum, maksudnya bentuk pesawatnya yang dari dekat itu bagaimana. Ini malah didiskusikan, mulai dari para pedagang sayaur, pedagang buah, pedagang kelontong, ibu-ibu yang lagi nyuci, atau orang tua yang lagi cukur jenggot, sampai para aparat pemerintah desa sibuk membahas tentang pesawat. Pesawat dan pesawat.
Sampai-sampai kebawa juga obrolan itu kerumah saya, baru habis solat, saya dipanggilnya untuk melanjutkan diskusi tentang pesawat “aneh kembek milu ne beluhuran tentang pesawat, lanjutan sak onek no”. saya jawab “bareh juluk, ngaji Al Qur’an surat Al Fath ne,” misan saya malah menyahut “aneh aruan….dendek ngaji doing, pesawat endah penting….ye yak atonget lemak jok sorge” lho, ngaji juga dong sahut saya. Karena saya dipaksa terus, akhirnya saya menunda ngaji saya dan ikut dalam diskusi dengan misan saya dan meniatkan setelah diskusi saya akan melanjutkan ngaji qur’an yang tertunda tadi.
Luar bias memang, daya tarik burung mesin yang bias terbang ini, daya tarik pesawat demikian terasa. Pesawat. Pesawat. Pesawat. Yang disini pro yang disana kontra, yang disini kontra yang disana pro. Rupanya misan saya ini, yang meskipun ada yang tidak mengenal sekolah ternyata pakar-pakar juga.
Mengikuti alur pemikiran yang berkembang, yang pakar birokrasi bilang pesawat harus dating kedesa ini, agar kita bias lihat, tapi aturannya mesti ditaati. Yang pakar sosiologi bilang masalah pesawat kurang sosialisasi, meski terus dikerjakan pembangunannya tetapi mesti terus ada sosialisasi tentang berbagai dampak positif dan negatifnya apalagi persiapan kea rah itu. Yang pakar adat lain lagi malah menyoroti tanah-tanah adat, mereka bilang jangan sampai tanah-tanah adat kita dijual untuk komersialisasi. Yang pakar pertanian cemberut sambil berkomentar kasihan sawah-sawah kita sekarang sudah tidak ada lagi tempat bertani apalagi mau swasembada beras. Yang pakar agama berkomentar sambari bertanya mengapa pesawat-pesawat untuk membawa orang kesurga melalui titian sirothal mustaqim kurang diperhatikan? Yang pakar demokrasi tidak mau ketinggalan mereka turut andil dengan mengatakan mengapa pemerintah tidak melakukan referendum sajauntuk menanyai masyarakat apakah setuju atau tidak tentang pesawat yang ingin tinggal landas di desa. Yang social engineering bilang kalau pemerintah mau mensejahterakan rakyat sejahterakan juga dong pendidikannya, kesehatannya, lapangan kerjanya jangan ada KKNnya, sejahterakan juga dong ekonomi mereka, ajari pendidikan politik, biarkab kebebasan berserikat dan berpendapat dimuka umum dan seterusnya dan seterusnya.
Aneh, saya sendiri malah mengerenyitkan dahi. Tapi boleh jugalah saya punya usul untuk satu kali masa jabatan pemerintah, gratisin dong sejumlah orang untuk pergi haji dengan criteria dan indicator tertentu misalnya para guru teladan, penyelamat lingkungan hidup, pedagang yang jujur, oranqg kaya yang dermawan, pelestari adat budaya, pejuang demokrasi, sampai mantan napi yang jadi teladan umat, bukannya pesawat juga bias mengantar kita kerumah allah? Siapa tau dari sana kita transit menuju surganya, atau paling tidak ada realisasi dari perwujudan haji myang mabrur itu, sebagaimana do’a Rasulullah saw.
Dulu, anak-anak di desa saya, mendengar suara pesawat diketinggian sana, dengan enak-enaknya dongakkan kepala melihat pesawat sambil teriak-teriak minta uang, maklumlah anak-anakkan masih lugu dan polos-polosnya, e tapi ada juga anak yang nasibnya kurang mujur, saking enaknya dongakkan kepala dan teriak minta uang malah jatuh kecebur kesumur yang permukaannya agak rata dengan tanah dan anak itu meninggal. Salahnya sendiri selalu melihat ke atas, karena uang lagi.

***
Saya itu orang yang tidak pintar maen gitar, tapi senang dengar lagu, kata seorang teman. Lagu apa Tanya saya, lagu Rhoma Irama, gali lobang tutup lobang, jawabnya sambil tertawa. Kalau pintar main gitar saya akan menyanyi sekeras-kerasnya, lagu madu dan racun, atau buat apa susah katanya lagi.
Adapun tentang ekonomi saya senang mendengarkan, soalnya tentang uang, uang dan uang. cita-citanya ingin buat rumah seperti raja Sulaiman yang alaihissalam itu, tapi dapat duitnya bagaimana? Habisnya berapa? Yang mengerjakan rumahnya siapa? Dan seterusnya dan seterusnya, pokoknya ekonomi keuangan itu menarik lanjutnya panjang lebar.
Namun akhir-akhir ini saya jadi kurang tertarik, katanya lagi penyebabnya karena kita sedang krisis keuangan, krisis property, krisisi bursa, krisis kepercayaan, krisis pasar, krisis ekspor import. Dampaknya PHK, pengangguran, biaya hidup tinggi, beras makin mahal dan seterusnya dan seterusnya. Tapi senangnya ada warisan, berarti aka nada investasi misalnya dari PT. Aimar yang dari Timur Tengah itu. Katanya milyaran dolar rupiah. Yaa allah banyak sekali. Dampaknya pasti aka nada misalnya penciptaan lapangan kerja, yang berarti ada pendapatan, ada gaji, bias beli beras dan seterusnya dan seterusnya lanjutnya lagi.
Tapi milyaran rupiah itu berapa? Investasinya padat modal atau padat kerja? Jangan-jangan saya keliru, membayangkan milyaran itu saja susah. Orang saya hanya mengenal pecahan seribu saja, seribu bulan, seribu satu malam, ulat kaki seribu dan seterusnya dan seterusnya. Untuk jumlah yang paling banyak paling kita berucap yaa allah banyak sekali, untuk maksimalisasi suatu hal.
Ini investasi milyaran rupiah, pak Bupati, pak ekonom tolong saya dong, jelaskan kepada kami berapa milyaran rupiah itu? Apa investasinya padat modal atau padat tenaga kerja? Berapa rupiah kira-kira jumlahnya, termasuk berapa besar kira-kira kami yang kecil-kecil ini akan turut kecipratan, agar kami juga bias beli tiket pesawat, soalnya kami juga mau ikut tinggal landas pak Bupati.

0 Comments:

© Kontak : Herman_bismillah@Yahoo.co.id