(Bagian
Pertama)
Nama saya
Hermansyah, umur 33 tahun. Saat ini saya mengabdi di sebuah Perguruan Tinggi
Swasta Islam di Lombok Tengah, tepatnya di IAI Qamarul Huda Bagu Lombok Tengah,
dibawah asuhan TGH. Lalu Turmudzi Badaruddin. Saya juga tergabung dalam
Asosiasi Dosen Indonesia (ADI) dengan nomor keanggotaan 2301435. Saya memiliki
seorang putri yang lahir pada 15 Maret 2013. Saya memiliki sedikit karya baik
itu berupa tulisan dikoran, makalah, jurnal, terlibat dalam seminar, penelitian,
konfrensi internasonal dan sejenisnya, karya buku saya berjudul Dakwah Menuju Islam Kaffah, Kultursigrafi
Ekonomi Islam di Indonesia, Praktikum
Perbankan Syariah, Inovasi Produk Bank Syariah, Gambaran Umum Praktikum Perbankan Syari’ah, dan Kinerja
Pembangunan dalam Perspektif Misi Profetik, untuk editor buku misalnya Pidana
Mati di Indonesia, Pasar Modal Syariah Indonesia, Bank Syariah dan UMKM dll.
Saya juga sering dipercaya sebagai moderator dan pembicara dalam berbagai
forum. Juga sering terlibat dalam berbagai aktivitas penelitian, pernah
mendapat Penghargaan dari Menteri Agama RI pada Apresiasi Pendidikan Islam 2013
pada Desember 2013 di Jakarta.
Tulisan ini saya maksudkan untuk
sekedar berbagi cerita kepada pembaca menyangkut pengalaman selama saya sakit
dan mendapatkan pelayanan dari rumah sakit dengan menggunakan kartu Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) yakni BPJS-Umum (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) –
Kesehatan Umum, karena saya bukan seorang PNS dan hanya pegawai (dosen) swasta.
Dan saya terdaftar sebagai anggota BPJS kesehatan dengan membayar uang iuran
perbulan sebesar Rp.59.500,-
JKN
yang diresminakan oleh Pemerintah (Presiden RI) pada Januari 2014 lalu banyak
saya dengar sering dipelesetkan dengan singkatan BPJS = Banyak Pasien Jasa
Sedikit, saya kadang berfikir niat baik, tindakan baik tidak selamanya membuat
orang lain senang, mungkin hal semacam inilah yang dialami dengan kebijakan
Pemerintah saat ini untuk memberikan jaminan kesehatan bagi rakyatnya, namun
tidak semua kebijakan publik direspon dengan positif saat digelontorkan
kemasyarakat terlebih jika itu menyangkut pelayanan publik, kesehatan,
pendidikan dan lain-lain. Termasuk dalam hal tulisan ini, mungkin ada keluh
kesah dari saya selaku penulis yang mengalami sendiri secara langsung, yang
bisa membuat tersinggung, tapi itulah pengalaman sebenarnya yang terjadi, yang
saya rasakan selama proses melakukan pengobatan, dan kedepan saya berharap
Setiap orang, apapun profesinya (dokter, petugas laboratorium, pendidik dan
lainnya) bekerjalah dengan ikhlas, mengabdilah kepada Negara ini, kepada
masyarakat kita, dan biarkan kekuatan yang lebih besar menuntun kita dalam
kebaikan.
Ini adalah cerita pengalaman berobat
yang saya alami. Berawal ketika pada tanggal 19 Desember 2013 sekitar pukul
19.00 saya melakukan konsultasi dengan dr. Hamsu Kadriyan, Sp. THT diKliniknya
di depan Mall Mataram, karena pada saat itu saya mengalami pusing yang luar
biasa di bagiang hidung serta mengeluarkan darah, dr. Hamsu selanjutnya
menyarankan saya untuk melakukan Head CT Scan di Rumah Sakit Risa Sentra Medika
Mataram. Kesimpulan dari kondisi saya saat itu adalah: Massa (Ca) nasopharings
kesan Std T1NxMx.
Karena mengalami kesulitan keuangan
untuk berobat, saya kemudian mencoba obat alternative, dengan tetap menjalankan
rutinitas saya sebagai Dosen, namun usaha saya tidak banyak membantu, dan
kondisi kesehatan saya semakin tidak membaik, hal ini juga diakibatkan adanya
benjolan dileher bagian samping atas kiri kanan, hidung mengeluarkan darah dan
telinga mendenging, dan sangat mengganggu saat saya sedang mengajar, bahkan
saya harus selalu menyediakan tissue kering di saku celana tiap kali melakukan
aktivitas. Akhirnya pada tanggal 15 Januari 2014, kondisi penyakit saya
memburuk, pendarahan yang luar biasa saya rasakan sedari pukul 12.15 hingga
saya masuk Klinik Yusra di Praya Kabupaten Lombok Tengah pada sekitar pukul
18.00 WITA, menurut dr.Lusi yang saat itu merawat saya, kondisi saya memburuk
dan harus dirujuk ke RSU Propinsi NTB di Mataram, namun sebelumnya dr. Lusi
memberikan pertolongan dengan menutup aliran pendarahan di hidung saya
(Compton-pen) setelah kondisi saya agak membaik, akhirnya dengan ambulans saya
di rujuk ke RSU Propinsi NTB di Mataram.
Kemudian saya menjalani rawat inap,
pada hari Sabtu, 18 Januari 2014 sekitar pukul 9.30 pagi kain penutup
pendarahan dihidung bagian kiri saya dibuka, dan dijadwalkan untuk dilakukan
Biopsi untuk mengidentifikasi gejala penyakit yang saya alami, pada hari Senin
20 Januari 2014. Setelah melakukan Biopsi, saya diminta menunggu hasil Biopsi
sekitar 2 minggu, sambil menunggu, pada Kamis 23 Januari 2014 kain penutup
pendarahan dihidung (kiri-kanan) saya dibuka, dan keesokan harinya pada Jum’at 24
Januari sekitar pukul 10.20 pagi saya diijinkan untuk pulang dan menunggu hasil
Biopsi di rumah, saya diberikan resep obat dan kartu rujukan untuk control
kondisi kesehatan saya.
Pada Rabu 05 Februari 2014 saya
menerima hasil Biopsi meskipun di surat hasil Biopsi yang sya terima tertera
tanggal jadi tanggal 30 Januari 2014. Kesimpulan dari hasil Biopsi tersebut
yakni: Nasofaring D/S: Biopsi
I.
Kiri: Undifferentiated Carcinoma
Nasofaring (WHO Tipe III).
II.
Kanan: Tidak tampak keganasan.
Selanjutnya
pada hari Kamis, 06 Februari 2014 saya melakukan konsultasi dengan dr Hamsu di
RSU Propinsi NTB di Mataram sekitar pukul 10.34 WITA dan mendapat Surat Rujukan
untuk di Rujuk ke RSUP Sanglah Bali, karena di RSU Propinsi peralatan untuk
berobat berupa Radioterapi dan Khemoterapi tidak ada (belum tersedia).
Berdasarkan saran dr Hamsu agar saya segera mempersiapkan untuk berangkat ke
RSUP Sanglah di Bali, akhirnya setelah bermusyawarah bersama keluarga akhirnya
pada hari Minggu 09 Februari 2014 saya berangkat ke RSUP Sanglah agar pada
Senin 10 Februari 2014 saya dapat segera terdaftar untuk berobat.
Di
Sanglah saya menyewa kos-kosan per bulan untuk keperluan perawatan, yang
jaraknya tidak terlalu jauh dari RSUP Sanglah. Senin 10 Februari 2014 sekitar
jam 9.00 pagi saya mendaftar. Menekan nomor antrian untuk BPJS dan menunggu
sekitar 1 jam-an di loket 10 (khusus untuk BPJS), selanjutnya ke loket 5 untuk
mendapatkan nomor pelayanan ke bagian pengobatan yang dituju yakni Poliklinik
THT.
Hari
itu juga, saya berhasil berkonsultasi dengan dr. Riska, dan beliau menyarankan
saya untuk kembali melakukan pemeriksaan ulang dan melakukan Rontgen, Cek
Darah, dan Head CT Scan. Selanjutnya saya menuju Instalasi Lab Patologi Klinik
untuk cek darah dengan sebelumnya mengantri, setelah selesai dan dijanjikan
hasilnya keesokan harinya, saya selanjutnya ke Instalasi Radiologi, setelah
menfadtar dan mengantri saya selanjutnya di Rontgen dan dijanjikan untuk
mengambil hasilnya keesokan harinya. Sekitar pukul 13.24 saya kembali ke
kos-kosan, sesampai di kos-kosan, hidung saya mengalami pendarahan sekitar 30
menit, ada niat untuk kembali ke RSUP Sanglah namun saya urungkan, saya
berfikir mungkin saya terlalu capek karna naik motor dari Mataram ke Sanglah
dan kondisi kesehatan tubuh saya menurun, saya juga enggan untuk kembali antri
terlalu lama di RSUP Sanglah hanya untuk urusan administrasi yang terlalu lama
dan pendokumentasian data yang kurang bagus yang mengakibatkan tidak efesien
dari segi waktu dan pelayanan.
Pada
Selasa, 11 Februari 2014 saya kembali harus mengantri di Loket BPJS (loket 10)
RSUP Sanglah, saya menanyakan hal tersebut kebagian informasi, mengapa setiap
hari saya harus mengantri di loket 10 (loket BPJS), jawaban yang saya terima
dikarenakan saya exiting patien dan rawat jalan, setelah antri sekian lama
akhirnya saya diminta ke loket 5 untuk mendapatkan nomor pelayanan ke
Poliklinik THT. Sebelum ke THT saya menuju Instalasi laboratorium dan Instalasi
Radiologi untuk mengambil hasil pemeriksaan darah dan rontgen, disaat mengambil,
saya mengantri tidak terlalu lama.
Kemudian
saya bergegas ke Poliklinik THT, setelah menunggu tidak terlalu lama akhirnya
saya diperkenankan masuk dan berkonsultasi kembali dengan dr. Riska. Oleh
dr.Riska saya kembali disarankan untuk melakukan Head CT Scan. Setelah
mengambil aplikasi yang ditandatangani oleh dr.Riska saya selanjutnya kembali
ke Instalasi Radiologi dan melakukan pendaftaran dan perjanjian untuk Head CT
Scan. Oleh petugas saya diminta untuk melakukan Head CT Scan pada hari Rabu, 12
Februari 2014 pukul 15.00 WITA dan dalam keadaan berpuasa antara 6-8 jam
sebelum di Head CT Scan.
Pada
Rabu, 12 Februari 2014 pukul 14.30 WITA saya sudah menunggu di Instalasi
Radiologi, karena masih ada pasien yang harus di lakukan Head CT Scan saya
akhirnya mendapat giliran sekitar pukul 15.44 WITA dan setelah selesai, untuk
hasilnya saya dijanjikan untuk diambil pada hari Kamis, 13 Februari 2014 pukul
12.00 WITA atau hari Jum’at 14 Februari 2014 pukul 08.00 WITA, akhirnya dengan
pertimbangan kondisi tubuh yang tidak terlalu vit dan cuaca panas serta jam
kerja RSUP Sanglah yang sebentar lagi memasuki waktu istirahat, saya menetapkan
untuk mengambil hasil Heat CT Scan pada hari Jum’at 14 Februari 2014.
Pada
Jum’at 14 Februari 2014 pukul 08.00 WITA, saya sudah menunggu di RSUP Sanglah,
dan kembali antri di Loket 10 (Loket BPJS), setelah antri cukup lama dan
mendapatkan nomor SEP (Surat Eligibilitas Peserta) BPJS Kesehatan, saya
selanjutnya ke loket 5 untuk mendapatkan nomor pelayanan ke Poliklinik THT.
Kemudian saya menuju Instalasi Radiologi untuk mendapatkan hasil Head CT Scan,
tidak terlalu lama, setelah saya mendapatkan hasil Head CT Scan, saya langsung
menuju Poliklinik THT, setelah menunggu panggilan, saya masuk ke Poliklinik THT
dan bertemu dengan dr. Surya yang ditemani oleh 2 orang dokter lainnya.
Salah
seorang dokter (perempuan-dan saya lupa namanya), saat itu menanyai saya
perihal keadaan biaya pengobatan saya, karena menurutnya kondisi di unit
Radioterapi pasiennya cukup banyak, dan baru bisa dilayani hingga pada Januari
2015, oleh dr tersebut saya disarankan untuk melakukan Radioterapi di luar
(Pusat Kesehatan Masyarakat) lainnya. Sembari menambahkan untuk melakukan
musyawarah keluarga. Pada saat itu, saya berfikir, saya belum diberikan
pelayanan pengobatan, namun saya sudah disarankan untuk berobat diluar, saya juga
berfikir, beginilah nasib saya dan masyarakat kebanyakan yang tidak memiliki
biaya untuk pengobatan, dan sekedar menggunakan kartu BPJS Kesehatan.
Selanjutnya
oleh dr Surya, saya diberi resep obat Asam Traneksamat, saya selanjutnya
mengambilnya di Apotik JKN di RSUP Sanglah. Dan oleh dr. Surya saya diarahkan
untuk ke Poli Gigi dan Mulut untuk memeriksa keadaan gigi saya, namun dari awal
saya sudah menyatakan bahwa kondisi gigi saya baik-baik saja dan saya tidak
pernah mengalami sakit gigi, hal itu dikuatkan oleh hasil pemeriksaan Poli Gigi
dan Mulut. Selanjutnya saya kembali ke THT dan bertemu dengan dr. Edgar, oleh
dr. Edgar saya dibuatkan surat yang ditujukan ke Instalasi Radioterapi RSUP
Sanglah. Surat tersebut selanjutnya saya bawa ke Unstalasi Radioterapi RSUP
Sanglah, oleh petugas, setelah menyelesaikan berkas administrasi saya diminta
untuk datang pada pagi Sabtu, 15 Februari 2014, pukul 08.30 WITA.
Pagi
harinya, sekitar pukul 08.10 WITA saya telah sampai di Instalasi Radioterapi
dan menunggu hingga pukul 08.40 WITA, baru saya dilayani oleh petugas dan
bertemu dengan dr. Mahendra, oleh dr. Mahendra saya dijelaskan bahwa karena
pasien banyak saya baru dapat dilayani pada Januari 2015, namun demikian dari
data grafik yang saya lihat di papan di ruang Radioterapi saya mendapatkan data
bahwa untuk pasien dengan penyakit seperti saya (Kanker Carsinoma Nasofharing)
pada tahun 2013 hanya berjumlah sekitar 46 orang. Sementara nomor urut saya
dalam daftar pasien saya lihat bernomor 28. Dengan alasan pasien penuh, hal
tersebut mengakibatkan saya harus dirujuk ke RSU Saiful Anwar Malang. Padahal
dari keterangan yang saya dapat dari dr (perempuan-dan saya lupa namanya)
diruang THT, untuk pengobatan dengan Radioterapi dilakukan sebanyak 35 kali,
untuk 1 kali Radioterapi membutuhkan waktu antara 5-10 menit. Hal ini berarti
dengan jumlah pasien yang hanya 28 orang (termasuk saya), saya masih bisa
diberikan pelayanan tanpa menunggu Januari 2015. Sementara untuk pasien
Khemoterapi, dilakukan terapi 1 kali dalam 3 minggu. Saya tidak mengerti
bagaimana mekanisme, prosedur dan pengaturan waktu untuk pasien Radioterapi di
RSUP Sanglah ini.
Dengan
berbagai keterangan dari dr. Mahendra, dan berfikir keadaan kesehatan saya, dr.
Mahendra menyarankan agar saya bisa dirujuk ke RSU Syariful Anwar di Malang, dan
dr. Mahendra memberikan saya nama referensi dokter bagian THT di RSU Saiful
Anwar yang dapat saya hubungi (dokter tersebut berasal dari Pulau Lombok) karena
menurutnya, pasien Radioterapi di RSU Saiful Anwar relatif tidak terlalu
banyak. Akhirnya saya diberikan surat dari dr. Mahendra untuk ditujukan ke
Poliklinik THT, surat tersebut berisi bahwa saya baru dapat di Radioterapi pada
bulan Januari 2015. Berbagai pemikiran berkecamuk di dalam kepala saya, mulai
dari kondisi kesehatan saya, keadaan keuangan saya, merasa sebagai pasien
miskin yang terbuang hingga karena saya bukan berdomisili di daerah Bali yang
harus mendapatkan pelayanan segera.
Dan
semua pemikiran itu, sangat sulit saya hilangkan, mungkin karena keadaan
kesehatan saya yang membutuhkan pengobatan segera. Akhirnya setelah mengambil
surat dari dr. Mahendra yang ditujukan ke Poliklinik THT saya bergegas ke
Poliklinik THT, disana saya bertemu dengan dr. (perempuan-dan saya lupa
namanya). Namun sebelumnya saya antri untuk mendapatkan pelayanan di loket 10
(loket BPJS) dan loket 5 untuk mendapatkan nomor pelayanan ke Poliklinik THT.
Oleh
dr. (perempuan-dan saya lupa namanya) saya dibuatkan surat rujukan ke RSU
Saiful Anwar Malang, dalam komunikasi dengan dr. tersebut, saya sempat
menanyakan, jikalau saya pasien umum, dengan tanpa menggunakan BPJS – Umum maka
berapa biaya yang harus saya dapatkan untuk mendapatkan pengobatan melalui
Radioterapi, dr. tersebut, menjawab sekitar Rp. 12 juta, itu jika di RSU milik
Pemerintah, dan akan berbeda jika di RSU milik Swasta. Pertanyaan yang sama
juga pernah saya ajukan ke dr. Mahendra dan jawabannya persis sama dan menurutnya
biaya tersebut tergantung paket-nya.
Oleh
dr. tersebut, saya dibuatkan surat rujukan ke RSU Syaiful Anwar di Malang, dan
setelah menandatangani beberapa surat yang saya diminta untuk menandatanganinya
saya kemudian menuju loket 10 (loket BPJS) untuk menanyakan kelengkapan
administrasi untuk dibawa ke RSU Syaiful Anwar di Malang, oleh petugas di loket
10 saya disarankan ke Kantor BPJS Cabang Denpasar Jl. D.I. Panjaitan Renon
(Depan Kantor Imigrasi) guna mendapatkan surat pengantar luar daerah. Dan
karena hari siang dan jam bergerak diangka 12.10, saya harus ke kantor BPJS
Cabang Denpasar pada Selasa, 18 Februari 2014…
Dari
hari senin hingga sabtu (selama 1 minggu) di RSUP Sanglah saya belum merasakan
pengobatan (Radioterapi dan Khemoterapi), namun harus dirujuk ke RSU Saiful
Anwar Malang, sementara kos-kosan di deket pasar Sanglah telah saya bayar untuk
1 bulan. Disisi lainnya juga saya masih khawatir dengan kondisi kesehatan saya,
belum lagi nantinya di RSU Saiful Anwar akan bagaimana, entah saya tidak tahu.
Namun
selanjutnya saya melanjutkan pemeriksaan kesehatan dan pengobatan di RSU Saiful
Anwar Malang. Karena saya tidak memiliki pilihan lain.
Dari
pengalaman dan perasaan keluh kesah yang saya rasakan di atas, ada beberapa hal
yang ingin juga saya sampaikan yakni: (1) Semua pemeriksaan di RSU Provinsi NTB
di Mataram di ulangi lagi di RSUP Sanglah hal ini mungkin untuk mendapatkan
data kesehatan yang valid dari pasien; (2) Administrasi pendokumentasian data
nasabah tidak terintegrasi dan terkoneksi dengan baik yang saya rasakan di RSUP
Sanglah, meskipun sudah terdapat keterangan yang ditempel ditembok-tembok
pelayanan menyangkut penggunaan IT yang masih baru, sehingga banyak data dan
dokumen yang sama harus diserahkan kembali di instalasi yang berbeda, semisal
copian BPJS, SEP, KTP dan lainnya dalam satu atap (RSUP Sanglah sendiri); (3) Untuk
nasabah rawat jalan seperti saya, nasabah banyak memakan waktu untuk
menunggu/antri dan fotokopi dari pada dilayani dalam pemeriksaan atau
pengobatan; (4) Terlalu banyak dokumen yang harus difotokopi, hampir setiap
tindakan atau hasil pemeriksaan harus dilampirkan dan difoto kopi oleh nasabah.
Dan karena saya harus rawat jalan dengan kondisi kesehatan yang kurang baik,
maka hal itu terasa sangat memberatkan.
Dalam
bagian ini pertama, saya ingin berterimakasih yang sebesar-besarnya kepada para
dokter, perawat, bagian laboratorium dan ruang operasi di RSU Propinsi NTB yang
telah memberikan pelayanan yang sangat baik pada saya dan keluarga, untuk
menyebut beberapa nama dibagian THT, mereka adalah dr. Hamsu, dr. Ayu, dr.
Hilda, dr. Lusi (di Klinik Yusra Praya), dr. Andi, kepada para perawat, bagian
laboratorium dan ruang operasi di RSU Propinsi NTB saya ucapkan banyak terima
kasih. Kepada Pak Rijal di Kantor BPJS Kabupaten Lombok Tengah saya juga
mengucapkan banyak terima kasih, kepada dr. Nurman di RSU Kota Mataram saya
mengucapkan banyak terima kasih dan kepada Bapak Presiden RI, Bapak Susilo
Bambang Yudhoyono dengan kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional, BPJS, saya
mewakili masyarakat kecil dan orang miskin mengucapkan banyak terima kasih atas
kebijakan ini, bagi saya dan masyarakat kecil lainnya, JKN merupakan wadah
asuransi masyarakat Indonesia untuk saling membantu, tanggung renteng bersama
saling bahu membahu…
Terima kasih.
Terima kasih.
1 Comment:
Subhanallah..antum telah memberikan inspirasi kepada semua orang, ketika antum menderita sakit masih sempat meluangkan waktu untuk berbagi pemikiran/ide/gagasan dalam bentuk tulisan. Semoga antum cepet sembuh dan kembali berkarya seperti biasanya. Allah bersama hambanya yg tetap optimis dan berserah diri.
Post a Comment