SETIAP zaman memiliki sejarah dan peradaban yang berbeda, ide-ide besar dan produk pemikiran yang berbeda demikian halnya dengan tokoh-tokoh yang ditinggalkannya juga berbeda. Islam yang diklaim sebagai agama yang komprehensif, baik dari kalangan intern maupun kalangan ekstern -bahkan orientalis sekalipun mempunyai kisah sendiri menyangkut sejarah dan ke-tatanegaraan Islam. Bermula sejak Nabi saw telah memiliki konsep dasar dalam bernegara, terbukti dengan adanya penyebutan dalam sejarah yaitu adanya negara Madinah, yang dianggap merupakan praktek bernegara pertama yang dilakukan Nabi saw, sehingga dengannya dapat kita nyatakan, bahwa penaklukan yang dilakukan bangsa Arab di abad ke-7 terus memainkan peranan penting dalam sejarah umat manusia hingga saat ini. Lebih jauh dari itu (berbeda dengan Isa) Muhammad bukan semata pemimpin agama tapi juga pemimpin duniawi. Fakta menunjukkan, selaku kekuatan pendorong terhadap gerak penaklukan yang dilakukan bangsa Arab, pengaruh kepemimpinan politik dan ketatanegaraannya berada dalam posisi terdepan sepanjang waktu1 dengan konsep diantaranya, Hak Azazi Manusia (HAM), serta penanaman sikap tenggang rasa antar sesama umat beragama, dikatakan demikian, karena pada saat itu umat Yahudi juga berdampingan dengan umat Islam di Madinah. Dalam Al-Quran sendiri tidak ditemukan adanya petunjuk eksplisit pada ayat-ayatnya mengenai tata cara bernegara, melainkan hanya melalui penyebutan prinsip-prinsip dasar dalam kehidupan sehari-hari.
Muhammad saw wafat tanpa meninggalkan pesan siapa yang harus menggantikannya sebagai pemimpin umat. Beberapa kerabat Rasul saw berpendapat bahwa Ali bin Abu Thalib -misan dan menantu yang dipelihara Muhammad sejak kecil- yang paling berhak. Namun sebagian kaum Anshar, warga asli Madinah, berkumpul di Balai Pertemuan (Saqifa) Bani Saidah. Mereka hendak mengangkat Saad bin Ubadah sebagai pemimpin umat. Ketegangan terjadi. Abu Bakar, Umar dan Abu Ubaidah datang untuk mengingatkan mereka. Perdebatan terjadi, sampai dua tokoh Muhajirin dan Anshar -Abu Ubaidah dan Basyir anak Saad- membaiat Abu Bakar. Umar menyusul membaiat. Demikian pula yang lainnya. Pertikaian selesai. Selasa malam menjelang salat Isya -setelah Muhammmad saw dimakamkan- Abu Bakar naik ke mimbar di masjid Nabawi. Ia mengucapkan pidato pertamanya sebagai khalifah. Pidato yang ringkas dan dan berkesan di kalangan umat. Itu terjadi pada Juni 632, atau 11 Hijriah2
Demikianlah sekelumit pendahuluan sebagai pengantar pembahasan pada diskusi kali ini, menyangkut tema bahasan, selanjutnya kali ini kita kembali akan membuka lembaran sejarah tahap-demi tahap dalam sejarah periode kekhalifahan dalam aspek corak ketatanegaraannya, karenanya bersiaplah untuk bercermin dan mengambil hikmah dalam alunan perjalanan corak ketatanegaraan dalam Islam dalam berbagai dimensinya.
Pembahasan
Membuka lembaran sejarah periode kekhilafahan3
SEJARAH mencatat bahwa dunia politik dan ketatanegaraan bukan hanya dimulai sejak turunnya Islam, namun jauh sebelum itu. Dalam kisah Nabi-Nabi terdahulu4, manusia sudah mengenal sistem pemerintahan, seperti zaman Nabi Ibrahim dengan rajanya “Namrudz” yang terkenal lalim. Dari perspektif Al Qur’an, siklus sejarah manusia dan peradabannya yang demikian itu kemudian menetapkan bahwa Al Qu’ran telah menjadi saksi atas "hukuman sejarah" yang telah ditimpakan kepada masyarakat, bangsa-bangsa pemilik peradaban terdahulu. Islam pernah berada pada posisi puncak peradaban dunia sampai tiba saatnya mengalami kemunduran, persis seperti peradaban-peradaban masa lampau sebelum Islam hingga runtuhnya Marxisme di negara-negara bekas Uni Soviet pada dasa warsa terakhir milenium kedua.
Sebagian peradaban masa lampau telah musnah dan dimusnahkan setuntas-tuntasnya hingga yang tersisa tinggal artefak-artefak material dan kenangan akan kejayaan kognisi intelektual dan spiritualnya. Dikatakan sebagian karena tidak atau belum seluruh dunia dihancurkan. Al Qur’an membenarkan akan "hukuman sejarah" (baca: kehancuran) itu. Mengapa hukuman sejarah ditimpakan? "Katakanlah, itu dari (kelalaian) dirimu sendiri" (QS. 3:165, juga 3:139-140).5 Oleh sebab dosa-dosa dan kelalaian kolektif manusianya, sebuah peradaban dimusnahkan agar menjadi bahan permenungan generasi berikutnya. Munculnya kehendak untuk introspeksi dan iktikad untuk memperbaiki diri, menjamin -setidaknya demikian pesan Al Qu’ran- sebagian peradaban masih hidup dan bertahan (QS. 11:100). Itulah grand design Tuhan, Sunnatullah yang secara sinergis dan relasional dipersaksikan dalam Al Qur’an.6
Periode Rasulullah saw (+/- 610 – 632 M)
SALAH satu hal mengenai Islam yang tidak mungkin diingkari yakni pertumbuhan dan perkembangan agama bersama dengan pertumbuhan dan perkembangan sistem politik dan ketatanegaraannya. Sejak Rasulullah hijrah ke Yatsrib -yang kemudian diubah namanya menjadi Madinah- hingga saat ini dalam wujud sekurang-kurangnya kerajaan Saudi Arabia dan Republik Islam Iran, Islam menampilkan dirinya sangat erat dengan corak ketatanegaraan.
Menurut Nurcholish Madjid, pembicaraan antara hubungan agama dan Negara dalam Islam selalau terjadi dalam suasana yang stigmatis, hal ini dikarenakan (1) hubungan antara agama dan Negara dalam Islam adalah yang paling mengesankan sepanjang sejarah kehidupan umat manusia. (2) sepanjang sejarah, Muslim dan non-Muslim (Barat) adalah hubungan penuh ketegangan. Disebabkan oleh hubungan yang traumatik.7
Piagam Madinah
HUBUNGAN antara agama dan Negara dalam Islam telah diberikan teladannya oleh Nabi saw setelah hijrah dari Mekkah ke Madinah. Seperti dikatakan oleh Robert Bellah,8 seorang sosiologi agama terkemuka adalah model bagi hubungan antara agama dan Negara dalam Islam. Muhammad Arkoun menyebut usaha Nabi saw tersebut sebagai “Eksperimen Madinah”9 yang menurut Arkoun bahwa eksperimen tersebut telah menyajikan kepada umat manusia contoh tatanan sosial politik yang mengenal pendelegasian wewenang (artinya, wewenang atau kekuasaan tidak memusat pada tangan satu orang seperti pada sistem diktatorial, melainkan kepada orang banyak melalui musyawarah) dan kehidupan berkonstitusi (artinya, sumber wewenang dan kekuasaan tidak pada keinginan dan keputusan lisan pribadi, namun pada suatu dokumen tertulis yang prinsip-prinsipnya disepakati bersama).
Dokumen tertulis tersebut yakni Piagam madinah, telah terdokumentasikan dengan baik melalui upaya sungguh-sungguh dari para ahli sejarah Islam seperti Ibn Ishaq (w. 152 H) dan Muhammad Ibn Hisyam (w. 218 H). Banyak diantara pemimpin dan pakar ilmu politik dan ketatanegaraan Islam menganggap bahwa Piagam Madinah adalah konstitusi atau undang-undang dasar bagi Negara Islam yang pertama dan didirikan oleh Nabi saw di Madinah10 Penilaian ini tentu didasarkan pada kenyataan yang dapat dijadikan sebagai argumen bahwa ketika itu telah terwujud sebuah Negara, baik itu wilayah, masyarakat maupun penguasa. Demikian juga penilaian terhadap Nabi yang ketika itu telah bertindak tidak hanya sebagai Nabi tetapi juga sebagai kepala Negara, misalnya memutuskan hukum, mengirim dan menerima utusan dan juga memimpin peperangan.11
Menurut Munawir Sjadzali12 setidaknya terdapat beberapa dasar-dasar prinsipil yang diletakkan oleh Rasulullah saw dalam Piagam madinah sebagai landasan bagi kehidupan bernegara untuk masyarakat majemuk di Madinah yakni: (1) semua pemeluk Islam, meskipun berasal dari banyak suku namun merupakan satu komunitas. (2) hubungan antara anggota komunitas didasarkan atas bertetangga baik, saling membantu dalam menghadapi musuh, membela mereka yang teraniaya, saling menasehati dan saling menghormati kebebasan beragama.
Selanjutnya Abdul Karim13 menyatakan bahwa terdapat beberapa hal yang prinsipil dan pokok seperti termuat dalam Piagam Madinah yakni, bahwa Negara dan pemerintahan Madinah bercorak teokrasi yang dikepalai oleh Seorang Rasul dan sekaligus juga pemimpin agama. Meski Nabi saw adalah kepala pemerintahan namun kedaulatan ada ditangan Allah, hal ini seperti tercermin dalam Q.S. Al Hajj ayat 64 dan 65. Pada saat yang sama, dimana Rasulullah saw tidak dapat mengabaikan kedaulatan rakyat, Nabi saw juga menerima keputusan majelis syura jikalau keadaan sedang darurat, dengan demikian corak pemerintahan ini disamping teokrasi juga republik.
Disamping itu, untuk mengendalikan pemerintahan Nabi di Madinah dibentuk pula sekretariat Negara yang terbagi dalam 9 propinsi dan dikepalai oleh seorang gubernur (wali). Dan 21 lainnya bertugas sebagai amil dengan tugas utama sebagai pemungut pajak (tax collector). Sumber pendapatan Negara diperoleh melalui ghanimah, zakat, jizyah, kharaj dan fa’i.14 Sedangkan menurut As Sayyid Muhammad Ma’ruf al-Dawalibi dari universitas Islam Internasional Paris15 bahwa yang paling menakjubkan dari semuanya menyangkut Konstitusi Madinah adalah bahwa dokumen tersebut memuat, yang untuk pertama kalinya dalam sejarah prinsip-prinsip dan kaedah-kaedah ketatanegaraan dan nilai-nilai kemanusiaan yang sebelumnya tidak pernah dikenal umat manusia.
Dengan demikian, sebenarnya ide pokok Piagam Madinah dalam Negara Madinah yakni adanya suatu tatanan sosial politik yang diperintah tidak oleh kemauan pribadi, melainkan secara bersama-sama, tidak oleh prinsip-prinsip ad-hoc yang dapat berubah-ubah sejalan dengan kehendak pemimpin, melainkan oleh prinsip-prinsip yang dilembagakan dalam dokumen kesepakatan dasar semua anggota masyarakat, yakni sebuah konstitusi.
Nabi saw dan Musyawarah
SALAH satu hal yang layak dikaji dalam mekanisme ini yakni bahwa bagaimana mekanisme diambil menyangkut kepentingan bersama pada masa Nabi saw dan seberapa jauh masyarakat dilibatkan dalam managemen ketatanegaraan, dan tentang siapa yang memiliki kata akhir. Sesuai dengan petunjuk Al Qur’an16 Nabi saw mengembangkan budaya musyawarah dikalangan para sahabat. Nabi saw sendiri meski seorang Rasul, amat gemar berkonsultasi dengan para sahabat menyangkut soal-soal kemasyarakatan. Namun demikian dalam bermusyawarah, Nabi saw tidak hanya mengikuti satu pola saja, kerap kali Nabi saw bermusyawarah hanya dengan sahabat senior, tidak jarang Nabi saw meminta saran dari orang yang ahli atau profesional. Terkadang Nabi melemparkan masalah-masalah kepada pertemuan yang lebih besar khususnya yang memiliki dampak yang luas bagi masyarakat.17
Selain itu, Nabi saw juga tidak selalu mengikuti nasihat para sahabat. Dalam hal Nabi saw bersikap demikian, tidak selalu karena Nabi saw mendapat petujuk dari Allah melalui wahyu. Dalam beberapa peristiwa, Nabi saw mengambil keputusan yang bertentangan dengan pendapat para sahabat, dan kemudian turun wahyu yang membenarkan pendapat yang tidak diterima oleh Nabi itu. Beberapa contoh tersebut diantaranya, posisi pada pertempuran Badar, perjanjian Hudaibiyah, masalah tawanan Badar, perlakuan terhadap jenazah Abdullah bin Ubay bin Salul.18
Periode Al-Khulafa Al-Rasyidun (632 – 661 M)
SETELAH wafatnya Nabi saw status sebagai Rasulullah tidak dapat diganti oleh siapapun (khatami al-anbiya’ wa al-mursalin), tetapi kedudukan Nabi saw yang kedua, yakni sebagai pimpinan kaum Muslimin mesti segera ada gantinya. Orang itulah yang dinamakan “Khalifah” artinya yang menggantikan Nabi menjadi kepala kaum Muslimin (pimpinan komunitas Islam) dalam memberikan petunjuk ke jalan yang benar dan melestarikan hukum-hukum Agama Islam. Dialah yang menegakkan keadilan yang selalu berdiri di atas kebenaran. Kebanyakan akademis menyetujui bahwa Nabi Muhammad tidak secara langsung menyarankan atau memerintahkan pembentukan kekhalifahan Islam setelah kematiannya. Permasalahan yang dihadapi ketika itu adalah siapa yang akan menggantikan Nabi saw, dan sebesar apa kekuasaan yang akan didapatkannya?
Maka setelah Nabi saw wafat, pemuka-pemuka Islam segera bermusyawarah untuk mencari pengganti Rasulullah. Setelah terjadi perdebatan sengit antara kaum Anshar dan kaum Muhajirin, akhirnya terpilihlah Abu Bakar sebagai Khalifah, artinya pengganti Rasul saw yang kemudian disingkat menjadi Khalifah atau Amirul Mu’minin.19 Khalifah sendiri adalah gelar yang diberikan untuk pemimpin umat Islam setelah wafatnya Nabi saw (570–632). Kata "Khalifah" sendiri dapat diterjemahkan sebagai "pengganti" atau "perwakilan"20 Pada awal keberadaannya, para pemimpin Islam ini disebut sebagai "Khalifat Allah", yang berarti perwakilan Allah (Tuhan). Akan tetapi pada perkembangannya sebutan ini diganti menjadi "Khalifat Rasul Allah" (yang berarti "pengganti Nabi Allah") yang kemudian menjadi sebutan standar untuk menggantikan "Khalifat Allah". Meskipun begitu, beberapa akademis memilih untuk menyebut "Khalīfah" sebagai pemimpin umat Islam.21 Khalifah juga sering disebut sebagai Amīr al-Mu'minīn atau "pemimpin orang yang beriman", atau "pemimpin umat Muslim", yang terkadang disingkat menjadi "emir" atau "amir".
Setelah kepemimpinan al-Khulafa ar-Rasyidun (Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib), kekhalifahan yang dipegang berturut-turut oleh Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, dan Bani Usmaniyah, dan beberapa khalifah kecil, berhasil meluaskan kekuasaannya sampai ke Spanyol, Afrika Utara, dan Mesir.22 Khalifah berperan sebagai kepala umat baik urusan negara maupun urusan agama, mekanisme pengangkatan dilakukan baik dengan penunjukkan ataupun majelis Syura' yang merupakan majelis Ahlul Ilmi wal Aqdi yakni ahli Ilmu (khususnya keagamaan) dan mengerti permasalahan umat. Sedangkan Khilafah adalah nama sebuah sistem pemerintahan yang begitu khas, dengan menggunakan Islam sebagai Ideologi serta undang-undangnya mengacu kepada Al-Quran dan Hadist.23 Secara ringkas, Imam Taqiyyuddin An Nabhani (1907-1977)24 mendefinisikan Daulah Khilafah sebagai kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslimin di dunia untuk menegakkan hukum-hukum Syariat Islam dan mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru dunia. Dari definisi ini, jelas bahwa Daulah Khilafah adalah hanya satu untuk seluruh dunia.
Karena Nabi saw tidak secara langsung menyarankan atau memerintahkan pembentukan kekhalifahan Islam setelah kematiannya, maka pada periode al-Khulafa ar-Rasyidun ini sistem ketatanegaraan dalam pemerintahan Islam berubah-ubah. Dalam masa al-Khulafa ar-Rasyidun ini kebijakan masing-masing mereka sangat bervariasi, terutama sekali dalam masalah suksesi. Misalnya Abu bakar menjadi khalifah yang pertama melalui pemilihan dalam satu pertemuan yang berlangsung pada hari kedua setelah Nabi wafat. Umar bin Khattab mendapat kepercayaan sebagai khalifah kedua tidak melalui pemilihan dalam suatu forum musyawarah terbuka, namun melalui penunjukan dan wasiat pendahulunya, Abu Bakar. Kendati Abu Bakar pernah mendiskusikan dengan sahabat-sahabat lain sebelumnya secara tertutup. Usman bin Affan menjadi khalifah yang ketiga melalui pemilihan oleh sekelompok orang-orang yang telah ditetapkan oleh Umar sebelum ia wafat25 Sementara Ali bin Abi Thalib diangkat menjadi khalifah yang keempat melalui pemilihan yang penyelenggaraannya jauh dari sempurna26 Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pada masa khulafaurrasyidun ini khilafah dipilih berdasarkan dua cara pemilihan yakni secara musyawarah oleh beberapa sahabat Nabi (dewan formatur) dan berdasarkan atas penunjukan khilafah sebelumnya.27
Sistem Politik Islam Masa Khalifah Abu Bakar
PENGANGKATAN Abu Bakar sebagai Khalifah (pengganti Nabi) sebagaimana dijelaskan pada peristiwa Tsaqifah Bani Sa’idah, merupakan bukti bahwa Abu Bakar menjadi Khalifah bukan atas kehendaknya sendiri, tetapi hasil dari musyawarah mufakat umat Islam. Dengan terpilihnya Abu Bakar menjadi Khalifah, maka mulailah ia menjalankan kekhalifahannya, baik sebagai pemimpin umat maupun sebagai pemimpin pemerintahan. Adapun sistem politik Islam pada masa Abu Bakar bersifat “sentral”, jadi kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat ditangan Khalifah, meskipun demikian dalam memutuskan suatu masalah, Abu Bakar selalu mengajak para sahabat untuk bermusyawarah.28
Sedangkan kebijaksanaan politik yang diilakukan Abu Bakar dalam mengemban kekhalifahannya yaitu: (1) mengirim pasukan dibawah pimpinan Usamah bin Zaid, untuk memerangi kaum Romawi sebagai realisasi dari rencana Rasulullah, ketika ia masih hidup.29 (2) timbulnya kemunafikan dan kemurtadan. Hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa setelah Nabi wafat, maka segala perjanjian dengan Nabi menjadi terputus. Adapun orang murtad pada waktu itu ada dua yaitu: (a) Mereka yang mengaku nabi dan pengikutnya, termasuk di dalamnya orang yang meninggalkan sholat, zakat dan kembali melakukan kebiasaan jahiliyah. (b) Mereka membedakan antara sholat dan zakat, tidak mau mengakui kewajiban zakat dan mengeluarkannya. Dalam menghadapi kemunafikan dan kemurtadan ini, Abu Bakar tetap pada prinsipnya yaitu memerangi mereka sampai tuntas.30 (3) mengembangkan wilayah Islam keluar Arab. Ini ditujukan ke Syiria dan Persia.31
Adapun kebijakan di bidang pemerintahan yang dilakukan oleh Abu Bakar adalah: (1) pemerintahan berdasarkan musyawarah.32 Apabila terjadi suatu perkara, Abu Bakar selalu mencari hukumnya dalam kitab Allah. Jika tidak memperolehnya maka ia mempelajari bagaimana Rasul bertindak dalam suatu perkara. Dan jika tidak ditemukannya apa yang dicari, ia pun mengumpulkan tokoh-tokoh yang terbaik dan mengajak mereka bermusyawarah. Apapun yang diputuskan mereka setelah pembahasan, diskusi, dan penelitian, maka Abu Bakar menjadikannya sebagai suatu keputusan dan suatu peraturan. (2) amanat baitul mal.33 Para sahabat Nabi beranggapan bahwa Baitul Mal adalah amanat Allah dan masyarakat kaum Muslimin. Karena itu mereka tidak mengizinkan pemasukan sesuatu kedalamnya dan pengeluaran sesuatu darinya yang berlawanan dengan apa yang telah ditetapkan oleh syari’at. Mereka mengharamkan tindakan penguasa yang menggunakan Baitul Mal untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi. (3) konsep pemerintahan politik dalam pemerintahan Abu Bakar telah ia jelaskan sendiri kepada rakyat banyak dalam sebuah pidatonya34 (4) kekuasaan undang-undang. Abu Bakar tidak pernah menempatkan dirinya di atas undang-undang. Ia juga tidak pernah memberi sanak kerabatnya suatu kekuasaan yang lebih tinggi dari undang-undang. Dan mereka dihadapan undang-undang adalah sama seperti rakyat yang lain, baik kaum Muslim maupun non Muslim.35
Sistem Politik Islam Masa Umar bin Khattab
SEBELUM Khalifah Abu Bakar wafat, ia telah menunjuk Umar ibn Khattab sebagai pengganti posisinya dengan meminta pendapat dari tokoh-tokoh terkemuka dari kalangan sahabat seperti Abdurrahman bin Auf, Utsman, dan Tolhah bin Ubaidillah36. Masa pemerintahan Umar berlangsung selama 10 tahun 6 bulan, yaitu dari tahun 13 H/634 M sampai tahun 23H/644 M. Umar wafat pada usia 64 tahun. Selama masa pemerintahan dimanfaatkan oleh Umar untuk menyebarkan ajaran Islam dan memperluas kekuasaan ke seluruh semenanjung Arab.
Dalam masa pemerintahannya, Umar telah membentuk lembaga-lembaga yang disebut juga dengan ahlul hall wal aqdi, Secara etimologi, ahlul hall wal aqdi adalah lembaga penengah dan pemberi fatwa. Sedangkan menurut terminologi, adalah wakil-wakil rakyat yang duduk sebagai anggota majelis syura, yang terdiri dari alim ulama dan para cendekiawan yang menjadi pemimpin-pemimpin rakyat dan dipilih atas mereka. Dinamakan ahlul hall wal aqdi untuk menekankan wewenang mereka guna menghapuskan dan membatalkan. Anggota dewan ini terpilih karena dua hal yaitu: (1) mereka yang telah mengabdi dalam Dunia politik, militer, dan misi Islam, selama 8 sampai dengan 10 tahun. (2) orang-orang yang terkemuka dalam hal keluasan wawasan dan dalamnya pengetahuan tentang yurisprudensi dan Al Qur’an.37
Lembaga-lembaga yang disebut dengan ahlul hall wal aqdi di antaranya adalah: (1) Majelis Syura38 (Dewan Penasihat), ada tiga bentuk: (a) Dewan Penasihat Tinggi, yang terdiri dari para pemuka sahabat yang terkenal, antara lain Ali, Utsman, Abdurrahman bin Auf, Muadz bin Jabbal, Ubay bin Kaab, Zaid bin Tsabit, Tolhah dan Zubair. (b) Dewan Penasihat Umum, terdiri dari banyak sahabat (Anshar dan Muhajirin) dan pemuka berbagai suku, bertugas membahas masalah-masalah yang menyangkut kepentingan umum. (c) Dewan antara Penasehat Tinggi dan Umum. Beranggotakan para sahabat (Anshar dan Muhajirin) yang dipilih, hanya membahas masalah-masalah khusus. (2) Al-Katib (Sekretaris Negara),39 di antaranya adalah Abdullah bin Arqam. (3) Nidzamul Maly (Departemen Keuangan) mengatur masalah keuangan dengan pemasukan dari pajak bumi, ghanimah, jizyah, fai’ dan lain-lain.40 (4) Nidzamul Idary (Departemen Administrasi), bertujuan untuk memudahkan pelayanan kepada masyarakat, di antaranya adalah diwanul jund yang bertugas menggaji asukan perang dan pegawai pemerintahan. (5) Departemen Kepolisian dan Penjaga yang bertugas memelihara keamanan dalam negara. (6) Departemen Pendidikan dan lain-lain41
Dalam rangka desentralisasi kekuasaan, pemimpin pemerintahan pusat tetap dipegang oleh Khalifah Umar bin Khattab. Sedangkan di Propinsi, ditunjuk Gubernur (orang Islam) sebagai pembantu Khalifah untuk menjalankan roda pemerintahan. Di antaranya adalah: (1) Muawiyah bin Abu Sufyan, Gubernur Syiria, dengan ibukota Damaskus. (2) Nafi’ bin Abu Harits, Gubernur Hijaz, dengan ibu kota Mekkah. (3) Abu Musa Al Asy’ary, Gubernur Iran, dengan ibu kota Basrah. (4) Mughirah bin Su’bah, Gubernur Irak, dengan ibu kota Kufah. (5) Amr bin Ash, Gubernur Mesir, dengan ibu kota Fustat. (6) Alqamah bin Majaz, Gubernur Palestina, dengan ibu kota Jerussalem. (7) Umair bin Said, Gubernur jazirah Mesopotamia, dengan ibu kota Hims. (8) Khalid bin Walid, Gubernur di Syiria Utara dan Asia Kecil. (9) Khalifah sebagai penguasa pusat di Madinah42
Umar meninggal pada tahun 644 M karena ditikam oleh Fairuz (Abu Lukluk), budak Mughirah bin Abu Sufyan dari perang Nahrrawain yang sebelumnya adalah bangsawan Persia. Mughirah dipecat oleh Umar karena ia melakukan pembocoran rahasia Negara dan penghianatan.43 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa alasan pembunuhan politik pertama kali dalam sejarah Islam adalah adanya rasa syu’ubiyah (fanatisme) yang berlebihan pada bangsa Persia dalam dirinya. Sebelum meninggal, Umar mengangkat Dewan Presidium untuk memilih Khalifah pengganti dari salah satu anggotanya. Mereka adalah Usman, Ali, Tholhah, Zubair, Saad bin Abi Waqash dan Abdurrahman bin Auf. Sedangkan anaknya (Abdullah bin Umar), ikut dalam dewan tersebut, tapi tidak dapat dipilih, hanya memberi pendapat saja. Akhirnya, Usmanlah yang terpilih setelah terjadi perdebatan yang sengit antar anggotanya.44 Alasan pembentukan tim tersebut menurut Umar adalah karena ia tidak sebaik Abu Bakar yang dapat menunjuk seseorang sebagai penggantinya, akan tetapi Umar juga tidak bisa sebaik Rasulullah untuk membiarkan para sahabatnya memilih pengganti, maka diambil jalan tengah yakni dengan membentuk tim formatur untuk bermusyawarah menentukan pengganti Umar.45
Sistem Politik Islam Masa Usman bin Affan
PADA masa Khalifah Usman, konsep kekhalifaan sudah mulai mundur, dalam arti interes politik disekitar khalifah mulai banyak diwarnai oleh dinamika kepentingan suku dan perbedaan interpretasi konsep kepemimpinan dalam Islam. Pemerintahan Usman berlangsung selama 12 tahun. Pada masa awal pemerintahannya, ia berhasil memerintah dengan baik sehingga Islam mengalami kemajuan dan kemakmuran dengan pesat. Namun pada paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa umat Islam terhadapnya46 Oleh karena itu, orang-orang menuduh Khalifah Usman melakukan nepotisme, dengan mengatakan bahwa beliau menguntungkan sanak saudaranya Bani Umayyah, dengan jabatan tinggi dan kekayaannya. Mereka juga menuduh pejabat-pejabat Umayyah suka menindas dan menyalahkan harta baitul maal. Disamping itu Usman juga dituduh sebagai orang yang boros mengeluarkan belanja, dan kebanyakan diberikan kepada kaum kerabatnya sehingga hampir semuanya menjadi orang kaya.47
Pengangkatan pejabat di kalangan keluarga oleh Khalifah Ustman telah menimbulkan protes keras di daerah dan menganggap Ustman telah melakukan nepotisme. Menurut Muhammad Ali (dalam M Abdul Karim, 2007:98), protes orang dengan tuduhan nepotisme tidaklah beralasan karena pribadi Ustman itu bersih. Pengangkatan kerabat oleh Ustman bukan tanpa pertimbangan. Hal ini ditunjukkan misalnya oleh jasa yang dibuat oleh Abdullah bin Sa‘ad dalam melawan pasukan Romawi di Afrika Utara dan juga keberhasilannya dalam mendirikan angkatan laut. Ini menunjukkan Abdullah bin Sa’ad adalah orang yang cerdas dan cakap, sehingga pantas menggantikan Amr ibn ‘Ash yang sudah lanjut usia. Hal lain ditunjukkan ketika diketahui Walid bin Uqbah melakukan pelanggaran berupa mabuk-mabukkan, ia dihukum cambuk dan diganti oleh Sarad bin Ash. Hal tersebut tidak akan dilakukan oleh Ustman, jika ia hanya menginginkan kerabatnya duduk di pemerintahan. Akhirnya, terdapat beberapa alasan yang dapat dikemukakan bahwa Usman tidak nepotisme dalam menjalankan roda pemerintahan namun lebih karena pengangkatan saudara-saudaranya itu berangkat dari profesionalisme kinerja mereka dilapangan48
Sistem Politik Islam Masa Usman bin Affan
KHALIFAH Ali bin Abi Thalib adalah Amirul Mukminin keempat yang dikenal sebagai orang yang alim, cerdas dan taat beragama. Ali juga saudara sepupu Nabi saw (anak paman Nabi, Abu Thalib), yang jadi menantu Nabi, suami dari putri Rasulullah serta mempunyai keturunan. Dalam pemilihan Khalifah terdapat perbedaan pendapat antara pemilihan Abu bakar, Utsman dan Ali. Ketika kedua pemilihan Khalifah terdahulu (Khalifah Abu Bakar dan Umar), meskipun mula-mula terdapat sejumlah orang yang menentang, tetapi setelah calon terpilih dan diputuskan menjadi Khalifah, semua orang menerimanya dan ikut berbaiat serta menyatakan kesetiaannya. Namun lain halnya ketika pemilihannya Ali, justru sebaliknya.
Setelah terbunuhnya Usman bin Affan, masyarakat beramai-ramai datang dan membaiat Ali sebagai Khalifah.49 Ali diangkat melalui pemilihan dalam pertemuan terbuka. Akan tetapi suasana pada saat itu sedang kacau, karena hanya ada beberapa tokoh senior masyarakat Islam yang tinggal di Madinah. Sehingga keabsahan pengangkatan Ali ditolak oleh sebagian masyarakat termasuk Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Meskipun hal itu terjadi, Ali masih menjadi Khalifah dalam pemerintahan Islam. Pro dan kontra terhadap pengangkatan Ali di karenakan beberapa hal yaitu bahwa orang yang tidak menyukai Ali diangkat menjadi Khalifah, bukanlah rakyat umum yang terbanyak. Akan tetapi golongan kecil (keluarga Umayah) yaitu keluarga yang selama ini telah hidup bergelimang harta selama pemerintahan Khalifah Usman. Mereka menentang Ali karena khawatir kekayaan dan kesenangan mereka akan hilang lenyap karena keadilan yang akan dijalankan oleh Ali. Adapun rakyat terbanyak, mereka menantikan kepemimpinan Ali dan menyambutnya dengan tangan terbuka. Ali akan dijadikan tempat berlindung melepaskan diri dari penderitaan yang mereka alami.
Menurut Abdul Karim50 setelah Ali dibaiat menjadi Khalifah, ia mengeluarkan dua kebijaksanaan politik yang sangat radikal yaitu: (1) Memecat kepala daerah angkatan Usman dan menggantikan dengan gubernur baru. (2) Mengambil kembali tanah yang dibagi–bagikan Ustman kepada famili–familinya dan kaum kerabatnya tanpa jalan yang sah.
Ketika Ali menjadi Khalifah ada dua kelompok oposisi yang menentang kekhalifahan Ali, yaitu kelompok oposisi yang dipimpin oleh Abdullah Ibnu Zubair (anak angkat Siti Aisyah) dan kelompok oposisi yang dipimpin oleh gubernur Syria, yaitu Muawiyah Ibnu Sufyan. Kelompok oposisi pimpinan Abdullah Ibnu Zubair melahirkan perang yang popular dengan sebutan perang Jamal, karena dalam perang tersebut terlibat Siti Aisyah dengan mengendarai unta yang berdiri dipihak oposisi. Mengapa Aisyah dalam perang tersebut berada dipihak oposisi. Hal tersebut semata–mata karena kuatnya exploitasi Abdullah Ibnu Zubair atas ambisinya untuk menjadi Khalifah setelah Ali terguling. Yang secara kebetulan Aisyah pada saat itu sedang menaruh kecurigaan pada kelompok Ali tentang siapa yang membunuh Khalifah Usman. Kondisi yang demikian inilah dimanfaatkan oleh Abdullah bin Zubair.51
Kelompok oposisi pimpinan Mu’awiyah, gubernur Syria, melahirkan peperangan yang terkenal dengan sebutan perang Shiffin. Perang tersebut diakhiri dengan genjatan senjata, mengangkat Mushaf Al Qur’an. Peperangan ini terjadi tidak disebabkan oleh interest politik pribadi Mu’awiyah, tetapi juga disebabkan oleh konflik etnis yang bersifat laten zaman sebelum Islam, yaitu antara Bani Ummayyah dan Bani Hasyim. Sebenarnya Ali telah berusaha menghindari terjadinya peperangan. Akan tetapi pendukung Ali sendiri tanpa instruksi, memulai sehingga pecahlah perang yang sangat merugikan integrasi Islam itu.52 Kekalahan Ali dalam diplomasi perang tersebut, menyebabkan Dunia Islam diperintah berdasarkan sistem monarchi, yaitu suksesi kepemimpinan yang berdasarkan turun-temurun. Disamping itu, kekalahan Ali dalam perangan tersebut, menyebabkan lahirnya golongan Syi’ah, dengan doktrin, bahwa hanya Ali dan keturunannya yang berhak menjadi Khalifah53
Dengan berpulangnya Ali bin Abi Thalib ke rahmatullah kedudukannya sebagai Khalifah digantikan dan dijabat oleh anaknya Hasan Ibnu Ali bin Abi Thalib selama beberapa bulan. Namun karena Hasan ternyata lemah sementara Mu’awiyah bin Abi Sufyan bertambah kuat, maka Hasan bin Ali membuat perjanjian damai. Perjanjian ini dapat mempersatukan umat Islam kembali dalam satu kepemimpinan politik dibawah pimpinan Mu’awiyah bin Abi Sufyan.54 Pada tahun 41 H (661 M) merupakan tahun persatuan, yang dikenal dalam sejarah sebagai tahun jama’ah (‘Am al Jama’ah). Dengan demikian berakhirlah apa yang disebut dengan masa al-Khulafa ar-Rasyidun dan dimulailah kekuasaan Bani Umaiyyah dalam sejarah politik Islam55
Periode Dinasti Umayah (661 – 750 M)
PERIODE negara Madinah berakhir dengan wafatnya Ali bin Abi Thalib. Wafatnya Ali dianggap berakhirnya satu era yakni era al-Khulafa ar-Rasyidun. Sejalan dengan itu, berakhir pula suatu tradisi pengisian jabatan kepala negara melalui musyawarah.56Tokoh yang naik ke panggung politik selanjutnya adalah Muawwiyyah ibn Sofyan. kerajaan Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan pada tahun 41 H/661 M di Damaskus dan berlangsung hingga pada tahun 132 H/ 750 M. Muawiyah bin Abu Sufyan adalah seorang politisi handal di mana pengalaman politiknya sebagai Gubernur Syam pada zaman Khalifah Usman cukup mengantarkan dirinya mampu mengambil alih kekusaan dari genggaman keluarga Ali Bin Abi Thalib. Tepatnya Setelah Husein putra Ali ibn Abi Thalib dapat dikalahkan oleh Umayyah dalam pertempuran di Karbala.57 Kekuasaan dan kejayaan. Dinasti Umayyah mencapai puncaknya di zaman Al-Walid. Dan sesudah itu kekuasaan mereka menurun.
Walaupun Muawiyah mengubah sistem pemerintahan dari musyawarah menjadi monarki, namun dinasti ini tetap memakai gelar Khalifah. Namun ia memberikan interpretasi baru untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebutnya ‘Khalifah Allah” dalam pengertian “penguasa” yang diangkat Allah dalam memimpin umat dengan mengaitkannya kepada al Qur’an (2:30). Atas dasar ini dinasti menyatakan bahwa keputusan-keputusan Khalifah berdasarkan atas kehendak Allah, siapa yang menentangnya adalah kafir58 Dengan kata lain pemerintahan Dinasti Umayyah bercorak teokratis, yaitu penguasa yang harus ditaati semata-mata karena iman. Seseorang selama menjadi mukmin tidak boleh melawan khalifahnya, sekalipun ia beranggapan bahwa khalifah adalah seseorang yang memusuhi agama Allah dan tindakan-tindakan khalifah tidak sesuai dengan hukum-hukum syariat. Dengan demikian, meskipun pemimpin dinasti ini menyatakan sebagai khalifah akan tetapi dalam prakteknya memimpin umat Islam sama sekali berbeda dengan khalifah yang empat sebelumnya, setelah Rasulullah59 Jabatan raja menjadi turun-temurun,60 dan Daulah Islam berubah sifatnya menjadi Daulah yang bersifat kerajaan (monarkhi). Muawiyah tidak mentaati isi perjanjian yang telah dilakukannya dengan Hasan ibn Ali ketika ia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan pergantian pemimpin setelah Muawiyah akan diserahkan kepada pemilihan umat Islam. Hal ini terjadi ketika Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid. Sejak saat itu suksesi kepemimpinan secara turun-temurun dimulai61
Dinasti Umayyah berkuasa hampir satu abad, tepatnya selama 90 tahun, dengan empat belas khalifah. Banyak kemajuan, perkembangan dan perluasan daerah yang dicapai, lebih-lebih pada masa pemerintahan Walid bin Abdul Malik.62 Perubahan yang paling menonjol pada masa Bani Umayyah terjadi pada sistem politik, diantaranya adalah: (a) Politik dalam Negeri yakni pertama, pemindahan pusat pemerintahan dari Madinah ke Damaskus.63 Keputusan ini berdasarkan pada pertimbangan politis dan keamanan. Karena letaknya jauh dari Kufah, pusat kaum Syi’ah (pendukung Ali), dan juga jauh dari Hijaz, tempat tinggal Bani Hasyim dan Bani Umayyah, sehingga bisa terhindar dari konflik yang lebih tajam antar dua bani tersebut dalam memperebutkan kekuasaan. Lebih dari itu, Damaskus yang terletak di wilayah Syam (Suriah) adalah daerah yang berada di bawah genggaman Muawiyah selama 20 tahun sejak dia diangkat menjadi Gubernur di distrik ini sejak zaman Khalifah Umar ibn Khattab.
Kedua, pembentukan lembaga yang sama sekali baru atau pengembangan dari Khalifah ar rasyidin, untuk memenuhi tuntutan perkembangan administrasi dan wilayah kenegaraan yang semakin komplek. Dalam menjalankan pemerintahannya Bani Umayyah dibantu oleh beberapa al Kuttab (sekretaris) yang meliputi:64 (a) Katib ar Rasaail yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan administrasi dan surat-menyurat dengan pembesar-pembesar setempat. (b) Katib al Kharraj yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan penerimaan dan pengeluaran negara. (c) Katib al Jund yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan hal-hal yang berkaitan dengan ketentaraan. (d) Katib asy Syurthahk yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan pemeliharaan keamanan dan ketertiban umum. (e) Katib al-Qaadhi yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan tertib hukum melalui bedan-badan peradilan dan hakim setempat.
Pada masa bani Umayyah banyak kemajuan yang telah dicapai. Ekspansi yang terhenti pada masa khalifah Usman dan Ali dilanjutkan oleh dinasti ini. Sehingga kekuasaan Islam betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Purkmenia, Uzbek dan Kirgis di Asia Tengah.65 Di samping melakukan perluasan wilayah kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga berjasa dalam bidang pembangunan dan kemajuan ilmu pengetahuan, misalnya mendirikan dinas pos,66 menertibkan angkatan bersenjata,67 memperbaharui sistem perpajakan,68 mencetak mata uang69 mendirikan masjid qubbah al-shaqra (Dome Of The Rock).70 Ilmu naqli, yaitu filsafat dan ilmu eksakta mulai dirintis. Ilmu tafsir al-Qur’an berkembang dengan pesat, karena orang Muslim membutuhkan hukum dan undang-undang, yang bersumber pada al-Qur’an. Apabila menemui kesulitan dalam melakukan penafsiran, mereka mencarinya dalam al-Hadist.71 Karena banyaknya hadist palsu, maka timbullah usaha untuk mencari riwayat dan sanad al-Hadist, yang akhirnya menjadi ilmu hadist dengan segala cabang-cabangnya.
Keruntuhan Dinasti Umayah
KEBESARAN yang telah diraih oleh dinasti Umayyah ternyata tidak mampu menahan kehancurannya, yang diakibatkan oleh beberapa faktor antara lain: (1) kekuasaan wilayah yang sangat luas dalam waktu yang singkat tidak berbanding lurus dengan komunikasi yang baik dan sulitnya mendeteksi gerak-gerik lawan politik Dinasti Umayah72 (2) lemahnya para khalifah dan tidak cakap dalam memimpin wilayah yang begitu luas. Rentan munculnya konflik antar golongan.73 Faktor berikutnya (3) yakni ketidakpuasan sejumlah pemeluk Islam non Arab. Mereka adalah pendatang baru dari kalangan bangsa-bangsa taklukkan yang mendapatkan sebutan mawali. Status tersebut menggambarkan infeoritas di tengah-tengah keangkuhan orang-orang Arab yang mendapatkan fasilitas dari penguasa Umayyah. Padahal mereka bersama-sama Muslim Arab mengalami beratnya peperangan dan bahkan beberapa orang di antara mereka mencapai tingkatan yang jauh di atas rata-rata bangsa Arab. Tetapi harapan mereka untuk mendapatkan kedudukan dan hak-hak bernegara tidak dikabulkan. Seperti tunjangan tahunan yang diberikan kepada mawali itu jumlahnya jauh lebih kecil dibanding tunjangan yang dibayarkan kepada orang Arab74 Disamping itu Latar belakang terbentuknya kedaulatan Bani Umayyah tidak dapat dilepaskan dari konflik-konflik politik. Kaum Syi’ah dan Khawarij terus berkembang menjadi gerakan oposisi yang kuat dan sewaktu-waktu dapat mengancam keutuhan kekuasaan Umayyah75
Perbandingan corak kepemimpinan al Khulafa al-Rasyidun dengan Dinasti Umayah
PERBANDINGAN corak kepemimpinan al Khulafa al-Rasyidun dengan khalifah-khalifah Dinasti Umayah. Namun khusus dalam masa kepemimpinan khilafah Umar II yang berbeda dengan khalifah-khalifah Dinasti Umayah yang lain, diantara perbedaan tersebut yakni:76 (1) pada masa al Khulafa al-Rasyidun sistem pemerintahan dikalankan atas dasar AL Qur’an, Hadist dan Ijma’ sedangkan pada masa dinasti Umayah dalam menjalankan pemerintahan, perintah khalifah adalah segala-galanya dan harus dipatuhi. (2) pada masa al Khulafa al-Rasyidun, khalifah menganggap sebagai pelayat rakyat, sedangkan pada masa dinasti umayah menganggap diri mereka sebagai penguasa. (3) pada masa al Khulafa al-Rasyidun pemerintahan bertahan karena dukungan rakyat, sedangkan pada masa dinasti umayah khalifah bertahan dengan kekuatan. (4) pada masa al Khulafa al-Rasyidun tidak ada satu suku yang berkuasa terus menerus, sedangkan pada masa dinasti umayah hanya merekalah yang berkuasa. (5) pada masa al Khulafa al-Rasyidun hak berbicara dijamin, dan rakyat dapat langsung menghadap khalifah, sedangkan pada masa dinasti umayah hak bicara ditekan dan jika rakyat menghadap khalifah harus melewati perantara yang disebut hajib. (6) pada masa al Khulafa al-Rasyidun demokrasi berjalan, sedangkan pada masa dinasti umayah suara rakyat tidak dihiraukan. (7) pada masa al Khulafa al-Rasyidun tidak memiliki hak terhadap bait al mal sedangkan pada masa dinasti umayah bait al mal menjadi milik khalifah sendiri. (8) pada masa al Khulafa al-Rasyidun pengaruh jahiliyah berkurang, sedangkan pada masa dinasti umayah bertambah. (9) pada masa al Khulafa al-Rasyidun khalifah hidup sederhana dan dianggap orang biasa sedangkan pada dinasti umayah hidup dengan serba kemewahan seperti raja Parsi dan Bizantium. (10) pada masa al Khulafa al-Rasyidun khalifah merangkap ahli hukum, agama dan sangat menghargai alim ulama, sebaliknya pada masa dinasti umayah para alim ulama diistirahatkan dari dunia politik. (11) pada masa al Khulafa al-Rasyidun gerak-gerik khalifah tentang urusan agama dibatasi oleh syariah, sedangkan pada masa dinasti umayah khalifah memerintah seenaknya. (12) pada masa al Khulafa al-Rasyidun majelis syura diatas khalifah dan keluarga, sedangkan pada masa dinasti umayah anggota syura diangkat dari dan oleh keluarga dan kaum kerabat khalifah.
Periode Dinasti Abbasiah (750 – 1258 M)
BANI Abbasiyah adalah kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di Bagdad (sekarang ibu kota Irak). Kekhalifahan ini berkembang pesat dan menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan dengan menerjemahkan dan melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan Persia. Kekhalifahan ini naik kekuasaan setelah mengalahkan Bani Umayyah dari semua kecuali Andalusia. Bani Abbasiyah dibentuk oleh keturunan dari paman Nabi Muhammad yang termuda, Abbas. Berkuasa mulai tahun 750 dan memindahkan ibu kota dari Damaskus ke Baghdad.77
Berkembang selama dua abad, tetapi pelan-pelan meredup setelah naiknya bangsa tentara-tentara Turki yang mereka bentuk, Mamluk. Selama 150 tahun mengambil kekuasaan memintas Iran, kekhalifahan dipaksa untuk menyerahkan kekuasaan kepada dinasti-dinasti setempat, yang sering disebut amir atau sultan. Menyerahkan Andalusia kepada keturunan Umayyah yang melarikan diri, Maghreb dan Ifriqiya kepada Aghlabid dan Fatimiyah. Kejatuhan totalnya pada tahun 1258 disebabkan serangan bangsa Mongol yang dipimpin Hulagu Khan yang menghancurkan Bagdad dan tak menyisakan sedikitpun dari pengetahuan yang dihimpun di perpustakaan Bagdad. Keturunan dari Bani Abbasiyah termasuk suku al-Abbasi saat ini banyak bertempat tinggal di timur laut Tikrit, Iraq sekarang78
Bani Abbasiyyah merupakan keturunan dari Abbas bin Abdul-Muththalib (566-652)79 yang juga merupakan paman dari Nabi Muhammad, oleh karena itu mereka termasuk ke dalam Bani Hasyim. Sedangkan Bani Umayyah yang merupakan salah satu kabilah dalam Quraisy, bukan termasuk yang seketurunan dengan Nabi. Muhammad bin Ali, cicit dari Abbas menjalankan kampanye untuk mengembalikan kekuasaan pemerintahan kepada keluarga Bani Hasyim di Parsi pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Pada masa pemerintahan Khalifah Marwan II, pertentangan ini semakin memuncak dan akhirnya pada tahun 750, Abu al-Abbas al-Saffah menang melawan pasukan Bani Umayyah dan kemudian dilantik sebagai khalifah.80
Disebabkan karena fondasi bangunan dinasti dibangun melalui kekerasan, dalam mempertahankan kekuasaan juga terpaksa dilakukan dengan cara kekerasan dan intrik-intrik politik. Bentuk dan sistem pemerintahan, struktur organisasi pemerintahan dan administrasi pemerintahan dinasti abbasiyah pada dasarnya sama dengan dinasti umayah, hanya terdapat beberapa penambahan saja. Bentuk Negara tetap monarki dan gelar kepala Negara tetap khalifah, hanya saja ada penambahan gelar khalifah sebagai zhulullahi fil ardhi (Bayangan Allah di bumi).81 Pernyataan ini mengandung arti bahwa khalifah memperoleh kekuasaan dan kedaulatan dari Allah, maka kekuasaan itu bersifat absolut. Sebab kekuasaan itu dianggap sebagai penjelmaan kekuasaan Tuhan sebagai penguasa alam semesta. Interpretasi ini nampaknya dipengaruhi oleh kebudayaan Persia, karena kota Baghdad, pusat pemerintahan dinasti Abbasiyah berada dilingkungan Persia.82 Mereka juga menggunakan gelar imam sebagai pemimpin umat Islam di bidang spiritual. Gelar imam ini telah lazim digunakan oleh kelompok syi’ah dan penggunaan kata imam ini bukan hanya dibidang agama saja, juga dalam lapangan politik83
Struktur organisasi dinasti Abbasiyah terdiri dari al-khilafat, al-wizarat, al-kitabat, al hijabat. Lembaga khilafat dijabat oleh seorang khalifah dan suksesi khalifah berjalan secara turun temurun dilingkungan keluarga dinasti Abbasiyah. Lembaga al wizarat (kementrian) dipimpin oleh seorang wazir,84 seperti menteri pada zaman sekarang. Lembaga dan jabatab ini baru dalam sejarah pemerintahan Islam yang diciptakan oleh Abu Ja’far al-Mansur. Wazir membawahi kepala-kepala departemen. Wazir adalah pembantu dan penasehat utama khalifah, mewakilinya dalam pelaksanaan pemerintahan, mengangkat para pejabat Negara atas persetujuan khalifah. Wazir juga berkedudukan sebagai kepala pemerintahan eksekutif dan pemimpin angkatan bersenjata. Walaupun di akhir dinasti ini terjadi perubahan seperti tuntutan raja-raja kecil didaerah untuk memerintah sendiri, dan pengambilan keputusan Negara tetap sama yakni penggantian pimpinan Negara tetap melalui keturunan dan pengambilan keputusan tetap dominasi khalifah.85 Namun dalam hal pengangkatan putra mahkota, Abbassiyah meniru sistem yang digunakan oleh Umayyah, yakni menetapkan dua orang putra mahkota sebagai pengganti pendahulunya yang berakibat fatal karena dapat menimbulkan pertikaian antar putra mahkota.86
Al-Mu'tashim, khalifah berikutnya (833-842 M), memberi peluang besar kepada orang-orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan, keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara pengawal.87 Tidak seperti pada masa daulah Umayyah, dinasti Abbasiyah mengadakan perubahan sistem ketentaraan. Praktek orang-orang Muslim mengikuti perang sudah terhenti. Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit profesional. Dengan demikian, kekuatan militer dinasti Bani Abbas menjadi sangat kuat. Walaupun demikian, dalam periode ini banyak tantangan dan gerakan politik yang mengganggu stabilitas, baik dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Gerakan-gerakan itu seperti gerakan sisa-sisa Bani Umayyah dan kalangan intern Bani Abbas, revolusi al-Khawarij di Afrika Utara, gerakan Zindiq di Persia, gerakan Syi'ah, dan konflik antar bangsa dan aliran pemikiran keagamaan. Semuanya dapat dipadamkan.
Disamping itu, ada pula ciri-ciri menonjol dinasti Bani Abbas yang tak terdapat di zaman Bani Umayyah: (1) Dengan berpindahnya ibu kota ke Baghdad, pemerintahan Bani Abbas menjadi jauh dari pengaruh Arab Islam. Sedangkan dinasti Bani Umayyah sangat berorientasi kepada Arab Islam. Dalam periode pertama dan ketiga pemerintahan Abbasiyah, pengaruh kebudayaan Persia sangat kuat, dan pada periode kedua dan keempat bangsa Turki sangat dominan dalam politik dan pemerintahan dinasti ini. (2) Dalam penyelenggaraan negara, pada masa Bani Abbas ada jabatan wazir, yang membawahi kepala-kepala departemen. Jabatan ini tidak ada di dalam pemerintahan Bani Umayyah. (3) Ketentaraan profesional baru terbentuk pada masa pemerintahan Bani Abbas. Sebelumnya, belum ada tentara khusus yang profesional88 Disamping jabatan wazir tersebut, masih terdapat dua jabatan penting, yakni hajib, perantara antara rakyat dan khalifah. Saat seseorang atau utusan dari mancanegara sebelum menghadap khalifah ia harus mencatat atau memperkenalkan diri kepada sang hajib yang membawanya kepada khalifah. Selain itu ada juga jalladyakni pelaksana hukuman, termasuk hukuman mati (algojo) yang selalu siap dibelakang khalifah, jabatan ini diadopsi dari Persia.89
Masa Kejayaan Dinasti Abbasiah
POPULARITAS daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun al-Rasyid Rahimahullah (786-809 M) dan puteranya al-Ma'mun (813-833 M). Kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid Rahimahullah untuk keperluan sosial.90 Rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi didirikan. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Disamping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi. Al-Ma'mun, pengganti al-Rasyid, dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu filsafat. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia menggaji penerjemah-penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lain yang ahli (wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah). Ia juga banyak mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Baitul-Hikmah,91 pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada masa Al-Ma'mun inilah Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.92
Sebagian di antaranya sudah dimulai sejak awal kebangkitan Islam. Dalam bidang pendidikan, misalnya, di awal Islam, lembaga pendidikan sudah mulai berkembang. Ketika itu, lembaga pendidikan terdiri dari dua tingkat: (1) Maktab/Kuttab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan dan tulisan; dan tempat para remaja belajar dasar-dasar ilmu agama, seperti tafsir, hadits, fiqh dan bahasa. (2) Tingkat pendalaman. Para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar daerah menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang ahli dalam bidangnya masing-masing. Pada umumnya, ilmu yang dituntut adalah ilmu-ilmu agama. Pengajarannya berlangsung di masjid-masjid atau di rumah-rumah ulama bersangkutan. Bagi anak penguasa pendidikan bisa berlangsung di istana atau di rumah penguasa tersebut dengan memanggil ulama ahli ke sana.93
Lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbas, dengan berdirinya perpustakaan dan akademi. Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas, karena di samping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis dan berdiskusi. Perkembangan lembaga pendidikan itu mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak zaman Bani Umayyah, maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan. Disamping itu, kemajuan itu paling tidak, juga ditentukan oleh dua hal, yaitu:94 (1) Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan Bani Abbas, bangsa-bangsa non-Arab banyak yang masuk Islam. Asimilasi berlangsung secara efektif dan bernilai guna. Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam. Pengaruh Persia, sebagaimana sudah disebutkan, sangat kuat di bidang pemerintahan. Disamping itu, bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat dan sastra. Pengaruh India terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu matematika dan astronomi.95 Sedangkan pengaruh Yunani96 masuk melalui terjemahan-terjemahan dalam banyak bidang ilmu, terutama filsafat. (2) Gerakan terjemahan yang berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama, pada masa khalifah al-Manshur hingga Harun al-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan manthiq. Fase kedua berlangsung mulai masa khalifah al-Ma'mun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas. Bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas97
Pengaruh dari kebudayaan bangsa yang sudah maju tersebut, terutama melalui gerakan terjemahan, bukan saja membawa kemajuan di bidang ilmu pengetahuan umum, tetapi juga ilmu pengetahuan agama. Dalam bidang tafsir,98 sejak awal sudah dikenal dua metode, penafsiran pertama, tafsir bi al-ma'tsur, yaitu interpretasi tradisional dengan mengambil interpretasi dari Nabi dan para sahabat. Kedua, tafsir bi al-ra'yi, yaitu metode rasional yang lebih banyak bertumpu kepada pendapat dan pikiran daripada hadits dan pendapat sahabat. Kedua metode ini memang berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi jelas sekali bahwa tafsir dengan metode bi al-ra'yi, (tafsir rasional), sangat dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan. Hal yang sama juga terlihat dalam ilmu fiqh dan terutama dalam ilmu teologi. Perkembangan logika di kalangan umat Islam sangat mempengaruhi perkembangan dua bidang ilmu tersebut.
Imam-imam madzhab hukum yang empat hidup pada masa pemerintahan Abbasiyah pertama.99 Imam Abu Hanifah (700-767 M) dalam pendapat-pendapat hukumnya dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di Kufah, kota yang berada di tengah-tengah kebudayaan Persia yang hidup kemasyarakatannya telah mencapai tingkat kemajuan yang lebih tinggi. Karena itu, mazhab ini lebih banyak menggunakan pemikiran rasional daripada hadits. Muridnya dan sekaligus pelanjutnya, Abu Yusuf, menjadi Qadhi al-Qudhat di zaman Harun al-Rasyid. Berbeda dengan Imam Abu Hanifah, Imam Malik (713-795 M) banyak menggunakan hadits dan tradisi masyarakat Madinah. Pendapat dua tokoh mazhab hukum itu ditengahi oleh Imam Syafi'i (767-820 M),dan Imam Ahmad ibn Hanbal (780-855 M) mengembalikan sistim madzhab dan pendapat akal semata kepada hadits Nabi serta memerintahkan para muridnya untuk berpegang kepada hadits Nabi serta pemahaman para sahabat Nabi. Hal ini beliau Rahimahullah lakukan untuk menjaga dan memurnikan ajaran Islam dari kebudayaan serta adat istiadat orang-orang non-Arab. Disamping empat pendiri madzhab besar tersebut, pada masa pemerintahan Bani Abbas banyak para mujtahid lain yang mengeluarkan pendapatnya secara bebas dan mendirikan madzhab-nya pula. Akan tetapi, karena pengikutnya tidak berkembang, pemikiran dan mazhab itu hilang bersama berlalunya zaman.100
Aliran-aliran sesat yang sudah ada pada masa Bani Umayyah, seperti Khawarij, Murji’ah dan Mu'tazilah pun ada.101 Akan tetapi perkembangan pemikirannya masih terbatas. Teologi rasional Mu'tazilah muncul di ujung pemerintahan Bani Umayyah. Namun, pemikiran-pemikirannya yang lebih kompleks dan sempurna baru mereka rumuskan pada masa pemerintahan Bani Abbas periode pertama, setelah terjadi kontak dengan pemikiran Yunani yang membawa pemikiran filsafat dan rasionalisme dalam Islam. Tokoh perumus pemikiran Mu'tazilah yang terbesar adalah Abu al-Huzail al-Allaf (135-235 H/752-849M) dan al-Nazzam (185-221 H/801-835M). Asy'ariyah, aliran tradisional di bidang teologi yang dicetuskan oleh Abu al-Hasan al-Asy'ari (873-935 M) yang lahir pada masa Bani Abbas ini juga banyak sekali terpengaruh oleh logika Yunani. Ini terjadi, karena al-Asy'ari sebelumnya adalah pengikut Mu'tazilah. Hal yang sama berlaku pula dalam bidang sastra. Penulisan hadits, juga berkembang pesat pada masa Bani Abbas. Hal itu mungkin terutama disebabkan oleh tersedianya fasilitas dan transportasi, sehingga memudahkan para pencari dan penulis hadits bekerja.
Pengaruh gerakan terjemahan terlihat dalam perkembangan ilmu pengetahuan umum, terutama di bidang astronomi, kedokteran, filsafat, kimia dan sejarah. Dalam lapangan astronomi terkenal nama al-Fazari sebagai astronom Islam yang pertama kali menyusun astrolobe. Al-Farghani, yang dikenal di Eropa dengan nama Al-Faragnus, menulis ringkasan ilmu astronomi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan Johannes Hispalensis. Dalam lapangan kedokteran dikenal nama ar-Razi dan Ibn Sina. Ar-Razi adalah tokoh pertama yang membedakan antara penyakit cacar dengan measles. Dia juga orang pertama yang menyusun buku mengenai kedokteran anak. Sesudahnya, ilmu kedokteraan berada di tangan Ibn Sina. Ibn Sina yang juga seorang filosof berhasil menemukan sistem peredaran darah pada manusia. Diantara karyanya adalah al-Qoonuun fi al-Thibb yang merupakan ensiklopedi kedokteran paling besar dalam sejarah.102
Dalam bidang optikal Abu Ali al-Hasan ibn al-Haitsami, yang di Eropa dikenal dengan nama Alhazen, terkenal sebagai orang yang menentang pendapat bahwa mata mengirim cahaya ke benda yang dilihat. Menurut teorinya yang kemudian terbukti kebenarannya bendalah yang mengirim cahaya ke mata. Di bidang kimia, terkenal nama Jabir ibn Hayyan. Dia berpendapat bahwa logam seperti timah, besi dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak dengan mencampurkan suatu zat tertentu. Di bidang matematika terkenal nama Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi, yang juga mahir dalam bidang astronomi. Dialah yang menciptakan ilmu aljabar. Kata "aljabar" berasal dari judul bukunya, al-Jabr wa al-Muqoibalah. Dalam bidang sejarah terkenal nama al-Mas'udi. Dia juga ahli dalam ilmu geografi. Diantara karyanya adalah Muuruj al-Zahab wa Ma'aadzin al-Jawahir.
Tokoh-tokoh terkenal dalam bidang filsafat, antara lain al-Farabi, Ibn Sina, dan Ibn Rusyd. Al-Farabi banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika dan interpretasi terhadap filsafat Aristoteles. Ibn Sina juga banyak mengarang buku tentang filsafat. Yang terkenal diantaranya ialah asy-Syifa'. Ibn Rusyd yang di Barat lebih dikenal dengan nama Averroes, banyak berpengaruh di Barat dalam bidang filsafat, sehingga di sana terdapat aliran yang disebut dengan Averroisme. Pada masa kekhalifahan ini dunia Islam mengalami peningkatan besar-besaran di bidang ilmu pengetahuan. Salah satu inovasi besar pada masa ini adalah diterjemahkannya karya-karya di bidang pengetahuan, sastra, dan filosofi dari Yunani, Persia, dan Hindustan.
Banyak golongan pemikir lahir zaman ini, banyak diantara mereka bukan Islam dan bukan Arab Muslim. Mereka ini memainkan peranan yang penting dalam menterjemahkan dan mengembangkan karya Kesusasteraan Yunani dan Hindu, dan ilmu zaman pra-Islam kepada masyarakat Kristen Eropa. Sumbangan mereka ini menyebabkan seorang ahli filsafat Yunani yaitu Aristoteles terkenal di Eropa. Tambahan pula, pada zaman ini menyaksikan penemuan ilmu geografi, matematik, dan astronomi seperti Euclid dan Claudius Ptolemy. Ilmu-ilmu ini kemudiannya diperbaiki lagi oleh beberapa tokoh Islam seperti Al-Biruni dan sebagainya. Masa keemasan ini mencapai puncaknya terutama pada masa kekuasaan Bani Abbas periode pertama. Namun sayang, setelah periode ini berakhir, Islam mengalami masa kemunduran.
Kejatuhan Dinasti Abbasiah
DIANTARA beberapa faktor penyebab kejatuhan dinasti Abbassiayah yakni faktor internal dan faktor eksternal.103 Faktor internal beberapa diantaranya meliputi: (1) Luasnya wilayah kekuasaan daulah Abbasiyyah sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di kalangan para penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah. (2) Keuangan negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk tentara bayaran sangat besar. Pada saat kekuatan militer menurun, khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak ke Baghdad (3) Dari latar belakang dinasti Abbasiyah itu, nampak jelas adanya persaingan antarbangsa, terutama antara Arab, Persia dan Turki. Disamping latar belakang kebangsaan, dinasti-dinasti itu juga dilatar belakangi paham keagamaan, ada yang berlatar belakang Syi'ah, ada yang Sunni. Sedangkan faktor eksternal diantaranya yakni: (1) Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang atau periode dan menelan banyak korban. Dan adanya serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam.104
Periode Dinasti-Dinasti Selain Abbasiah Di Kawasan Budaya Arab
DI AFRIKA Utara, mulai dari Maroko hingga ke Mesir pada mulanya masuk ke wilayah Abbasiyah setelah jatuhnya kekuasaan Bani Umaiyah. Namun kemudian berdiri dinasti-dinasti kecil dan besar yang memerdekakan diri dari Baghdad, dan ada yang menjadi wilayah otonom yang masih mengakui pusat dan member upeti tahunan kepada pusat pemerintahan karena lemahnya khalifah Abbasiyah. Berikut ini akan diuraikan mengenai corak kekahalifahan dalam dua wilayah ini.
Afrika Utara
DI AFRIKA Utara sendiri, terdapat beberapa dinasti yang memiliki peradaban yang cukup luar biasa dalam peradaban umat Islam, namun disini akan dipaparkan beberapa diantaranya.
Dinasti Idrisiah di Maroko
DI MAROKO berdiri dinasti Idrisiyah, 173-314/789-926105 didirikan oleh Muhammad Idris yang beraliran Syi’ah. idris adalah cicit Hasan Ibn Ali ibn Abi Thalib yang turut memberontak terhadap Abbasiyah di Hijaz tahun 169/786, dan melarikan diri ke Mesir sebelum mencapai Maroko.106 Ia diangkat menjadi pemimpin kaum Berber Zenata, dan menjadikan Fez sebagai ibu kotanya, di atas reruntuhan kota Romawi kuno, Volabulis. Selanjutnya Fez ini berkembang menjadi pusat pemerintahan dan pusat kaum syorfa’ atau syurafa’ (syarif atau orang mulia), yakni para keturunan cucu Nabi saw, Hasan dan Husein ibn Ali ibn Abi Thalib, yang menjadi factor penting sejarah perkembangan Islam di Maroko107
Kekuasaan Idrisiyah yang ada di kota-kota, tanpa menguasai desa-desa akhirnya terpecah-pecah di masa pemimpin Muhammad al-Muntansir (213-221/828-838). Kekuasaan mereka dibagi-bagikan kepada saudara-saudara al-Muntansir yang jumlahnya banyak. Musuh-musuh mereka yang terdiri dari suku-suku Berber dengan mudah dapat memukulnya. Disamping itu, muncul pula ancaman musuh yang lebih besar, yakni Daulah fatimiyah yang dipimpin oleh Mahdi Ubaidillah. Yahya IV (292-310/905-922) terpaksa mengakui kekuasaan Fatimiyah, dan Fez dapat diduduki oleh dinasti baru yang bercorak Syi’ah tahun 309/921. Baru menjelang akhir pemerintahnnya, Idrisiyah dapat menguasai pelosok Maroko. Namun bani Umaiyah yang berkuasa di Spanyol memukul Idrisiyah tahun 363/974 dan keluarga terakhir dinasti yang kalah ini dibawa ke Cordova.108
Dinasti Rustamiyah di Aljazair Barat
DINASTI ini dipelopori oleh Abdurrahman ibn Rustam (160-296/777-909) yang beraliran Khawarij Ibadiyah. Keberadaan dinasti ini lebih dikarenakan protes terhadap dinasti Arab yang Sunni, ber-ibu kota di Tahart yang berhubungan dengan kota Aures, Tripolitania dan Tunisia Selatan. Dinasti ini besekutu dengan Bani Umaiyah di Spanyol, karena terjepit oleh Idrisiah yang Syi’I di Barat dan Aghlabiyah yang Sunni di Timur. Dinasti ini berakhir dengan jatuhnya Tahart ke tangan para penyebar dakwah Fatimiyah tahun 296/909. Walaupun secara politis Rustamiyah di bawah kekuasaan Fatimiyah, namun ajaran Khawarij masih berkembang dan berpengaruh di beberapa wilayah Maghrib seperti di oase Mazb Aljazair, Pulau Jerba di Tunisia, dan Jabil Nefusa. Tahart, di masa Rustamiyah mengalami kemakmuran yang menakjubkan dan sebagai persinggahan di Utara di antara salah satu rute-rute kafilah trans-Sahara, juga merupakan pusat ilmu pengetahuan agama yang tinggi, khusunya aliran Khawarij untuk seluruh Afrika Utara dan bahkan di luar wilayah tersebut, seperti Oman, Zanzibar dan Afrika Timur.109
Dinasti Aghlabiah di Aljazair dan Sicilia
DINASTI ini didirikan oleh Ibrahim ibn al-Aghlab (184-296/800-909) yang diberi otonomi wilayah yang sekarang disebut Tunisia oleh khalifah Harun ar-Rasyid110 Tujuan didirikannya adalah untuk meredam meluasnya kekuasaan Rustamiyah (yang Khawarij) agar tidak meluas ke Timur. Karena jauhnya wilayah Aghlabiyah dari pusat Abbasiyah maka kekuatannya menjadi tambah besar, sehingga tidak terkontrol oleh pusat. Namun demikian, meluasnya dinasti ini berakibat pada meluasnya pengaruh Islam ke pulau-pulau di Laut Tengah, seperti Sicilia yang dikuasai pada masa Ziyadatullah I (201-223/817-838) dari Bizantium yang dimulai sejak 217/827. Dinasti ini selanjutnya dilenyapkan oleh Dinasti Fatimiyah ketika menguasai Ibu Kota Sijilmasa, dengan mengalahkan penguasa terakhir Ziyadatullah al-Aghlabi III dan diusir ke Mesir pada 909 M.111
Dinasti Ziriyah dan Hammadiyah di Afrika Utara sebelah tengah (Aljazair Timur)
DINASTI Ziriyah dan Hammadiyah (361-547/972-1152) ber-ibu kota di Qairawan. Ziriyah merupakan kaum Berber Sanhajah, yang memberikan bantuan militer kepada ibu kota Fatimiyah al-Mahdiyah, 334/945, ketika diserbu oleh pemberontakan Khawarij. Khalifah Mu’iz Li Dinillah dari Fatimiyah memindahkan ibu kotanya ke Mesir sehingga wilayah barat banyak dikuasai oleh Ziriyah. Oleh karena luas wilayahnya itu maka dibagilah menjadi dua, yakni bagian barat diberikan kepada Hammadiyah, cabang dari Ziriyah, yang berpusat di Qal’at Bani Hammad, sedangkan di timur tetap ada pada tangan Ziriyah. Dinasti ini berorientasi kepada Abbasiyah, tetapi Hammadiyah loyal kepada Fatimiyah. Oleh karena itu Fatimiyah memerangi Ziriyah dan memaksanya keluar dari daratan Afrika Utara yang akhirnya jatuh ketangan dinasti Muwahidun.112
Dinasti Al-Murabitun atau Al-Murawiyah di Maroko dan Spanyol
DINASTI ini didirikan oleh Abu Bakar al-Lamtuni dari suku Berber Sanhajah (448-541/1056-1147) bekuasa di Maroko dan Spanyol yang sudah lemah di bawah Muluk at-Tawaif. Mereka sangat militan. Dan merekalah yang menaklukkan Andalusia dan membawa kejayaan dalam berbagai bidang113 Dinasti ini be-ribu kota di Marakesy yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyfin (454/1062), yang merupakan pemimpin ke dua setelah Yahya ibn Ibrahim. Dinasti ini juga berjasa meng-Islam-kan penduduk pantai barat Afrika, dan melintasi Sahara hingga ke Sudan di timur benua Afrika. Mereka mengakui khilafah Abbasiyah dan menganut Mazhab Maliki yang tersebar luas di Afrika Utara. Akhirnya dinasti ini takluk di bawah Al Muwahidun yang telah menguat di Afrika Utara114
Dinasti Al Muwahidun di Maroko dan Spanyol
DINASTI Al-Muwahidun (524-667/1130-1296) berdiri sebagai bentuk protes atas Mazhab Maliki yang kaku. Pendirinya adalah al-Mahdi ibn Tumart yang merupakan orang Berber dan berlaku zuhd serta menerima kesetiaan dari suku masmudah dan beribukota di Marakesy yang diambil alih dari dinasti al-Murabbitun. Para pengikut Ibn Tumar memanggilnya dengan al-Mahdi karena ia dianggap sebagai Imam yang ditunggu menurut tradisi Syi’ah dan menisbahkan keturunan Nabi saw. Dinamakan al-Muwahidun dikarenakan mereka menganggap yang paling mengesakan Allah di antara umat Islam yang lain, dan ajaran tauhid atau ke-Maha Esa-an Allah itulah yang diutamakan dan diajarkan oleh Ibn Tumart kepada para pengikutnya.115
Selanjutnya dinasti ini menguasai wilayah-wilayah Muslim yang berpusat di Sevile di bawah Abdul Mu’min, disamping menaklukkan Tunis dan Tripoli di Afrika Utara. Namun mereka akhirnya menarik diri dari Spanyol karena pukulan raja-raja Kristen. Akhirnya mereka ditundukkan oleh dinasti Hafsiyah di Tunis dan dinasti Mariniyah di Marakesy.116
Dinasti Mariniyah di Maroko
DINASTI ini berasal dari Bani Marin (592-956/1196-1549), adalah suku Berber Zenata yang nomad yang menggantikan kekuasaan al-Muwahhidun di maroko dan ber-ibu kota di fez. Pemimpinnya adalah Abu yusuf, mereka kuat di Magrib dan menang atas pasukan Kristen di Ecija (674/1275), namun demikian pemimpin selanjutnya, Abu Hasan Ali kalah di Rio Salado (741/1340), karena kekalahan ini, maka dinasti ini tidak pernah muncul lagi. Penyerangan Portugis atas wilayah Mariniyah dengan merebut Ceuta di Afrika Utara turut memperlemah kekuasaan dinasti ini. Namun secara de facto kekuasaan dinasti ini pindah ke banu Watas yang merupakan cabang dari mariniyah. Dan akhirnya kekuasaan sisa ini dapat dihancurkan oleh Sa’di Syarif dan berhasil menduduki Fez (956/1549)117
Dinasti Hafsiyah di Tunisia dan Aljazair
DINASTI ini diambil dari nama Syeikh Abu hafs Umar (w.571/1176) yang merupakan murid Ibn tumart, dan salah seorang jenderal Abdul Mu’min dari al-muwahhidun yang merebut kota-kota di Spanyol. Dinasti ini didirikan oleh Abu Zakaria yahya yang menentang kekuasaan khalifah al-Muwahhidun, Abdul Wahid. Dinasti ini mengembangkan kekuasaan ke barat dan memaksa dinasti Abdul Wadiyah dari Telemsani (Tlemcen) untuk membayar pajak yang tinggi.
Kemudian al-muntasir menjadikan dinasti ini besar, ia bergelar khalifah dan amirul mukminin yang diperolehnya dari Syarif Makkah. Ia juga mengaku sebagai pewaris dinasti Abbasiyah yang telah hancur. Namun sepeninggal al-Muntasir dinasti ini mengalami kemunduran dan kemerosotan sehingga wilayah kekuasaannya yang tertinggal hanya Tunisia. Akhirnya dinasti ini ditaklukkan oleh Turki usmani di bawah pimpinan Sianan Pasya.118
Dinasti Ibn Toulun di Siria dan Mesir
DINASTI ini didirikan oleh Ahmad ibn toulun yang semula ditugaskan oleh penguasa Abbasiyah sebagai penguasa Mesir. Pada periode dinasti ini, kegiatan intelektual, arsitektur berkembang dan maju. Banyak rumah sakit, masjid dan menara didirikan misalnya Masjid ibn Toulun di Mesir yang gaya arsitekturnya sangat popular. Namun kekuasaan dinasti ini di mesir akhirnya dikembalikan kepada kekuasaan Abbasiyah oleh putra Ibn Toulun pada 904-905 M.119
Dinasti Ikhshid
DINASTI ini didirikan oleh Muhammad Ibn Tughuz dinasti Turki yang ia dapat restu dan nama dinasti ini dari khalifah al-Razy. Menggunakan nama Ikhshid (gelar kehormatan yang biasa digunakan raja-raja Sasania sebelum Islam). Selanjutnya dinasti ini berhasil menguasai Syam, Palestina, dan kedua kota suci Islam, Makkah dan madinah, serta masjidnya. Abdul misk kapur berkuasa dengan sukses. Penguasa terakhir dari dinasti ini, Abul Fawaris berhasil dikalahkan oleh Jawhar, panglima perang dari dinasti fatimiyah.
Mesir dan Syiria
DI MESIR dan Syria sendiri, terdapat beberapa dinasti yang memiliki peradaban yang luar biasa dalam peradaban umat Islam, namun disini akan dipaparkan beberapa diantaranya
Dinasti Fatimiyah
DINASTI Fatimiyah berdiri tahun 297-567/909-1171 semula di Afrika Utara, kemudian di Mesir dan Syiria120. Dinasti ini merupakan penguasa negara yang besar berpusat di lembah Nil, Kairo. Kekhalifahan ini berkuasa selama lebih kurang 203 tahun. Cikal bakal dari keKhalifahan Fathimiah ini adalah Gerakan Bani Fathimiah yang berasal dari kelompok Syi’ah Ismailiyah,121 mereka mengasingkan diri ke kota Salamah guna menyelamatkan diri dari pengejaran Bani Abbasiyah di bawah pimpinan Khalifah Al-Ma'mun.
Dinasti atau Khalifah Fathimiah ini mengaku sebagai keturunan Saidina Ali bin Abi Thalib dan Fathimah binti Rasulillah Muhammad SAW. atas dasar inilah mereka menisbatkan diri dengan nama Fathimiah. Khalifah pertama mereka adalah ‘Ubaydillah al-Mahdi122 di samping itu Khalifah Fathimiah ini mempunyai pemimpin lain yaitu Ali Ibn Fadhi al-Yamani, Abi Qasyim Khatam Ibn Husain Ibn Hausah al-Kufi, AI-Halawani dan Abu Sofyan. ‘Ubaydillah al- Mahdi; yang telah memulai aktivitas di tahun 909 M. dia datang dari Syuruah ke Afrika Utara, menyamar sebagai pedagang, lalu tertangkap oleh Amir Dinasti Aghlabi ziadallah III dibantu oleh gebernurnya al-Yasa, 'ubaydillah dipenjarakan di Sijilmasah123
Ubaydillah memulai aksi politiknya dengan menghilangkan nama Khalifah Bani Abbasiah yang selalu disebut dalam khutbah. Di kota Kairawan 'ubaydillah disambut oleh masyarakat, mereka membai'at dan menyatakan keta'atan terhadap 'Ubaydillah, namanya disebut di dalam khutbah dengan gelar "al-Mahdi Amir al- Mukminin", maka saat itu khalifah Fathimiah telah diakui dan resmi berdiri. Pemimpin Aghlabiyyah terakhir Ziyadatullah III, diusir ke Mesir pada tahun 296 H/909 M, setelah upaya untuk mendapatkan bantuan dari ‘Abbasiah (dibawah pimpinan al-Muqtadir) sia-sia124
Selanjutnya para Khalifah Fathimiah mendirikan kota sesuai dengan nama-nama mereka, misalnya, 'Ubaydillah al-Mahdi mendirikan kota al-Mahdiah di Tunisia. Khalifah al-Mansur mendirikan kota al-Mansuriah di tahun 948 M, dan pada masa al-Mu'iz, panglima perangnya Jauhar mendirikan al-Qahirah sebagai ibu kota pemerintahan. Khalifah al-Aziz mengadakan penataan administrasi pemerintahan Fathimiayah (mirip dengan gaya administrasi pemerintahan Baghdad), Kekhalifahan jatuh ketangan anak khalifah jika ayahnya wafat (Monarki). Putra mahkota hanya satu orang saja).125 Disamping itu fatimiyah juga menggunakan gelar khalifah sebagai tandingan khalifah Abbasiyah di Baghdad. 126
Secara keseluruhan, tata administrasi kekhalifahan hampir menyerupai tata pemerintahan Umayiah dan Abbasiyah.127 Menurut Abdul Karim, bahwa system pemerintahan Fatimiyah lebih bernadakan teokrasi, karena menurut anggapan mereka jabatan khalifah ini ditentukan oleh wasiat (n’ash) seperti yang diwasiatkan oleh Nabi saw ketika mengutus Ali di Gadir Khummah. Hal ini juga diperkuat oleh nama-nama yang diberikan kepada keturunan Ali. Sedangkan system pengangkatan kepala Negara adalah system penunjukan.128
Sedangkan untuk Staf ahli penyusun Administrasi, mereka menunjuk Ya'qub ibn Killis129 (seorang Yahudi yang memeluk agama Islam). Orang-orang Sunni diberikan jabatan dalam pemerintahan. Pelaksanaan pemerintahan dibantu oleh Wazir Tanfiz yang membawahi dewan, yang terdiri dari Dewan: (a). Dewan Insya', bertanggung jawab pada pembangunan. (b). Dewan Iradah al-Maliah, bertanggung jawab pada bagian keuangan negara. (c). Dewan Iradah al-Mahalliyah, urusan pemerintahan Daerah. Pemerintah daerah di masa ini dipimpin oleh seorang Gubernur. (d). Dewan al-Jihad, pada urusan pembangunan angkatan bersenjata (e). Dewan Rasail, pelayanan Pos.130
Dalam bidang militer diatur sistem kemiliteran dengan tiga jabatan penting, yaitu: (a). Para Amir, Pegawai Tinggi dan Para Pasukan Pengawal Khalifah, dilengkapi pedang yang terhunus. (b). Para pegawai, pangawal ketua. (c). Gelar Hafizhiyah (penjaga) atau Yunusiayah, diberikan kepada Resimen yang lainnya. Jabatan tertinggi dalam pemerintah pada umumnya diberikan kepada orang Syi’ah. Para pegawai tersebut diberikan gaji yang memuaskan, diberi pakaian dan berbagai hadiah di hari-hari besar tertentu.131
Sejak awal berdirinya daulat Fathimiah, para pemukanya telah mempunyai perencanaan untuk mencapai kejayaan. Kecemerlangan itu dicapai pada masa al-Aziz Khalifah Fathimiah ke-5. Bila diamati dari perjalanan sejarahnya, khalifah fathimiah mempunyai beberapa keistimewaan di berbagai bidang, antara lain: pengaruh para Da’i yang sengaja disebarkan di daerah-daerah yang akan ditaklukkan, maka dengan demikian masyarakat dapat menerima mereka dengan damai. Kegigihan Khalifah yang dimotivasi doktrin-doktrin Syi’i serta kelengkapan militer dan finansial, merupakan sarana untuk kemajuan.132 Pemerintahan yang panjang menyebabkan kemakmuran dalam dinasti Fatimiyah dengan ketinggian budaya yang menyaingi Baghdad. Namun demikian perpecahan yang terjadi diantara para pemimpin dinasti ini menyebabkan mundur dan hancurnya dinasti fatimiyah.133
Disamping penyerangan yang dilakukan oleh bani Saljuk, terdapat juga factor yang menyebabkan kehancuran dinasti ini yakni134 doktrin isma’iliyah yang dianut oleh Fatimiyah menekankan masalah keagamaan dan perkembangan ilmu pengetahuan, paham ini belum dapat diterima oleh sebagian besar umat Islam yang kebanyakan berpaham Sunni. Dan pada 1171 M, Ayyubi menghapuskan kekhalifahan Fatimiyah atas desakan Baghdad dan menggantikannya dengan dinasti Ayyubiyah yang berorientasi ke Baghdad.135
Dinasti Ayyubiyah
DINASTI ini merupakan pengganti dinasti Fatimiyah di Mesir yang berkuasa tahun 564 sampai dengan akhir abad ke-9 H./1169 sampai dengan akhir abad ke-15 M. dinasti ini didirikan oleh Salahuddin, kemenakan Ayyub, yang berasal dari suku Kurdi yang direkrut oleh para penguasa Turki. Pada 564/1169 Syirkuh pemimpin dinasti ini menguasai Mesir, namun meninggal tidak lama setelahnya. Dan Salahuddin di daulat untuk menjadi pimpinan mereka.136 Dalam kepemimpinannya Salahuddin menghapuskan sisa-sisa Fatimiyah di Mesir yang bercorak Syi’I dan mengembalikannya ke paham Sunni. Pada 583/1187, prestasi Salahuddin sangat mengagumkan dengan berhasil melawan tentara Salib dan mempersatukan pasukan Turki, Kurdi dan Arab. Kota Yerussalem pada tahun ini kembali ke pangkuan Islam dari tangan tentara Salib yang telah menguasainya selama 80 tahun.
Sebelum meninggal Salahuddin membagi kekuasaannya dengan sanak saudaranya. Namun demikian dinasti ini pada akhirnya terpecah yang diakibatkan perselisihan intern keluarga Ayyubiyah setelah al-kamil meninggal. Meskipun kekuasaan Ayyubiyah berjalan lama namun tidak semua wilayah dapat ditaklukkan. Di Mesir mereka hanya berkuasa hingga tahun 650/1252, di Damascus, Aleppo dan Diyarbark (Hisn, Kaifa dan Amid) yang terlama, yakni hingga akhir abad ke-9 H. Dan ketika ditundukkan oleh Aq-Qoyunlu yang berasal dari suku Turki, sedangkan di Yaman hingga tahun 626/1229 tatkala diambil alih oleh Rasuliyah yang juga Turki.137
Dinasti Mamluk
DINASTI mamluk menguasai Mesir dan Syria tahun 648-922/1250-1517. Mamluk atau Mamalik (jamak), secara harfiah berarti budak. Mereka adalah orang-orang Turki yang direkruit oleh Ayyubiyah di masa al-Malik as-Salih Najmuddin. Mereka terdiri dari dua kelompok yakni Mamluk Bahri dan Mamluk Buruj. Yang pertama dikarenakan tempat tinggal mereka di pulau ar-Raudah yang terletak seakan di laut (Arab, bahr), yang ada di sungai Nil. Dan yang kedua adalah karena mereka menempati benteng (Arab, burj) di Kairo. Kaum Bahri berasal dari Qipshaq, Rusia Selatan, yang merupakan pencampuran antara Mongol dan Kurdi. Sedangkan Buruj adalah orang-orang Circassia dan Caucasus.138
Dinasti ini Berjaya menghadapi ekspansi Mongol di barat. Pasukan dari timur yang telah membumihanguskan Baghdad dipukul oleh Mamluk di bawah Qutuz dan Baybars di ‘Ain jalut pada 658/1260. Mamluk juga dihormati oleh dunia Islam pada waktu itu, karena berhasil menghalau tentara Salib dari pantai Syro-Palestina dan melanjutkan ekspansinya serta melindungi kota suci di Arabia. Masa dinasti ini mendatangkan kemakmuran dalam berbagai bidang, termasuk bidang ekonomi dan budaya, disamping seni dan arsitektur yang memiliki warna tersendiri, seperti terlihat dari hasil karya seni dari keramik dan logam.139
Mamluk juga berusaha menghalangi meluasnya bangsa Portugis yang telah mampu mengarungi lautan di Lautan Hindia dengan menempatkan pasukannya di perairan Arabia. Namun akhirnya dinasti ini harus tunduk oleh Turki Usmani di bawah Sultan Salim pada 923/1517. Mesir selanjutnya diambil alih oleh dinasti Usmani, hingga dinasti mamluk sama sekali berakhir pada 1226/1811 dibawah tekanan Muhammad Ali Pasya, seorang Gubernur Turki yang mendapat otonomi di wilayah Mesir.140
Periode Dinasti Usmaniyah
Bangsa Turki terbagi dalam berbagai suku diantaranya yang terkenal adalah suku Ughuj. Suku ini terbagi dalam 24 sub-suku. Dalam salah satu sub-suku tersebut lahirlah Sultan pertama dari Dinasti Turki Usmani yang bernama Usman. Pada saat Bangsa Mongol (sebelum Islam) dan orang Kristen, ingin menghapuskan Islam dari peta bumi, orang turki usmani muncul sebagai pelindung Islam hingga ke tengah-tengah daratan eropa141
Pada awalnya Turki Usmani hanya memiliki wilayah yang sangat kecil, namun dengan dukungan militer, Turki usmani menjadi kerajaan yang besar dan bertahan dalam kurun yang lama. Setelah Usman meninggal pada 1326, putranya Orkhan (Urkhan) naik tahta pada usia 42 tahun. Pada periode ini bangsa Islam pertama kali masuk Eropa. Orkhan berhasil merepormasi dan membentuk tiga pasukam utama tentara yakni: tentara sipahi (tentara reguler) yang mendapat gaji pada tiap bulannya. Tentara hazeb (tentara irreguler) yang digaji pada saat mendapatkan harta rampasan perang (mal al-ghanimah) dan tentara jenisari yang direkrut pada saat berumur 12 tahun, kebanyakan adalah anak-anakKristen yang dibimbing Islam dengan disiplin yang kuat. Selanjutnya tentara ini terbagi dalam sepuluh, seratus dan seribu tiap kelompoknya. Mereka diasingkan dari keluarga, dan membawa kejayaan Usmani.142
Dalam masa kepemimpinan al-Fatih diterapkanlah sebuah undang-undang yang disahkan dalam qanun namah, yakni yang menetapkan bahwa membunuh saudara kandung -termasuk keponakan, paman, dan keluarga dekat yang dianggap bersaing dalam perebutan kekuasaan- adalah halal. Dengan alasan bahwa lebih baik Negara itu ituh daripada kehilangan wilayah. Fatwa ini disahkan oleh sheikh al-Islam. Sekalipun pada masa sebelumnya yakni pada masa Murad I telah ada, namun belum disahkan dalam perundang-undangan. Dan baru setelah abad ke-16 M, aturan ini dilonggarkan, yakni bahwa mereka tidak dibunuh namun semenjak lahir di asingkan dan dimasukkan penjara.143
Setelah al-Fatih meninggal, ia digantikan oleh putranya Bayazid II.kemudian dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Salim I yang terkenal sangat kejam. Sebelum menjadi Sultan, ia melawan ayahnya dan banyak melakukan pembunuhan terhadap saudaranya yang bersaing merebutkan tahta. Ia juga menaklukkan Asia Kecil, Persia, Kaldiran dan Mesir. Ia juga berhasil menaklukkan Sultan Mamluk (1517 M). disamping itu ia juga berhasil memindahkan khalifah boneka Bani Abbas yang bernama Ahmad ke Konstantinopel dan secara paksa mengambil gelar sacral dan selanjutnya digunakan oleh Sultan Turki, Salim I. Dengan pemindahan jabatan sacral dari Kairo ke Konstantinopel ini, maka sejak saat itu Konstantinopel berubah nama menjadi Istambul dan ibu kota juga di pindah ke kota ini.144
Sejak saat itulah, dalam sejarah Islam terdapat dua jabatan penting yang dikuasai oleh seorang penguasa. Yakni sebagai sultan untuk kekuasaan dan sebagai khalifah bagi seluruh dunia Islam145 dan Turki usmani mengalami kemunduran pada masa kepemimpinan setelah Sulaiman.
Keruntuhan Khilafah
KERUNTUHAN kekhalifahanan terakhir, Kekhalifahan Turki Usmaniyah, terjadi akibat adanya persetuan diantara kaum nasionalis dan agamais dalam masalah kemunduran ekonomi Turki. Setelah menguasai Istambul pasca-Perang Dunia I, Inggris menciptakan sebuah kevakuman politik dengan menawan banyak pejabat negara dan menutup kantor-kantor dengan paksa sehingga bantuan khalifah dan pemerintahannya tersendat. Kekacauan terjadi di dalam negeri, sementara opini umum mulai menyudutkan pemerintahan khalifah yang semakin lemah dan memihak kaum nasionalis. Situasi ini dimanfaatkan Mustafa Kemal Pasha untuk membentuk Dewan Perwakilan Nasional -dan ia menobatkan diri sebagai ketuanya- sehingga ada dua pemerintahan saat itu; pemerintahan khilafah di Istambul dan pemerintahan Dewan Perwakilan Nasional di Ankara. Walau kedudukannya tambah kuat, Mustafa Kemal Pasha belum berani membubarkan khilafah. Dewan Perwakilan Nasional hanya mengusulkan konsep yang memisahkan khilafah dengan pemerintahan. Namun, setelah perdebatan panjang di Dewan Perwakilan Nasional, konsep ini ditolak. Pengusulnya pun mencari alasan membubarkan Dewan Perwakilan Nasional dengan melibatkannya dalam berbagai kasus pertumpahan darah. Setelah memuncaknya krisis, Dewan Perwakilan Nasional ini diusulkan agar mengangkat Mustafa Kemal Pasha sebagai ketua parlemen, yang diharap bisa menyelesaikan kondisi kritis ini.146
Setelah resmi dipilih jadi ketua parlemen, Pasha mengumumkan kebijakannya, yaitu mengubah sistem khilafah dengan republik yang dipimpin seorang presiden yang dipilih lewat Pemilu. Tanggal 29 November 1923, ia dipilih parlemen sebagai presiden pertama Turki. Namun ambisinya untuk membubarkan khilafah saat itu, yang telah lemah dan digerogoti korupsi, terintangi; Ia dianggap murtad, dan beberapa kelompok pendukung Sultan Abdul Mejid II terus berusaha mendukung pemerintahannya. Ancaman ini tak menyurutkan langkah Mustafa Kemal Pasha. Malahan, ia menyerang balik dengan taktik politik dan pemikirannya yang menyebut bahwa penentang sistem republik ialah pengkhianat bangsa dan ia kemudian melakukan beberapa langkah kontroversial untuk mempertahankan sistem pemerintahannya. Misalnya, Khalifah digambarkan sebagai sekutu asing yang harus dienyahkan.147
Setelah suasana negara kondusif, Mustafa Kemal Pasha mengadakan sidang Dewan Perwakilan Nasional (yang kemudian disebut dengan "Kepresidenan Urusan Agama" atau sering disebut dengan "Diyaniah"). Pada tanggal 3 Maret 1924, ia memecat khalifah sekaligus membubarkan sistem kekhalifahan dan menghapuskan hukum Islam dari negara. Hal inilah yang kemudian dianggap sebagai keruntuhan kekhalifahan Islam.
Saat ini, Diyaniah berfungsi sebagai entitas dari lembaga Shaikh al-Islam/Kekhalifahan [1]. Mereka bertugas untuk: "memberikan pelayanan religius kepada orang Turki dan Muslim di dalam dan di luar negara Turki". Diyainah memiliki kantor pusat di Ankara, Turki. Diyaniah adalah sebuah lembaga yang mewarisi semua sumber-sumber yang berhubungan dengan hal-hal religius dari Kekaisaran Ottoman, termasuk semua arsip kekhalifahan yang telah runtuh tersebut. Saat ini, Diyainah merupakan otoritas tertinggi Muslim Sunni. Diyainah juga memiliki kantor cabang di Eropa (Jerman).148
Perbedaan utama antara kekhalifahan dengan Diyainah adalah Dinaiyah, tidak seperti kekhalifahan yang mengurusi masalah negara, hanya berfungsi sebagai lembaga keagamaan. Hal ini sesuai dengan prinsip sekularisme Turki yang memisahkan urusan Agama dengan urusan negara. Sempat muncul keinginan dan gerakan untuk mengendirikan kembali kekhalifahan setelah runtuhnya Kekaisaran Ottoman, tetapi tak ada satupun yang berhasil. Hussein bin Ali, seorang gubernur Hejaz pada masa Kekaisaran Ottoman yang pernah membantu Britania raya pada masa Perang Dunia I serta melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Istambul, mendeklarasikan dirinya sebagai khalifah dua hari setelah keruntuhan Ottoman. Tetapi klaimnya tersebut ditolak, dan tak lama kemudian ia di usir dari tanah Arab. Sultan Ottoman terakhir Mehmed VI juga melakukan hal yang sama untuk mengangkat kembali dirinya sebagai Khalifah di Hejaz, tetapi lagi-lagi usaha tersebut gagal. Sebuah pertemuan diadakan di Kairo pada tahun 1926 untuk mendiskusikan pendirian kembali kekhalifahan. Tetapi, hanya sedikit negara Muslim yang berpartisipasi dan mengimplentasikan hasil dari pertemuan tersebut.149
Perbandingan Khilafah Dengan Sistem Pemerintahan Lain
KHALIFAH sangat berbeda dari sistem pemerintahan yang pernah ada di dunia, seperti disebutkan di bawah ini:150 Pertama, dalam kedudukan monarki, kedudukan raja diperoleh dengan warisan. Artinya, seseorang dapat menduduki jabatan raja hanya karena ia anak raja. Jabatan khalifah didapatkan dengan bai'at dari umat secara ikhlas dan diliputi kebebasan memilih, tanpa paksaan. Jika dalam sistem monarki raja memiliki hak istimewa yang dikhususkan bagi raja, bahkan sering raja di atas UU, maka seorang khalifah tak memiliki hak istimewa; mereka sama dengan rakyatnya. Khalifah ialah wakil umat dalam pemerintahan dan kekuasaan yang dibaiat buat menerapkan syariat Allah SWT atas mereka. Artinya, khalifah tetap tunduk dan terikat pada hukum Islam dalam semua tindakan, kebijakan, dan pelayanan terhadap kepentingan rakyat.
Kedua, Dalam sistem republik, presiden bertanggung jawab kepada rakyat atau yang mewakili suaranya (misal: parlemen). Rakyat beserta wakilnya berhak memberhentikan presiden. Sebaliknya, seorang khalifah, walau bertanggung jawab pada umat dan wakilnya, mereka tak berhak memberhentikannya. Khalifah hanya dapat diberhentikan jika menyimpang dari hukum Islam, dan yang menentukan pemberhentiannya ialah mahkamah mazhalim. Jabatan presiden selalu dibatasi dengan periode tertentu, sebaliknya, seorang khalifah tak memiliki masa jabatan tertentu. Batasannya, apakah ia masih melaksanakan hukum Islam atau tidak. Selama masih melaksanakannya, serta mampu menjalankan urusan dan tanggung jawab negara, maka ia tetap sah menjadi khalifah.151
Gerakan Khilafah
KERUNTUHAN kekhalifahan terakhir yakni kekhalifahan Turki Usmaniyah terjadi akibat adanya perseteruan diantara kaum Nasionalis dan Agamis dalam masalah kemunduran ekonomi Turki. Pada tahun 1920-an “gerakan khilafat” sebuah gerakan yang bertujuan untuk mendirikan kembali kekhalifahan menyebar diseluruh daerah jajahan Inggris di Asia. Gerakan ini sangat kuat di India, yang saat itu menjadi pusat komunitas Islam. Sebuah pertemuan kemudian diadakan di Kairo pada tahun 1926 untuk mendiskusikan pendirian kekhalifahan. Tapi sayang, sebagian besar Negara mayoritas Muslim tidak berpartisipasi dan mengambil langkah untuk mengimplementasikan hasil dari pertemuan ini. Meskipun gelar amir al-mukmin dipakai oleh raja Maroko dan Mullah Mohammad Omar, pemimpin rezim Taliban di Afghanistan kebanyakan Muslim diluar daerah kekuasaan mereka menolak untuk mengakuinya. Organisasi yang mendekati sebuah bentuk kekhalifahan saat ini yakni Organisasi Konfrensi Islam (OKI), sebuah organisasi internasional dengan pengaruh yang terbatas yang didirikan pada tahun 1969 beranggotakan Negara-negara mayoritas Muslim.152
Penutup
SAYID Muhammad Baqr Ash-Shadr (2001) pernah menyatakan bahwa orang Barat lebih melihat ke bumi, orang Timur lebih melihat ke langit. Ungkapan ini seakan menjustifikasi realita kehidupan yang terjadi saat ini. Orang Barat tergila-gila dengan konsep imperialisme dan koloniaslismenya yang menghendaki pemenuhan kepuasan kepada materi, sementara orang Timur (baca: Islam) berpolitik di muka bumi sebagai Khalifah sebagaimana titah dari langit, sehingga bertendensi religius. Mungkin justifikasi ini terlalu berlebihan, namun hal tersebut seakan membawa implikasi pemaksaan kepada dunia Timur (umat Islam) untuk tetap menjaga kemurnian dari tujuan berpolitik dan bernegara serta menghindari upaya setiap bentuk pe-legitimasi-an dalam berpolitik dan bertatanegara, padahal dibalik itu banyak terdapat kebusukan-kebusukan yang dilakukan para oknum yang mengatasnamakan religiusitas.
Layaknya nikmat Allah yang tak dapat dihitung, ilmu pengetahuan juga seperti itu. Makin banyak yang kita pelajari, makin banyak pula dari limpahan ilmu Allah yang kita tidak tahu dan meski kita gali. Demikian halnya masih banyak bentuk-bentuk pemikiran yang belum sempat diangkat oleh manusia. Karenanya, jangan hanya diam, bersiaplah untuk menjawab segala permasalahan umat dimasa depan. Dan menempatkan kita dalam ukiran lembaran sejarah peradaban Islam dalam posisi yang manapun yang ingin dan dapat kita gapai.
Daftar Pustaka
Michael H. Hart. 1978. Seratus Tokoh Yang Paling Berpengaruh Dalam Sejarah. Terj. Mahbub Junaidi. Jakarta. PT. Dunia Pustaka Jaya. E-Book
Muhammad Husein Haikal. Sejarah Hidup Muhammad. t.t. Cetakan Kedua pada Bab XXXI Pemakaman Rasul. E-Book
Ahmad al-Usairy, 2003. Sejarah Islam: Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX Jakarta: Akbar Media Eka Sarana
Abul A’la al Maududi, 1996. Khilafah dan Kerajaan Evaluasi Kritis Atas Sejarah Pemerintahan Islam terj. Muhammad al Baqir. Bandung, Mizan.
Hasjmi A. 1993. Sejarah Kebudayaan Islam Cet. IV. Jakarta: Bulan Bintang
M. Abdul Karim. 2007. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher
Habib Nazir dan Muhammad Hasanuddin, 2008. Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan Syariah Bandung, Kafa Publishing
Departemen Agama RI, 2003. Al Qur’an dan Terjemahnya Bandung: Diponegoro
Nurcholish Madjid, 2007. Islam Universal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Munawir Sjadzali, 1993. Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran Jakarta, UI Press
Harun Nasution, 1986. Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid I Jakarta, UI Press
M. Hasbi Amiruddin, 2000. Konsep Negara Islam Menurut Fazlur Rahman Yogyakarta, UII Press
Muhammad Baltaji, 2003. Metodologi Ijtihad Umar bin Al Khattab. Jakarta: Khalifa
Badri Yatim. 1998. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Ali Mufrodi, 1997. Islam diKawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos.
www.wikipedia.org diakses pada tanggal 12 November 2009
http://id.wikipedia.org/wiki/khalifah diakses pada tanggal 12 November 2009
1 Lihat E-Book. Michael H. Hart. 1978. Seratus Tokoh Yang Paling Berpengaruh Dalam Sejarah. Terj. Mahbub Junaidi. Jakarta. PT. Dunia Pustaka Jaya.
2 Lihat misalnya E-Book. Muhammad Husein Haikal. Sejarah Hidup Muhammad. t.t. Cetakan Kedua pada Bab XXXI Pemakaman Rasul.
3 Untuk pembagian dari tiap-tiap zaman, pemakalah merujuk pada pendapat M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007), hal.13
4 Ahmad al-Usairy, Sejarah Islam: Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX ,(Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2003) h. 26. Nabi Ibrahim hidup antara tahun 1700-2000 SM. Pada peradaban orang-orang Sumeria.
5 Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Diponegoro, 2003), hal. 53 dan hal. 56
6 Ibid. hal. 185
7 Nurchilish Madjid, Islam Universal (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007) hal. 202-203
8 Ibid
9 Ibid. hal. 204
10 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran (Jakarta, UI Press, 1993), hal. 10 dan untuk mengetahui isi kutipan Piagam Madinah selengkapnya dapat dibaca pada buku yang sama hal. 10-15. Lihat juga Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid I (Jakarta, UI Press, 1986), hal. 92
11 M. Hasbi Amiruddin, Konsep Negara Islam Menurut Fazlur Rahman (Yogyakarta, UII Press, 2000) hal. 3
12Munawir Sjadzali Islam….. Ibid, hal. 15
13 M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran…… hal.74-75.
14 Ibid. hal. 75. jizyah (pajak keamanan), kharaj (pajak tanah)
15 Nurchilish Madjid, Islam Universal…. Hal. 205
16 Lihat misalnya Q.S. Ali Imran ayat 109
17 Munawir Sjadzali Islam….. Ibid, hal. 16
18 Penjelasan menyangkut beberapa permasalahan ini dapat dilihat pada Munawir Sjadzali Islam….. Ibid, hal.17-20.
19 Lihat misalnya Muhammad Baltaji, Metodologi Ijtihad Umar bin Al Khattab (Jakarta: Khalifa, 2003), hal. 444-445
20 M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran…… hal. 77
21 http://id.wikipedia.org/wiki/khalifah diakses pada tanggal 12 November 2009
22 ibid
23 Abul A’la al Maududi, Khilafah dan Kerajaan Evaluasi Kritis Atas Sejarah Pemerintahan Islam terj. Muhammad al Baqir (Bandung, Mizan, 1996), Hal. 112-116
24 Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/khalifah diakses pada tanggal 12 November 2009
25 Penjelasan yang cukup menarik menyangkut hal ini lihat misalnya Muhammad Baltaji, Metodologi …..hal. 448-452
26 M. Hasbi Amiruddin, Konsep Negara Islam ……hal. 3. Lihat juga Munawir Sjadzali Islam….. hal. 23-28
27 M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran…… hal.78
28 Ibid. hal. 83
29 Lihat misalnya E-Book. Muhammad Husein Haikal. Sejarah Hidup Muhammad. t.t. Cetakan Kedua pada Bab XXXI Pemakaman Rasul. Lihat juga M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran…… hal. 82-83 dan
30 M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran…… hal. 82-83
31 ibid
32 ibid
33 Habib Nazir dan Muhammad Hasanuddin, Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan Syariah (Bandung, Kafa Publishing, 2008), hal. 6
34 Bunyi teks pidato tersebut yakni “Wahai manusia! Aku telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu, padahal aku bukanlah orang yang terbaik diantara kamu. Maka jikalau aku dapat menunaikan tugasku dengan baik, maka bantulah (ikutilah) aku, tetapi jika aku berlaku salah, maka luruskanlah! orang yang kamu anggap kuat, aku pandang lemah sampai aku dapat mengambil hak daripadanya. Sedangkan orang yang kamu lihat lemah, aku pandang kuat sampai aku dapat mengembalikan hak kepadanya. Maka hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, namun bilamana aku tiada mematuhi Allah dan Rasul-Nya, kamu tidaklah perlu mentaatiku”. Pidato ini oleh banyak ahli sejarah dianggap suatu statemen politik yang amat maju, dan yang pertama sejenisnya dengan semangat “modern” (partisipatif-egaliter), pendapat senada misalnya diungkapkan oleh Robert Bellah sebagai “Nasionalisme Partisipatif Egaliter”. Pidato ini juga merupakan manifesto politik yang secara singkat dan padat menggambarkan kontinuitas prinsip-prinsip tatanan masyarakat yang telah diletakkan oleh nabi. Keterangan lebih jauh menyangkut hal ini lihat Nurchilish Madjid, Islam Universal…. Hal. 208
35 Abul A’la al Maududi, Khilafah dan Kerajaan…..hal. 124
36 Munawir Sjadzali Islam….. Ibid, hal. 24
37 Ibid. hal. 87
38 Bagi umar, tanpa musyawarah maka pemerintahan tidak akan bisa jalan, lihat M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran…… hal. 86
39 Habib Nazir dan Muhammad Hasanuddin, Ensiklopedi ………….. hal. 648
40 ibid
41 Muhammad Baltaji, Metodologi Ijtihad Umar….. hal. 434-437
42 Ibid. hal.424-433
43 M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran…… hal. 88
44 ibid
45 Ibid.
46 M. Abdul Karim membagi masa pemerintahan Usman ini kedalam periode kemajuan dan periode kemunduran sampai Usman terbunuh. Lihat hal. 90
47 Ibid. hal. 91
48 Ibid. hal. 105
49 M. Hasbi Amiruddin, Konsep Negara Islam ……hal. 69
50 M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran…… hal. 107
51 Ibid
52 Ibid
53 Ibid
54 Abul A’la al Maududi, Khilafah dan Kerajaan…..hal. 185-186
55 Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), hal. 41. Lihat juga M. Hasbi Amiruddin, Konsep Negara Islam ……hal. 73.
56 M. Hasbi Amiruddin, Konsep Negara Islam ……hal. 73.
57 Asghar Ali Engineer, Islam dan Teologi Pembebasan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000) hal. 324
58 M. Hasbi Amiruddin, Konsep Negara Islam ……hal. 75. Lihat juga M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran…… hal. 144-145
59 M. Hasbi Amiruddin, Konsep Negara Islam ……hal. 75.
60 M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran…… hal. 115
61 Ibid
62 http://id.wikipedia.org/wiki/bani/umayyah diakses pada tanggal 12 November 2009
63 Munawir Sjadzali Islam….. Ibid, hal. 37
64 Hasjmi A. Sejarah Kebudayaan Islam Cet. IV, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993). Hal. 82
65 http://id.wikipedia.org/wiki/bani/umayyah diakses pada tanggal 12 November 2009
66 M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran…… hal. 119
67 Munawir Sjadzali Islam….. Ibid, hal. 38
68 M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran…… hal. 119
69 Ibid
70 Ibid. hal. 120. Prestasi emas ini diperoleh saat kepemimpinan Abdul Malik (685 – 705 M)
71 Munawir Sjadzali Islam….. Ibid, hal. 39
72 M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran…… hal. 139
73 Ibid
74 Ibid
75 Ibid
76 Ibid. hal. 141-142
77 http://id.wikipedia.org/wiki/khalifah diakses pada tanggal 12 November 2009
78 Ibid
79 M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran…… hal. 143
80 Ibid. hal. 144. Lihat juga M. Hasbi Amiruddin, Konsep Negara Islam ……hal. 75
81 M. Hasbi Amiruddin, Konsep Negara Islam ……hal. 75
82 Ibid. lihat juga Ali Mufrodi, Islam diKawasan Kebudayaan….hal. 101
83 Ali Mufrodi, Islam diKawasan Kebudayaan Arab (Jakarta: Logos, 1997), hal. 90
84 M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran…… hal. 168
85 Ali Mufrodi, Islam Ibid, hal. 90
86 Ibid. hal. 101-102
87 M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran…… hal. 154-155
88 http://id.wikipedia.org/wiki/bani/abbassiyah diakses pada tanggal 12 November 2009
89 M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran…… hal. 168
90 Ibid. hal. 171
91 Ibid. hal. 176
92 Ali Mufrodi, Islam…hal 102. Lihat juga M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran…… hal. 154
93 http://id.wikipedia.org/wiki/bani/abbassiyah diakses pada tanggal 12 November 2009
94 Ibid
95 M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran…… hal. 175
96 Ali Mufrodi, Islam…hal 103
97 http://id.wikipedia.org/wiki/bani/abbassiyah diakses pada tanggal 12 November 2009
98 Ibid
99 M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran…… hal. 178
100 Ibid. lihat juga Ali Mufrodi, Islam…hal 102-103
101 M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran…… hal. 173
102 Ali Mufrodi, Islam…hal 103
103 M. Abdul Karim. Sejarah…..hal. 162
104 Ibid, hal. 166. Lihat juga Ali Mufrodi, Islam….hal.105-107
105 Ibid. hal. 109
106 Inilah yang menurut Abdul Karim merupakan dinasti Syi’ah pertama dalam sejarah Islam. Lihat M. Abdul Karim. Sejarah…..hal. 188
107 Ali Mufrodi, Islam….hal 109
108 Ibid. hal. 110
109 Ibid. hal. 110-111
110 Ibid. hal. 111. Lihat juga M. Abdul Karim. Sejarah…..hal. 189
111 M. Abdul Karim. Sejarah…..hal. 189.
112 Ali Mufrodi, Islam….hal. 112
113 M. Abdul Karim. Sejarah…..hal. 243
114 Ibid Ali Mufrodi, Islam….hal. 112
115 Ibid
116 Ibid. hal. 113
117 Ibid. hal. 114
118 Ibid
119 M. Abdul Karim. Sejarah…..hal. 189
120 Ali Mufrodi, Islam….hal. 116
121 Ibid. lihat juga M. Abdul Karim. Sejarah…..hal. 190
122 M. Abdul Karim. Sejarah…..hal. 191
123 Rahimah, Sejarah Islam di Mesir (Ringkasan Sejarah Masa Fathimiah dan Napoleon) dari http://library.usu.ac.id/download/fs/arab-rahimah2.pdf, di akses 12 November 2009
124 Ibid
125 Ibid
126 Ali Mufrodi, Islam….hal. 117
127 M. Abdul Karim. Sejarah…..hal. 195
128 Ibid. hal. 194
129 M. Abdul Karim. Sejarah…..hal. 195
130 Ibid Rahimah, Sejarah Islam di Mesir... Lihat juga M. Abdul Karim. Sejarah…..hal. 195
131 Ibid Rahimah, Sejarah Islam di Mesir...
132 Ibid
133 Ali Mufrodi, Islam….hal. 117
134 M. Abdul Karim. Sejarah…..hal. 202
135 Ibid. hal.208
136 Ali Mufrodi, Islam….hal. 117
137 Ibid. hal. 118
138 Ibid
139 Ibid. hal. 119
140 Ibid.
141 M. Abdul Karim. Sejarah…..hal. 310
142 Ibid. hal. 311-312
143 Ibid. hal. 313
144 Ibid. hal. 314
145 Ibid
146 Ibid Ali Mufrodi, Islam…hal. 119
147 Ibid
148 Ibid
149 Ibid
150 http://id.wikipedia.org/wiki/bani/khilafah diakses pada tanggal 12 November 2009
151 Ibid
152 www.wikipedia.org diakses pada tanggal 12 November 2009
0 Comments:
Post a Comment