Selasa, 26 Agustus 2014

Pelayanan Rumah Sakit dan BPJS (Bagian 1)


(Bagian Pertama)

Nama saya Hermansyah, umur 33 tahun. Saat ini saya mengabdi di sebuah Perguruan Tinggi Swasta Islam di Lombok Tengah, tepatnya di IAI Qamarul Huda Bagu Lombok Tengah, dibawah asuhan TGH. Lalu Turmudzi Badaruddin. Saya juga tergabung dalam Asosiasi Dosen Indonesia (ADI) dengan nomor keanggotaan 2301435. Saya memiliki seorang putri yang lahir pada 15 Maret 2013. Saya memiliki sedikit karya baik itu berupa tulisan dikoran, makalah, jurnal, terlibat dalam seminar, penelitian, konfrensi internasonal dan sejenisnya, karya buku saya berjudul Dakwah Menuju Islam Kaffah, Kultursigrafi Ekonomi Islam di Indonesia, Praktikum Perbankan Syariah, Inovasi Produk Bank Syariah, Gambaran Umum Praktikum Perbankan Syari’ah, dan Kinerja Pembangunan dalam Perspektif Misi Profetik, untuk editor buku misalnya Pidana Mati di Indonesia, Pasar Modal Syariah Indonesia, Bank Syariah dan UMKM dll. Saya juga sering dipercaya sebagai moderator dan pembicara dalam berbagai forum. Juga sering terlibat dalam berbagai aktivitas penelitian, pernah mendapat Penghargaan dari Menteri Agama RI pada Apresiasi Pendidikan Islam 2013 pada Desember 2013 di Jakarta.
            Tulisan ini saya maksudkan untuk sekedar berbagi cerita kepada pembaca menyangkut pengalaman selama saya sakit dan mendapatkan pelayanan dari rumah sakit dengan menggunakan kartu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yakni BPJS-Umum (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) – Kesehatan Umum, karena saya bukan seorang PNS dan hanya pegawai (dosen) swasta. Dan saya terdaftar sebagai anggota BPJS kesehatan dengan membayar uang iuran perbulan sebesar Rp.59.500,-
JKN yang diresminakan oleh Pemerintah (Presiden RI) pada Januari 2014 lalu banyak saya dengar sering dipelesetkan dengan singkatan BPJS = Banyak Pasien Jasa Sedikit, saya kadang berfikir niat baik, tindakan baik tidak selamanya membuat orang lain senang, mungkin hal semacam inilah yang dialami dengan kebijakan Pemerintah saat ini untuk memberikan jaminan kesehatan bagi rakyatnya, namun tidak semua kebijakan publik direspon dengan positif saat digelontorkan kemasyarakat terlebih jika itu menyangkut pelayanan publik, kesehatan, pendidikan dan lain-lain. Termasuk dalam hal tulisan ini, mungkin ada keluh kesah dari saya selaku penulis yang mengalami sendiri secara langsung, yang bisa membuat tersinggung, tapi itulah pengalaman sebenarnya yang terjadi, yang saya rasakan selama proses melakukan pengobatan, dan kedepan saya berharap Setiap orang, apapun profesinya (dokter, petugas laboratorium, pendidik dan lainnya) bekerjalah dengan ikhlas, mengabdilah kepada Negara ini, kepada masyarakat kita, dan biarkan kekuatan yang lebih besar menuntun kita dalam kebaikan.
            Ini adalah cerita pengalaman berobat yang saya alami. Berawal ketika pada tanggal 19 Desember 2013 sekitar pukul 19.00 saya melakukan konsultasi dengan dr. Hamsu Kadriyan, Sp. THT diKliniknya di depan Mall Mataram, karena pada saat itu saya mengalami pusing yang luar biasa di bagiang hidung serta mengeluarkan darah, dr. Hamsu selanjutnya menyarankan saya untuk melakukan Head CT Scan di Rumah Sakit Risa Sentra Medika Mataram. Kesimpulan dari kondisi saya saat itu adalah: Massa (Ca) nasopharings kesan Std T1NxMx.
            Karena mengalami kesulitan keuangan untuk berobat, saya kemudian mencoba obat alternative, dengan tetap menjalankan rutinitas saya sebagai Dosen, namun usaha saya tidak banyak membantu, dan kondisi kesehatan saya semakin tidak membaik, hal ini juga diakibatkan adanya benjolan dileher bagian samping atas kiri kanan, hidung mengeluarkan darah dan telinga mendenging, dan sangat mengganggu saat saya sedang mengajar, bahkan saya harus selalu menyediakan tissue kering di saku celana tiap kali melakukan aktivitas. Akhirnya pada tanggal 15 Januari 2014, kondisi penyakit saya memburuk, pendarahan yang luar biasa saya rasakan sedari pukul 12.15 hingga saya masuk Klinik Yusra di Praya Kabupaten Lombok Tengah pada sekitar pukul 18.00 WITA, menurut dr.Lusi yang saat itu merawat saya, kondisi saya memburuk dan harus dirujuk ke RSU Propinsi NTB di Mataram, namun sebelumnya dr. Lusi memberikan pertolongan dengan menutup aliran pendarahan di hidung saya (Compton-pen) setelah kondisi saya agak membaik, akhirnya dengan ambulans saya di rujuk ke RSU Propinsi NTB di Mataram.
            Kemudian saya menjalani rawat inap, pada hari Sabtu, 18 Januari 2014 sekitar pukul 9.30 pagi kain penutup pendarahan dihidung bagian kiri saya dibuka, dan dijadwalkan untuk dilakukan Biopsi untuk mengidentifikasi gejala penyakit yang saya alami, pada hari Senin 20 Januari 2014. Setelah melakukan Biopsi, saya diminta menunggu hasil Biopsi sekitar 2 minggu, sambil menunggu, pada Kamis 23 Januari 2014 kain penutup pendarahan dihidung (kiri-kanan) saya dibuka, dan keesokan harinya pada Jum’at 24 Januari sekitar pukul 10.20 pagi saya diijinkan untuk pulang dan menunggu hasil Biopsi di rumah, saya diberikan resep obat dan kartu rujukan untuk control kondisi kesehatan saya.
            Pada Rabu 05 Februari 2014 saya menerima hasil Biopsi meskipun di surat hasil Biopsi yang sya terima tertera tanggal jadi tanggal 30 Januari 2014. Kesimpulan dari hasil Biopsi tersebut yakni: Nasofaring D/S: Biopsi
I.                   Kiri: Undifferentiated Carcinoma Nasofaring (WHO Tipe III).
II.                Kanan: Tidak tampak keganasan.

Selanjutnya pada hari Kamis, 06 Februari 2014 saya melakukan konsultasi dengan dr Hamsu di RSU Propinsi NTB di Mataram sekitar pukul 10.34 WITA dan mendapat Surat Rujukan untuk di Rujuk ke RSUP Sanglah Bali, karena di RSU Propinsi peralatan untuk berobat berupa Radioterapi dan Khemoterapi tidak ada (belum tersedia). Berdasarkan saran dr Hamsu agar saya segera mempersiapkan untuk berangkat ke RSUP Sanglah di Bali, akhirnya setelah bermusyawarah bersama keluarga akhirnya pada hari Minggu 09 Februari 2014 saya berangkat ke RSUP Sanglah agar pada Senin 10 Februari 2014 saya dapat segera terdaftar untuk berobat.
Di Sanglah saya menyewa kos-kosan per bulan untuk keperluan perawatan, yang jaraknya tidak terlalu jauh dari RSUP Sanglah. Senin 10 Februari 2014 sekitar jam 9.00 pagi saya mendaftar. Menekan nomor antrian untuk BPJS dan menunggu sekitar 1 jam-an di loket 10 (khusus untuk BPJS), selanjutnya ke loket 5 untuk mendapatkan nomor pelayanan ke bagian pengobatan yang dituju yakni Poliklinik THT.
Hari itu juga, saya berhasil berkonsultasi dengan dr. Riska, dan beliau menyarankan saya untuk kembali melakukan pemeriksaan ulang dan melakukan Rontgen, Cek Darah, dan Head CT Scan. Selanjutnya saya menuju Instalasi Lab Patologi Klinik untuk cek darah dengan sebelumnya mengantri, setelah selesai dan dijanjikan hasilnya keesokan harinya, saya selanjutnya ke Instalasi Radiologi, setelah menfadtar dan mengantri saya selanjutnya di Rontgen dan dijanjikan untuk mengambil hasilnya keesokan harinya. Sekitar pukul 13.24 saya kembali ke kos-kosan, sesampai di kos-kosan, hidung saya mengalami pendarahan sekitar 30 menit, ada niat untuk kembali ke RSUP Sanglah namun saya urungkan, saya berfikir mungkin saya terlalu capek karna naik motor dari Mataram ke Sanglah dan kondisi kesehatan tubuh saya menurun, saya juga enggan untuk kembali antri terlalu lama di RSUP Sanglah hanya untuk urusan administrasi yang terlalu lama dan pendokumentasian data yang kurang bagus yang mengakibatkan tidak efesien dari segi waktu dan pelayanan.
Pada Selasa, 11 Februari 2014 saya kembali harus mengantri di Loket BPJS (loket 10) RSUP Sanglah, saya menanyakan hal tersebut kebagian informasi, mengapa setiap hari saya harus mengantri di loket 10 (loket BPJS), jawaban yang saya terima dikarenakan saya exiting patien dan rawat jalan, setelah antri sekian lama akhirnya saya diminta ke loket 5 untuk mendapatkan nomor pelayanan ke Poliklinik THT. Sebelum ke THT saya menuju Instalasi laboratorium dan Instalasi Radiologi untuk mengambil hasil pemeriksaan darah dan rontgen, disaat mengambil, saya mengantri tidak terlalu lama.
Kemudian saya bergegas ke Poliklinik THT, setelah menunggu tidak terlalu lama akhirnya saya diperkenankan masuk dan berkonsultasi kembali dengan dr. Riska. Oleh dr.Riska saya kembali disarankan untuk melakukan Head CT Scan. Setelah mengambil aplikasi yang ditandatangani oleh dr.Riska saya selanjutnya kembali ke Instalasi Radiologi dan melakukan pendaftaran dan perjanjian untuk Head CT Scan. Oleh petugas saya diminta untuk melakukan Head CT Scan pada hari Rabu, 12 Februari 2014 pukul 15.00 WITA dan dalam keadaan berpuasa antara 6-8 jam sebelum di Head CT Scan.
Pada Rabu, 12 Februari 2014 pukul 14.30 WITA saya sudah menunggu di Instalasi Radiologi, karena masih ada pasien yang harus di lakukan Head CT Scan saya akhirnya mendapat giliran sekitar pukul 15.44 WITA dan setelah selesai, untuk hasilnya saya dijanjikan untuk diambil pada hari Kamis, 13 Februari 2014 pukul 12.00 WITA atau hari Jum’at 14 Februari 2014 pukul 08.00 WITA, akhirnya dengan pertimbangan kondisi tubuh yang tidak terlalu vit dan cuaca panas serta jam kerja RSUP Sanglah yang sebentar lagi memasuki waktu istirahat, saya menetapkan untuk mengambil hasil Heat CT Scan pada hari Jum’at 14 Februari 2014.
Pada Jum’at 14 Februari 2014 pukul 08.00 WITA, saya sudah menunggu di RSUP Sanglah, dan kembali antri di Loket 10 (Loket BPJS), setelah antri cukup lama dan mendapatkan nomor SEP (Surat Eligibilitas Peserta) BPJS Kesehatan, saya selanjutnya ke loket 5 untuk mendapatkan nomor pelayanan ke Poliklinik THT. Kemudian saya menuju Instalasi Radiologi untuk mendapatkan hasil Head CT Scan, tidak terlalu lama, setelah saya mendapatkan hasil Head CT Scan, saya langsung menuju Poliklinik THT, setelah menunggu panggilan, saya masuk ke Poliklinik THT dan bertemu dengan dr. Surya yang ditemani oleh 2 orang dokter lainnya.
Salah seorang dokter (perempuan-dan saya lupa namanya), saat itu menanyai saya perihal keadaan biaya pengobatan saya, karena menurutnya kondisi di unit Radioterapi pasiennya cukup banyak, dan baru bisa dilayani hingga pada Januari 2015, oleh dr tersebut saya disarankan untuk melakukan Radioterapi di luar (Pusat Kesehatan Masyarakat) lainnya. Sembari menambahkan untuk melakukan musyawarah keluarga. Pada saat itu, saya berfikir, saya belum diberikan pelayanan pengobatan, namun saya sudah disarankan untuk berobat diluar, saya juga berfikir, beginilah nasib saya dan masyarakat kebanyakan yang tidak memiliki biaya untuk pengobatan, dan sekedar menggunakan kartu BPJS Kesehatan.
Selanjutnya oleh dr Surya, saya diberi resep obat Asam Traneksamat, saya selanjutnya mengambilnya di Apotik JKN di RSUP Sanglah. Dan oleh dr. Surya saya diarahkan untuk ke Poli Gigi dan Mulut untuk memeriksa keadaan gigi saya, namun dari awal saya sudah menyatakan bahwa kondisi gigi saya baik-baik saja dan saya tidak pernah mengalami sakit gigi, hal itu dikuatkan oleh hasil pemeriksaan Poli Gigi dan Mulut. Selanjutnya saya kembali ke THT dan bertemu dengan dr. Edgar, oleh dr. Edgar saya dibuatkan surat yang ditujukan ke Instalasi Radioterapi RSUP Sanglah. Surat tersebut selanjutnya saya bawa ke Unstalasi Radioterapi RSUP Sanglah, oleh petugas, setelah menyelesaikan berkas administrasi saya diminta untuk datang pada pagi Sabtu, 15 Februari 2014, pukul 08.30 WITA.
Pagi harinya, sekitar pukul 08.10 WITA saya telah sampai di Instalasi Radioterapi dan menunggu hingga pukul 08.40 WITA, baru saya dilayani oleh petugas dan bertemu dengan dr. Mahendra, oleh dr. Mahendra saya dijelaskan bahwa karena pasien banyak saya baru dapat dilayani pada Januari 2015, namun demikian dari data grafik yang saya lihat di papan di ruang Radioterapi saya mendapatkan data bahwa untuk pasien dengan penyakit seperti saya (Kanker Carsinoma Nasofharing) pada tahun 2013 hanya berjumlah sekitar 46 orang. Sementara nomor urut saya dalam daftar pasien saya lihat bernomor 28. Dengan alasan pasien penuh, hal tersebut mengakibatkan saya harus dirujuk ke RSU Saiful Anwar Malang. Padahal dari keterangan yang saya dapat dari dr (perempuan-dan saya lupa namanya) diruang THT, untuk pengobatan dengan Radioterapi dilakukan sebanyak 35 kali, untuk 1 kali Radioterapi membutuhkan waktu antara 5-10 menit. Hal ini berarti dengan jumlah pasien yang hanya 28 orang (termasuk saya), saya masih bisa diberikan pelayanan tanpa menunggu Januari 2015. Sementara untuk pasien Khemoterapi, dilakukan terapi 1 kali dalam 3 minggu. Saya tidak mengerti bagaimana mekanisme, prosedur dan pengaturan waktu untuk pasien Radioterapi di RSUP Sanglah ini.
Dengan berbagai keterangan dari dr. Mahendra, dan berfikir keadaan kesehatan saya, dr. Mahendra menyarankan agar saya bisa dirujuk ke RSU Syariful Anwar di Malang, dan dr. Mahendra memberikan saya nama referensi dokter bagian THT di RSU Saiful Anwar yang dapat saya hubungi (dokter tersebut berasal dari Pulau Lombok) karena menurutnya, pasien Radioterapi di RSU Saiful Anwar relatif tidak terlalu banyak. Akhirnya saya diberikan surat dari dr. Mahendra untuk ditujukan ke Poliklinik THT, surat tersebut berisi bahwa saya baru dapat di Radioterapi pada bulan Januari 2015. Berbagai pemikiran berkecamuk di dalam kepala saya, mulai dari kondisi kesehatan saya, keadaan keuangan saya, merasa sebagai pasien miskin yang terbuang hingga karena saya bukan berdomisili di daerah Bali yang harus mendapatkan pelayanan segera.
Dan semua pemikiran itu, sangat sulit saya hilangkan, mungkin karena keadaan kesehatan saya yang membutuhkan pengobatan segera. Akhirnya setelah mengambil surat dari dr. Mahendra yang ditujukan ke Poliklinik THT saya bergegas ke Poliklinik THT, disana saya bertemu dengan dr. (perempuan-dan saya lupa namanya). Namun sebelumnya saya antri untuk mendapatkan pelayanan di loket 10 (loket BPJS) dan loket 5 untuk mendapatkan nomor pelayanan ke Poliklinik THT.
Oleh dr. (perempuan-dan saya lupa namanya) saya dibuatkan surat rujukan ke RSU Saiful Anwar Malang, dalam komunikasi dengan dr. tersebut, saya sempat menanyakan, jikalau saya pasien umum, dengan tanpa menggunakan BPJS – Umum maka berapa biaya yang harus saya dapatkan untuk mendapatkan pengobatan melalui Radioterapi, dr. tersebut, menjawab sekitar Rp. 12 juta, itu jika di RSU milik Pemerintah, dan akan berbeda jika di RSU milik Swasta. Pertanyaan yang sama juga pernah saya ajukan ke dr. Mahendra dan jawabannya persis sama dan menurutnya biaya tersebut tergantung paket-nya.
Oleh dr. tersebut, saya dibuatkan surat rujukan ke RSU Syaiful Anwar di Malang, dan setelah menandatangani beberapa surat yang saya diminta untuk menandatanganinya saya kemudian menuju loket 10 (loket BPJS) untuk menanyakan kelengkapan administrasi untuk dibawa ke RSU Syaiful Anwar di Malang, oleh petugas di loket 10 saya disarankan ke Kantor BPJS Cabang Denpasar Jl. D.I. Panjaitan Renon (Depan Kantor Imigrasi) guna mendapatkan surat pengantar luar daerah. Dan karena hari siang dan jam bergerak diangka 12.10, saya harus ke kantor BPJS Cabang Denpasar pada Selasa, 18 Februari 2014…
Dari hari senin hingga sabtu (selama 1 minggu) di RSUP Sanglah saya belum merasakan pengobatan (Radioterapi dan Khemoterapi), namun harus dirujuk ke RSU Saiful Anwar Malang, sementara kos-kosan di deket pasar Sanglah telah saya bayar untuk 1 bulan. Disisi lainnya juga saya masih khawatir dengan kondisi kesehatan saya, belum lagi nantinya di RSU Saiful Anwar akan bagaimana, entah saya tidak tahu.
Namun selanjutnya saya melanjutkan pemeriksaan kesehatan dan pengobatan di RSU Saiful Anwar Malang. Karena saya tidak memiliki pilihan lain.
Dari pengalaman dan perasaan keluh kesah yang saya rasakan di atas, ada beberapa hal yang ingin juga saya sampaikan yakni: (1) Semua pemeriksaan di RSU Provinsi NTB di Mataram di ulangi lagi di RSUP Sanglah hal ini mungkin untuk mendapatkan data kesehatan yang valid dari pasien; (2) Administrasi pendokumentasian data nasabah tidak terintegrasi dan terkoneksi dengan baik yang saya rasakan di RSUP Sanglah, meskipun sudah terdapat keterangan yang ditempel ditembok-tembok pelayanan menyangkut penggunaan IT yang masih baru, sehingga banyak data dan dokumen yang sama harus diserahkan kembali di instalasi yang berbeda, semisal copian BPJS, SEP, KTP dan lainnya dalam satu atap (RSUP Sanglah sendiri); (3) Untuk nasabah rawat jalan seperti saya, nasabah banyak memakan waktu untuk menunggu/antri dan fotokopi dari pada dilayani dalam pemeriksaan atau pengobatan; (4) Terlalu banyak dokumen yang harus difotokopi, hampir setiap tindakan atau hasil pemeriksaan harus dilampirkan dan difoto kopi oleh nasabah. Dan karena saya harus rawat jalan dengan kondisi kesehatan yang kurang baik, maka hal itu terasa sangat memberatkan.
Dalam bagian ini pertama, saya ingin berterimakasih yang sebesar-besarnya kepada para dokter, perawat, bagian laboratorium dan ruang operasi di RSU Propinsi NTB yang telah memberikan pelayanan yang sangat baik pada saya dan keluarga, untuk menyebut beberapa nama dibagian THT, mereka adalah dr. Hamsu, dr. Ayu, dr. Hilda, dr. Lusi (di Klinik Yusra Praya), dr. Andi, kepada para perawat, bagian laboratorium dan ruang operasi di RSU Propinsi NTB saya ucapkan banyak terima kasih. Kepada Pak Rijal di Kantor BPJS Kabupaten Lombok Tengah saya juga mengucapkan banyak terima kasih, kepada dr. Nurman di RSU Kota Mataram saya mengucapkan banyak terima kasih dan kepada Bapak Presiden RI, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono dengan kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional, BPJS, saya mewakili masyarakat kecil dan orang miskin mengucapkan banyak terima kasih atas kebijakan ini, bagi saya dan masyarakat kecil lainnya, JKN merupakan wadah asuransi masyarakat Indonesia untuk saling membantu, tanggung renteng bersama saling bahu membahu…   
Terima kasih.

1 Comment:

REFREANDI said...

Subhanallah..antum telah memberikan inspirasi kepada semua orang, ketika antum menderita sakit masih sempat meluangkan waktu untuk berbagi pemikiran/ide/gagasan dalam bentuk tulisan. Semoga antum cepet sembuh dan kembali berkarya seperti biasanya. Allah bersama hambanya yg tetap optimis dan berserah diri.

© Kontak : Herman_bismillah@Yahoo.co.id