Save Our Islamic Economic
PENDAHULUAN
SAAT ini, umat manusia menghadapi berbagai persoalan, diantaranya adalah munculnya suatu pandangan yang menempatkan aspek material pada posisi dominan dan bebas dari dimensi nilai. Pandangan hidup yang berpijak pada ideologi materialisme inilah yang kemudian mendorong perilaku manusia menjadi pelaku ekonomi yang hedonistik, sekularistik dan materialistik. Cara pandang inilah yang kemudian mengakibatkan malapetaka dan bencana dalam kehidupan sosial masyarakat seperti eksploitasi dan perusakan lingkungan hidup, disparitas pendapatan dan kekayaan antar golongan dalam masyarakat dan antar negara di dunia, lunturnya sikap kebersamaan dan persaudaraan, timbulnya penyakit-penyakit social masyarakat, timbulnya revolusi sosial yang anarkhis dan sebagainya.1
Solusi dari semua permasalahan sosial ekonomi masyarakat pasti diinginkan oleh semua sistem ekonomi, baik itu sistem ekonomi kapitalis, sistem ekonomi sosialis, dan sistem ekonomi Islam. Kita dapat menjawab, tentunya jalan masing-masing dari ketiga sistem itu akan sangat berbeda satu dengan yang lain, pertanyaan selanjutnya, yakni sejauh manakah konsistensi dan efektivitas dari masing-masing sistem ekonomi tersebut berjalan?
Jika itu sistem kapitalis, seberapa besar konsistensi sistem ini memperjuangkan sistem ekonomi berkeadilan jika disatu sisi kita melihat adanya mekanisme yang menjembatani terbentuknya sistem konglomerasi dan monopoli dalam segelintir orang yang bermodal? Jika ia sistem sosialis, seberapa efektivitaskah sistem ini menuju perekonomian yang sejahtera? Jika disatu sisi kita masih merasakan terkekangnya jiwa enterpreneuship?
Sistem ekonomi sosialis dan kapitalis ternyata telah gagal menyelesaikan persoalan kemanusiaan, sosial dan ekonomi. Memang sistem kapitalis mampu mensejahterakan individu atau negara tertentu secara materi. Namun perlu diingat kesejahteraan dan kemakmuran tersebut dibangun diatas penderitaan orang atau negara lain. Kapitalis tidak mampu menyelesaikan ketimpangan dan kesenjangan sosial ekonomi bahkan sebaliknya ia menciptakan dan melanggengkan kesenjangan tersebut untuk mempertahankan eksisitensinya.2
Disinilah Islam melontarkan kritik terhadap sistem ekonomi kapitalis yang bertanggung jawab terhadap perubahan arah, pola dan struktur perekonomian dunia sekarang ini. Perlu ada suatu kajian yang intensif dalam memberikan alternatif pandangan, rumusan dan strategi pembangunan ekonomi yang lebih humanistik dengan menggali inspirasi nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur’an, hadits dan sunnah, serta khasanah pemikiran para cendekiawan muslim.
Ruh sistem ekonomi Islam adalah keseimbangan (pertengahan) yang adil. Ciri khas keseimbangan ini tercermin antara individu dan masyarakat sebagaimana ditegakkannya dalam berbagai pasangan lainnya, yaitu dunia dan akhirat, jasmani dan ruhani, akal dan nurani, idealisme dan fakta, dan pasangan-pasangan lainnya yang disebutkan di dalam kitab Al Qur’an. Sistem Ekonomi Islam tidak menganiaya masyarakat, terutama masyarakat lemah, seperti yang dilakukan oleh sistem kapitalis. Juga tidak menganiaya hak-hak kebebasan individu, seperti yang dilakukan oleh komunis, terutama Marxisme. Akan tetapi, keseimbangan di antara keduanya, tidak menyia-nyiakan, dan tidak berlebih-lebihan, tidak melampaui batas dan tidak pula merugikan3
Guna mencapai keseimbangan tersebut, dibutuhkan adanya lingkungan yang baik dan sadar secara moral yang dapat membantu reformasi unsur manusia di pasar berlandaskan sebuah keimanan. Dengan demikian akan melengkapi sistem harga dan distribusi kekayaan di dalam memaksimalkan efisiensi maupun keadilan pada penggunaan sumber daya manusia dan sumber daya materi lainnya. Namun, sangat sulit, untuk mengasumsikan bahwa semua individu akan sadar secara moral kepada masyarakat, dan keimanan saja tidak akan mampu menghilangkan ketidakadilan sistem pasar, sehingga negara juga harus memainkan peran komplementer4
Negara harus melakukannya dengan cara-cara yang tidak mengekang kebebasan dan inisiatif sektor swasta, berlandaskan kerangka hukum yang dipikirkan dengan baik, bersama dengan insentif dan hukuman yang tepat, check and balance untuk memperkuat basis moral masyarakat dan menciptakan sebuah lingkungan yang kondusif. Oleh karena itu, telah dirasakan bahwa sistem ekonomi kapitalis sekuler yang membedakan antara kesejahteraan material dengan masalah ruhaniah banyak membawa masalah dalam distribusi kesejahteraan yang adil dan seimbang di antara masyarakat
Ekonomi Islam sendiri, menurut para pembangun dan pendukungnya, dibangun di atas, atau setidaknya diwarnai, oleh prinsip-prinsip relijius, berorientasi dunia dan akhirat. Dalam tataran paradigma seperti ini, para ekonom muslim masih dalam satu kata, atau setidaknya, tidak ada perbedaan yang berarti.5 Mayoritas para ekonom Muslim sepakat mengenai dasar pilar atau fondasi filosofis sistem ekonomi Islam: Tauhid, Khilafah, Ibadah, dan Takaful. Khurshid Ahmad menambahkan: Rububiyyah dan Tazkiyah, serta Mas- uliyyah (accountability)6 Namun ketika dipertanyakan lebih lanjut: apa dan bagaimana ekonomi Islam itu? Di sinilah terjadi perbedaan, sehingga ada yang membagi mazhab ekonomi Islam itu menjadi tiga yaitu; mazhab Baqir al-Sadr, mazhab mainstream, dan mazhab alternatif-kritis.7 Namun sayang pengembangan pemikiran ketiga mazhab ini belum begitu gencar, kecuali mazhab mainstream, dan nampaknya masih menunggu pemikiran cerdas dan kreatif dari para pendukungnya untuk mengembangkan.
Namun demikian Ekonomi Islam tidak lepas dari terpaan kritik yang dilakukan oleh sejumlah ekonom. Pada umumnya kritikan tersebut dikelompokkan oleh Arif, seperti yang dikutip oleh M.Husein Sawit, menjadi tiga kelompok besar. Pertama, aliran yang mengatakan Ekonomi Islam merupakan penyesuaian sistem kapitalis atau disebut "the Adjusted Capitalism School". Kedua, disebut dengan kelompok konvensional atau "the Conventional School. Ketiga adalah kelompok perbedaan paham atau "the Sectarian Diversity School"8 Ada juga pernyataan kritis yang sepintas nampak sederhana namun cukup mendasar: apakah ekonomi Islam merupakan kapitalisme minus riba atau sosialisme plus Islam?9
Kemudian ada lagi kritik yang cukup tajam terhadap para ekonom Islam yang selama ini selalu mengkritik sistem ekonomi lain. Pernyataan kritis tersebut:
Secara keseluruhan, ekonomi Islam lebih berhasil menjelaskan apa yang bukan ekonomi Islam, daripada menentukan apa yang membuat ekonomi Islam berbeda sama sekali dengan sistem ekonomi lain. Ekonomi Islam juga lebih banyak mengungkap kelemahan sistem lain daripada menunjukkan (bahwa ekonomi Islam) secara substansial memang lebih baik10.
Semua kritik yang diajukan kepada Ekonomi Islam tersebut menuntut para pendukungnya untuk memberikan jawaban serius.
Ada tiga11 penafsiran tentang istilah “ekonomi Islam”. Pertama, yang dimaksud adalah “ilmu ekonomi” yang berdasarkan nilai-nilai atau ajaran Islam. Kalau ini yang dimaksud, maka akan timbul kesan bahwa ajaran Islam itu mempunyai pengertian yang tersendiri mengenai apa itu “ekonomi”. Hal ini tentu akan diikuti dengan pertanyaan, apakah yang dimaksud dengan ekonomi itu menurut ajaran Islam? Tepatnya, apakah yang dimaksud dengan “ilmu ekonomi Islam” itu?
Penafsiran kedua, ekonomi Islam itu dalam artian "sistem ekonomi" (Islam). Sistem menyangkut pengaturan, yaitu pengaturan kegiatan ekonomi dalam suatu masyarakat atau negara berdasarkan suatu cara metode tertentu. Misalnya, bank Islam dapat disebut sebagai unit (terbatas) dari beroperasinya suatu sistem ekonomi Islam, bisa dalam ruang lingkup makro atau mikro. Bank Islam disebut unit sistem ekonomi Islam, khususnya doktrin larangan riba.
Dan ketiga, ekonomi Islam itu berarti perekonomian umat Islam atau perekonomian di dunia Islam, maka kita akan mendapat sedikit penjelasan dan gambaran dalam sejarah umat umat Islam baik pada masa Nabi sampai sekarang. Hal ini bisa kita temukan, misalnya, bagaimana keadaan perekonomian umat Islam di Arab Saudi, Mesir, Irak, Iran, Indonesia, dan sebagainya, atau juga perekonomian umat Islam di negara non-Islam seperti Amerika, Cina, Perancis, dan sebagainya12
Selanjutnya dalam hal kajian pendekatan ekonomi islam kontemporer, menarik disimak apa yang diutarakan oleh Prof. Volker Nienhaus,13 dari Jerman, dalam tulisannya “Islamic Economics: Policy Between Pragmatism and Utopia”, ada empat pendekatan utama dalam kajian mengenai ekonomi Islam selama ini. Pertama, pragmatis; kecenderungan ini ditandai dengan penolakan ideologi-ideologi ekonomi yang diikuti dengan upaya melakukan sintesis atau ekleksi, yaitu mencampur berbagai gagasan dan teori yang dianggap paling praktis untuk dilaksanakan. Menurut Nienhaus kecenderungan inilah yang banyak diambil. Kedua, resitatif; pendekatan yang mengacu pada teks ajaran Islam, pendekatan ini mengacu pada hukum fikih, teologi, etika ekonomi. Ketiga, pendekatan utopian. Utopia adalah gambaran mengenai dunia yang kita inginkan. Pendekatan ini dikembangkan dengan merumuskan model manusia, misalnya homo economicus, atau manusia altruistis. Pendekatan yang terakhir, keempat, adaptif; berusaha melakukan penyesuaian diri berdasarkan kondisi setempat dan sejarah masing-masing umat Islam, seperti gagasan sosialisme Islam; sosialisme kerakyatan; sosialisme demokrasi.13
Sedangkan menurut Muchtar Ahmad kajian ekonomi Islam selama ini dapat dikategorikan menjadi empat (4) corak.14 Pertama, kajian ekonomi Islam dalam lingkup normatif, dalam arti upaya menjelaskan dasardasar filosofis atau normatif suatu kajian ekonomi yang sesuai dengan tuntunan Islam, menurut ajaran baku dalam al-Qur'an dan hadis. Kedua, kajian ekonomi Islam hasil pemikiran atau penyelidikan para fukaha, pakar ekonomi, sosiolog, dan sebagainya seperti Ibnu Khaldun, Ibnu Taimiyah, Abu Yusuf, Umer Chapra dan sebagainya yang dilakukan secara kritis, baik melalui pemeriksaan teori dan tesis yang dikemukakan maupun melalui pengujiannya terhadap perilaku ekonomi muslim. Ketiga, kajian perbandingan antara perilaku ekonomi muslim dengan konsep sistem ekonomi Islam yang teoritis. Atau menghadapkan perilaku ekonomi muslim kepada nilai-nilai Islam. Dan keempat, kajian perbandingan antara konsep sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi kapitalis dan sosialis serta perkembangan ekonomi kontemporer (gejala perkembangan sistem ekonomi dunia).
Namun tulisan ini tidak bermaksud untuk menjawab gambaran yang telah diuraikan di atas, melainkan hanya sedikit memberikan gambaran awal tentang apa itu ekonomi Islam, paling tidak menurut para sarjana atau ekonom muslim. Dan dari aplikasi dilapangan saat ini tergambar bahwa kajian ekonomi Islam masih banyak berputar pada wilayah perbankan dan lembaga keuangan Islam lainnya. Oleh karena itu ekonomi Islam masih menunggu pikiran-pikiran dan karya-karya kreatif dari para pendukungnya untuk mengembangkan dan sekaligus membuktikan secara nyata bahwa ekonomi Islam memang lebih baik dan membawa rahmat bagi bagi siapa saja. Karenanya menarik untuk dijadikan bahan diskuji dan kajian ilmiah menyangkut “Save Our Islamic Economic”
PERMASALAHAN
Dari uraian di atas permasalahan yang hendak dirumuskan adalah:
Apakah kontribusi para mahasiswa Ekonomi Islam selama ini dalam turut menggali, merumuskan dan mengembangkan Ekonomi Islam dalam suatu diskusi dan kajian ilmiah?
Apakah corak ragam pendekatan dan metodologi Ekonomi Islam yang dikembangkan para mahasiswa saat ini dan dimasa yang akan datang telah dapat menjawab permasalahan perekonomian rakyat Indonesia di tanah air?
Apakah kegiatan-kegiatan ilmiah yang selama ini dilakukan telah turut serta mewarnai dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi pengembangan ekonomi islam di tanah air?
Apakah dengan corak alternatif dalam menggali, merumuskan dan mengembangkan Ekonomi Islam yang dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi pengembangan ekonomi islam?
1 Penjelasan yang baik menyangkut hal ini lihat pada buku The International Forum On Globalization. Globalisasi Kemiskinan dan Ketimpangan. (Jakarta: Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas. 2003), hal.25-32
2 Terkait dengan hal ini, lihat mislanya John Parkins, Pengakuan Bandit Ekonomi Kelanjutan Kisah Petualangannya di Indonesia dan Negara Dunia Ketiga. Terj. Wawan Eko Yulianto & Meda Satrio (Jakarta; Ufuk Pree, 2007)
3 Lihat misalnya Abdul Manan. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. (Yogyakarta. Dana Bhakti Wakaf. 1993), hal. 18
4 M. Umar Chafra. The Future Of Economics: An Islamic Persfective. (Jakarta. SEBI, 2001), hal. 127
5 Lihat Adiwarman Karim. Ekonomi Mikro Islami (Jakarta: The International Institute of Islamic Thought Indonesia, 2002), hal. 13, lihat juga Adiwarman Karim, Ekonomi Islam: Suatu Kajian Ekonomi Makro (Jakarta: The International Institute of Islamic Thought Indonesia, 2002), hal.195-197, dan lihat juga M.B. Hendrie Anto, Pengantar Ekonomika Mikro Islami (Yogyakarta: Ekonisia, 2003), hal.89-93.
6 Lihat Muhammad Iswadi. Ekonomi Islam: Kajian Konsep dan Model Pendekatan. Mazahib Vol. IV, No. 1, Juni 2007
7 Lihat Adiwarman Karim, Ibid, lihat juga Adiwarman Karim, Ekonomi Islam: Suatu Kajian Ekonomi Makro (Jakarta: The International Institute of Islamic Thought Indonesia, 2002), hal.195-197, dan lihat juga M.B. Hendrie Anto, Pengantar Ekonomika Mikro Islami (Yogyakarta: Ekonisia, 2003), hal. 89-93, serta lihat juga Imamudin Yuliadi, Ekonomi Islam: Sebuah Pengantar (Yogyakarta: LPPI-UMY, 2001), terutama Bab II: Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
8 Lihat Husein Sawit, Kata Pengantar pada buku Goenawan Moehammad, Metodologi Ilmu Ekonomi Islam: Suatu Pengantar (Yogyakarta: UII-Press, 2000). hal. xi
9 Ibid
10 Lihat John L.Esposito dkk (ed.), Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, jilid. 2. Terj. Eva Y.N. dkk., Entri Ekonomi, (Bandung: Mizan, 2001), hal. 4.
11 Muhammad Iswadi. Ekonomi Islam: Kajian Konsep dan Model Pendekatan. Mazahib Vol. IV, No. 1, Juni 2007
12 Tentang tiga pengertian ekonomi Islam tersebut: ilmu ekonomi, sistem ekonomi, dan perekonomian umat Islam, juga dapat dilihat pada M.Dawam Rahardjo, "Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi", (Jakarta : LSAF, 1999), hal. 3-4
13 Muhammad Iswadi. Ekonomi Islam: Kajian Konsep dan Model Pendekatan. Mazahib Vol. IV, No. 1, Juni 2007
14 Lihat Muchtar Ahmad, Kajian Ekonomi dan Nilai Islami, Ulumul Qur'an, Vol. II. No.9. (1991), hal. 9
0 Comments:
Post a Comment