Sebagaimana
halnya dengan bank konvensional, bank syariah juga mempunyai peran sebagai
lembaga perantara (intermediary)
antara satuan-satuan kelompok masyarakat atau unit-unit ekonomi yang mengalami
kelebihan dana (surplus unit) dengan
unit-unit lain yang mengalami kekurangan dana (deficit unit). Melalui bank kelebihan dana-dana tersebut dapat
disalurkan kepada pihak-pihak yang memerlukan dan memberikan manfaat kepada
kedua belah pihak.
Bank
berbasis bunga melaksanakan peran tersebut melalui kegiatannya sebagai peminjam
dan pemberi pinjaman. Para pemilik dana tertarik untuk menyimpan dana di bank
berdasarkan tingkat bunga yang dijanjikan.
Demikian pula bank memberikan pinjaman kepada pihak-pihak yang
memerlukan dana berdasarkan kemampuan mereka membayar tingkat bunga tertentu.
Hubungan antara bank dengan nasabahnya adalah hubungan antara kreditur dan debitur.
Berbeda
dengan bank konvensional, hubungan antara Bank syariah dengan nasabahnya bukan
hubungan antara debitur dengan kreditur, melainkan hubungan kemitraan antara
penyandang dana (shahib al maal)
dengan pengelola dana (mudharib).
Oleh karena itu tingkat laba Bank Syariah bukan saja berpengaruh terhadap
tingkat bagi hasil untuk para pemegang saham,
tetapi juga berpengaruh terhadap bagi-hasil yang dapat diberikan kepada
nasabah menyimpan dana. Dengan
demikian kemampuan manajemen untuk melaksanakan fungsinya sebagai penyimpan
harta, pengusaha dan pengelola investasi yang baik (professional investment manager) akan sangat menentukan kualitas
usahanya sebagai lembaga intermediary
dan kemampuannya menghasilkan laba.
Sumber-sumber Dana Bank Syariah
Pertumbuhan
setiap bank sangat dipengaruhi oleh perkembangan kemampuannya menghimpun dana
masyarakat, baik berskala kecil maupun besar dengan masa pengendapan yang
memadai. Sebagai lembaga keuangan, maka dana merupakan masalah bank yang paling
utama. Tanpa dana yang cukup, bank tidak dapat berbuat apa-apa, atau dengan
kata lain, bank menjadi tidak berfungsi sama sekali.
Dana
adalah uang tunai yang dimiliki atau dikuasai oleh bank dalam bentuk tunai,
atau aktiva lain yang dapat segera diubah menjadi uang tunai. Uang tunai yang
dimiliki atau dikuasai oleh bank tidak hanya berasal dari para pemilik bank itu sendiri, tetapi juga
berasal dari titipan atau penyertaan dana orang lain atau pihak lain yang
sewaktu-waktu atau pada suatu saat tertentu akan ditarik kembali, baik
sekaligus ataupun secara berangsur-angsur. Berdasarkan data empiris selama ini,
dana yang berasal dari para pemilik bank itu sendiri, ditambah cadangan modal
yang berasal dari akumulasi keuntungan yang ditanam kembali pada bank, hanya
sebesar 7 sampai 8 % dari total aktiva bank. Bahkan di Indonesia rata-rata
jumlah modal dan cadangan yang dimiliki oleh bank-bank belum pernah melebihi 4%
dari total aktiva. Ini berarti bahwa sebagian besar modal kerja bank berasal
dari masyarakat, lembaga keuangan lain dan pinjaman likuiditas dari Bank
Sentral.[1]
Dalam
pandangan syariah uang bukanlah merupakan suatu komoditi melainkan hanya
sebagai alat untuk mencapai pertambahan nilai ekonomis (economic added value). Hal ini bertentangan dengan perbankan
berbasis bunga dimana “uang mengembang-biakkan uang”, tidak peduli apakah uang
itu dipakai dalam kegiatan produktif atau tidak.
Untuk
menghasilkan keuntungan, uang harus dikaitkan dengan kegiatan ekonomi dasar (primary economic activities), baik
secara langsung melalui transaksi seperti perdagangan, industri manufaktur,
sewa-menyewa dan lain-lain, atau secara tidak langsung melalui penyertaan modal
guna melakukan salah satu atau seluruh kegiatan usaha tersebut.
Berdasarkan
prinsip tersebut Bank Syariah dapat menarik dana pihak ketiga atau masyarakat
dalam bentuk :
Ø
Titipan (wadiah) simpanan
yang dijamin keamanan dan pengembalian nya (guaranteed
deposit) tetepi tanpa memperoleh imbalan atau keuntungan;
Ø Partisipsi modal berbagi hasil dan berbagi
resiko (non guaranteed account) untuk
investasi umum (general investment
account / mudharabah mutlaqah) dimana bank akan membayar bagian keuntungan
secara proporsional dengan portfolio yang didanai dengan modal tersebut;
Ø Investasi
khusus (special investment account /
mudharabah muqayyadah) di mana bank bertindak sebagai manajer investasi
untuk memperoleh fee. Jadi bank tidak ikut berinvestasi sedangkan investor
sepenuhnya mengambiil resiko atas investasi itu.
Dengan
demikian sumber dana bank Syariah terdiri dari :
(1) Modal
inti (core capital)
(2) Kuasi
ekuitas (mudharabah account) dan
(3) Titipan
(wadiah) atau simpanan tanpa imbalan (non remunerated deposit).
(1) Modal Inti.
Modal ini adalah dana modal
sendiri yaitu dana yang berasal dari para pemegang saham bank, yakni pemilik
bank. Pada
umumnya dana modal inti terdiri dari:
Ø Modal
yang disetor oleh para pemegang saham;
Sumber utama dari modal perusahaan
adalah saham. Sumber dana ini hanya akan timbul apabila pemilik menyertakan
dananya pada bank melalui pembelian saham, dan untuk penambahan dana berikutnya
dapat dilakukan oleh bank dengan mengeluarkan dan menjual tambahan saham baru.
Ø Cadangan,
yaitu sebagian laba bank yang tidak dibagi, yang disisihkan untuk menutup
timbulnya resiko kerugian di kemudian hari;
Ø Laba
ditahan, yaitu sebagian laba yang seharusnya dibagikan kepada para pemegang
saham, tetapi oleh para pemegang saham sendiri (melalui Rapat Umum Pemegang
Saham) diputuskan untuk ditanam kembali dalam bank. Laba ditahan ini juga
merupakan cara untuk menambah dana modal lebih lanjut.
(2)
Kuasi Ekuitas (mudharabah account).
Bank menghimpun dana berbagi hasil atas dasar prinsip mudharabah, yaitu akad kerjasama antara
pemilik dana (shahib al maal) dengan
pengusaha (mudharib) untuk melakukan
suatu usaha bersama, dan pemilik dana tidak boleh mencampuri pengelolaan bisnis
sehari-hari. Keuntungan yang diperoleh dibagi antara keduanya dengan
perbandingan (nisbah) yang telah
disepakati sebelumnya. Kerugian finansial menjadi beban pemilik dana sedangkan
pengelola tidak memperoleh imbalan atas usaha yang dilakukan.
Berdasarkan prinsip ini, dalam kedudukannya sebagai
mudharib, bank menyediakan jasa bagi
para investor berupa :
·
Rekening
investasi umum,
dimana bank menerima simpanan dari nasabah yang mencari kesempatan investasi atas
dana mereka dalam bentuk Investasi berdasarkan prinsip mudharabah mutlaqah (unresrtricted investment account). Simpanan
diperjanjikan untuk jangka waktu tertentu. Bank dapat menerima simpanan
tersebut untuk jangka waktu 1, 3, 6, 12, 24 bulan dan seterusnya. Dalam hal ini
bank bertindak sebagai Mudharib dan
nasabah bertindak sebagai Shahib al Maal,
sedang keduanya menyepakati pembagian laba (bila ada) yang dihasilkan dari
penanaman dana tersebut dengan Nisbah
tertentu. Dalam hal terjadi kerugian, nasabah menanggung kerugian tersebut dan
bank kehilangan keuntungan.
·
Rekening investasi khusus, di mana bank bertindak sebagai manajer investasi
bagi nasabah institusi (pemerintah atau lembaga keuangan lain) atau nasabah
korporasi untuk menginvestasikan dana mereka pada unit-unit usaha atau
proyek-proyek tertentu yang mereka setujui atau mereka kehendaki. Rekening ini
dioperasikan berdasarkan prinsip mudharabah
muqayyadah (restricted investment account). Bentuk investasi dan nisbah pembagian keuntungannya biasanya
dinegosiasikan secara kasus per kasus.
·
Rekening Tabungan Mudharabah
Prinsip mudharabah juga
digunakan untuk jasa pengelolaan rekening tabungan. Salah satu syarat
mudharabah adalah bahwa dana harus dalam bentuk uang (monetary form), dalam jumlah tertentu dan diserahkan kepada
mudharib. Oleh karena itu tabungan mudharabah tidak dapat ditarik sewaktu-waktu
sebagaimana tabungan wadi’ah. Dengan demikian tabungan mudharabah biasanya
tidak diberikan fasilitas ATM, karena penabung tidak dapat menarik dananya
dengan leluasa. Dalam aplikasnya bank syari’ah melayani tabungan mudharabah
dalam bentuk targeted saving, seperti
tabungan korban, tabungan haji atau tabungan lain yang dimaksudkan untuk suatu
pencapaian target kebutuhan dalam jumlah dan atau jangka waktu tertentu.
Tidak seperti bank konvensional,
Bank Syariah tidak menjamin pembayaran kembali nilai nominal dari investasi mudharabah. Bank Syariah juga tidak
menjamin keuntungan atas investasi mudharabah.
Mekanisme pengaturan realisasi pembagian keuntungan final atas investasi mudharabah tergantung pada performance dari bank, berlainan dengan
bank konvensional yang menjamin keuntungan atas deposito berdasarkan tingkat
bunga tertentu dengan mengabaikan performance-nya.
(3)
Dana Titipan (wadiah / non remunerated deposit).
Dana titipan adalah dana pihak ketiga yang
dititipkan pada bank, yang umumnya
berupa giro atau tabungan. Pada umumnya motivasi utama orang menitipkan dana pada bank adalah untuk
keamanan dana mereka dan memperoleh keleluasaan untuk menarik kembali dananya
sewaktu-waktu.
·
Rekening Giro wadi’ah
Bank Islam dapat memberikan jasa simpanan giro dalam
bentuk rekening wadi’ah. Dalam hal ini bank Islam menggunakan prinsip wadiah yad dhamanah. Dengan prinsip ini
bank sebagai custodian harus menjamin pembayaran kembali nominal simpanan wadiah. Dana tersebut dapat digunakan
oleh bank untuk kegiatan komersial dan bank berhak atas pendapatan yang
diperoleh dari pemanfaatan harta titipan tersebut dalam kegiatan komersial.
Pemilik simpanan dapat menarik kembali simpanannya sewaktu-waktu, baik sebagian
atau seluruhnya. Bank tidak boleh menyatakan atau menjanjikan imbalan atau
keuntungan apapun kepada pemegang rekening wadiah, dan sebaliknya pemegang
rekening juga tidak boleh mengharapkan atau meminta imbalan atau keuntungan
atas rekening wadiah. Setiap imbalan atau keuntungan yang dijanjikan dapat
dianggap riba. Namun demikian bank, atas kehendaknya sendiri, dapat memberikan
imbalan berupa bonus (hibah) kepada pemilik dana. (pemegang rekening wadiah).
Ciri-ciri giro wadiah adalah sebagai berikut:
q
Bagi pemegang rekening disediakan cek untuk mengoperasi
kan rekeningnya;
q
Untuk membuka rekening diperlukan surat referensi nasabah
lain atau pejabat bank, dan menyetor sejumlah dana minimum (yang ditentukan
kebijaksanaan masing-masing bank) sebagai setoran awal;
q
Calon pemegang rekening tidak terdaftar dalam daftar
hitam Bank Indonesia;
q
Penarikan dapat dilakukan setiap waktu dengan cara
menyerahkan cek atau instruksi tertulis lainnya;
q
Tipe rekening :
-
Rekening perorangan,
-
Rekening pemilik tunggal,
-
Rekening bersama (dua orang individu atau lebih),
-
Rekening organisasi atau perkumpulan yang tidak berbadan
hukum,
-
Rekening perusahaan yang berbadan hukum,
-
Rekening kemitraan,
-
Rekening titipan;
q
Servis lainnya :
-
Cek istimewa,
-
Instruksi siaga (standing
instruction),
-
Transfer dana otomatis;
-
Kepada pemegang rekening akan diberikan salinan rekening
(statement of account) dengan rincian
transaksi setiap bulan;
-
Konfirmasi saldo dapat dikirimkan oleh bank kepada
pemegang rekening setiap enam bulan atau periode yang dikehendaki oleh pemegang
rekening.
·
Rekening tabungan wadiah
Prinsip wadiah yad
dhamanah ini juga dipergunakan oleh bank dalam mengelola jasa tabungan,
yaitu simpanan dari nasabah yang memerlukan jasa penitipan dana dengan tingkat
keleluasaan tertentu untuk menariknya kembali. Bank memperoleh izin dari
nasabah untuk menggunakan dana tersebut selama mengendap di bank. Nasabah dapat
menarik sebagian atau seluruh saldo simpanannya sewaktu-waktu atau sesuai
dengan perjanjian yang disepakati. Bank menjamin pembayaran kembali simpanan
mereka. Semua keuntungan atas pemanfaatan dana tersebut adalah milik bank,
tetapi, atas kehendaknya sendiri, bank dapat memberikan imbalan keuntungan yang
berasal dari sebagian keuntungan bank. Bank menyediakan buku tabungan dan
jasa-jasa yang berkaitan dengan rekening tersebut.
Ciri-ciri rekening tabungan wadi’ah adalah sebagai berikut :
q
Menggunakan buku (passbook)
atau kartu ATM;
q
Besarnya setoran pertama dan salbo minimum yang harus
mengendap, tergantung pada kebijakan masing-masing bank;
q
Penarikan tidak dibatasi, berapa saja dan kapan saja;
q
Tipe rekening :
-
Rekening perorangan,
-
Rekening bersama (dua orang atau lebih),
-
Rekening organisasi atau perkumpulan yang tidak berbadan
hukum,
-
Rekening perwalian (yang dioperasikan oleh orang tua atau
wali dari pemegang rekening),
-
Rekening jaminan (untuk menjamin pembiayaan);
q
Pembayaran bonus (hibah) dilakukan dengan cara mengkredit
rekening tabungan.
Bank Syariah tidak memperjanjikan bagi hasil atas
tabungan wadiah, walaupun atas
kemauannya sendiri bank dapat memberikan bonus kepada para pemegang rekening wadiah.
Penggunaan Dana Bank
Bank harus mempersiapkan strategi penggunaan dana-dana
yang dihimpunnya sesuai dengan rencana alokasi berdasarkan kebijakan yang telah
digariskan. Alokasi ini mempunyai beberapa tujuan yaitu :
Ø
Mencapai tingkat profitabilitas yang cukup dan tingkat
resiko yang rendah
Ø
Mempertahankan kepercayaan masyarakat dengan menjaga agar
posisi likuiditas tetap aman.
Untuk mencapai kedua keinginan tersebut maka alokasi
dana-dana bank harus diarahkan sedemikian rupa agar pada saat diperlukan semua
kepentingan nasabah dapat terpenuhi.
Alokasi penggunaan
dana bank syariah pada dasarnya dapat dibagi dalam dua bagian penting dari
aktiva bank, yaitu:
(1)
Earning Assets (aktiva yang menghasilkan) dan
(2)
Non Earning Assets (aktiva yang tidak menghasilkan)
Earning Assets adalah berupa investasi dalam bentuk:
a.
Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (Mudharabah);
b.
Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan (Musyarakah);
c.
Pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli (Al Bai’);
d.
Pembiayaan berdasarkan prinsip sewa (Ijarah dan Ijarah wa Iqtina/Ijarah Muntahiah bi Tamlik);
e.
Surat-surat berharga syariah dan investasi lainnya.
Fungsi penggunaan dana yang terpenting bagi bank komersil
adalah fungsi pembiyaan. Portfolio pembiayaan pada bank komersil menempati
porsi terbesar, pada umumnya sekitar 55% sampai 60% dari total aktiva. Tingkat
penghasilan dari pembiayaan (yield on
financing) merupakan tingkat penghasilan tertinggi bagi bank. Sesuai dengan
karakteristik dari sumber dananya, pada umumnya bank komersil memberikan
pembiayaan berjangka pendek dan menengah, meskipun beberapa jenis pembiayaan
dapat diberikan dengan jangka waktu yang lebih panjang. Tingkat penghasilan
dari setiap jenis pembiayaan juga bervariasi, tergantung pada prinsip
pembiayaan yang digunakan dan sektor usaha yang dibiayai.
Porsi terbesar berikutnya dari fungsi penggunaan dana
bank adalah berupa investasi pada surat-surat berharga. Selain untuk tujuan
memperoleh penghasilan, investasi pada surat berharga ini dilakukan sebagai
salah satu media pengelolaan likuiditas, dimana bank harus menginvestasikan
dana yang ada seoptimal mungkin, tetapi dapat dicairkan sewaktu-waktu bila bank
membutuhkan dengan tanpa atau sedikit sekali mengurangi nilainya. Tingkat
penghasilan dari investasi (yield on
investment) pada surat-surat berharga itu pada umumnya lebih rendah dari
pada yield on financing.
Non Earning Assets terdiri dari :
- Aktiva dalam bentuk tunai (cash assets).
Cash assets terdiri dari
uang tunai dalam vault, cadangan
likuiditas (primary reserve) yang
harus dipelihara pada bank sentral, giro pada pada bank dan item-item tunai
lain yang masih dalam proses penagihan (collections).
Dari cash assets ini bank tidak
memperoleh penghasilan, dan kalaupun ada sangat kecil dan tidak berarti. Namun
demikian investasi pada cash assets
adalah penting untuk mendukung fungsi simpanan pada bank, dan dalam beberapa
hal juga diperlukan untuk memenuhi kebutuhan layanan dari bank koresponden yang
berkaitan dengan pembiayaan, investasi.
Bank harus memelihara uang tunai dalam vault yang terdiri dari uang kertas dan
uang logam. Bank harus dapat memenuhi kebutuhan para nasabah penyimpan dana
yang ingin menarik dananya dalam bentuk tunai, meskipun bank juga harus
membatasi jumlah investasi dalam bentuk uang tunai, karena bila terlalu banyak
dapat mengurangi tingkat penghasilan bank.
Bank juga harus memelihara cash assets sebagai cadangan (reserve)
dalam bentuk rekening pada bank sentral. Biasanya bank sentral menetapkan
kewajiban ini berdasarkan jumlah dan tipe simpanan nasabah bank. Bank
menggunakan cadangan ini untuk memproses cek yang ditarik melalui kliring.
Bank juga memelihara saldo dalam jumlah tertentu pada
bank koresponden sebagai kompensasi atas servis yang diperoleh seperti cek
kliring, layanan yang berkaitan dengan proses pembiayaan, investasi dan partisipasi
dalam sindikasi pembiayaan. Saldo pada bank koresponden dapat juga digunakan
untuk memenuhi kebutuhan cadangan bagi bank yang tidak menjadi anggota lembaga
kliring.
- Pinjaman (qard).
Sebagaimana diuraikan pada bab sebelumnya, pinjaman qard al hasan adalah merupakan salah
satu kegiatan bank syariah dalam mewujudkan tanggung jawab sosialnya sesuai
dengan ajaran Islam. Untuk kegiatan ini bank tidak memperoleh penghasilan
karena bank dilarang untuk meminta imbalan apapun dari para penerima qard.
- Penanaman dana dalam aktiva tetap dan inventaris (premises and equipment).
Penanaman dana dalam bentuk ini juga tidak menghasilkan
pendapatan bagi bank, tetapi merupakan kebutuhan bank untuk memfasilitasi
pelaksanaan fungsi kegiatannya. Fasilitas itu terdiri dari bangunan gedung,
kendaraan dan peralatan lainnya yang dipakai oleh bank dalam rangka penyediaan
layanan kepada nasabahnya.
Gambaran
tentang pola penghimpunan dana dan pengalokasian nya dapat dilakukan melalui (1) pendekatan Pusat
Pengumpulan dana (pool of funds
approach), yaitu dengan melihat sumber-sumber dana dan penempatannya, dan
(2) pendekatan Alokasi Aktiva (Assets
Allocation Approach) yaitu penempatan masing-masing jenis dana ke dalam
aktiva bank.
2. Sumber dan Alokasi Pendapatan
2.1. Sumber Pendapatan
Bank Syariah
Sumber
pendapatan bank syariah terdiri dari :
(1) Bagi hasil atas kontrak mudharabah dan kontrak musyarakah;
(2) Keuntungan atas kontrak jual-beli (al bai’);
(3) Hasil sewa atas kontrak ijarah dan ijarah wa iqtina;
dan
(4) Fee dan
biaya administrasi atas jasa-jasa lainnya.
2.2. Pembagian Keuntungan (Profit Distribution)
Pendapatan-pendapatan tersebut di atas, setelah dikurangi
dengan biaya-biaya operasional, harus dibagi antara bank dengan para penyandang
dana, yaitu nasabah investasi, para penabung, dan para pemegang saham sesuai
dengan nisbah bagi-hasil yang
diperjanjikan.
Bank dapat menegosiasikan nisbah bagi-hasil atas investasi mudharabah sesuai dengan tipe yang ada, baik sifatnya maupun jangka
waktunya. Bank juga dapat menentukan nisbah
bagi-hasil yang sama atas semua tipe, tetapi menetapkan bobot (weight) yang berbeda-beda atas setiap
tipe investasi yang dipilih oleh nasabah.
Berdasarkan kesepakatan mengenai nisbah bagi-hasil antara bank dengan para nasabah tersebut, bank
akan mengalokasikan penghasilannya dengan tahap-tahap sebagai berikut :
(a)
Tahap pertama bank menetapkan jumlah relatif
masing-masing dana simpanan yang berhak atas bagi-hasil usaha bank menurut
tipenya, dengan cara membagi setiap tipe dana-dana dengan seluruh jumlah
dana-dana yang ada pada bank dikalikan
100% (seratus persen);
(b) Tahap kedua bank
menetapkan jumlah pendapatan bagi hasil bagi masing-masing tipe dengan cara
mengalikan persentase (jumlah relatif) dari masing-masing dana simpanan pada
huruf a dengan jumlah pendapatan bank;
(c)
Tahap ketiga bank menetapkan porsi bagi-hasil untuk
masing-masing tipe dana simpanan sesuai dengan nisbah yang diperjanjikan;
(d)
Tahap keempat bank harus menghitung jumlah relatif biaya
operasional terhadap volume dana, kemudian mendistribusikan beban tersebut
sesuai dengan porsi dana dari masing-masing tipe simpanan.
(e)
Tahap kelima bank mendistribusikan bagi hasil untuk
setiap pemegang rekening menurut tipe simpanannya sebanding dengan jumlah
simpanannya.
Revenue Sharing.
Berdasarkan asumsi bahwa para nasabah belum terbiasa
menerima kondisi berbagi hasil dan berbagi resiko, maka sebagian bank syariah
di Indonesia saat ini menempuh pola pendistribusian pendapatan (revenue sharing), disamping untuk
menerapkan profit sharing bank harus
secara rinci mendisclose biaya-biaya
operasional yang dibebankan kepada para pemilik dana. Proses distribusi
pendapatan seperti itu dilakukan sebelum memperhitungkan biaya operasional yang
ditanggung oleh bank. Biasanya pendapatan yang didistribusikan hanyalah
pendapatan atas investasi dana-dana, dan tidak termasuk pendapatan fee atau
komisi atas jasa-jasa yang diberikan oleh bank, karena pendapatan tersebut
pertama-tama harus dialokasikan untuk mendukung biaya operasional.
Revenue Sharing mengandung kelemahan, karena apabila tingkat pendapatan bank sedemikian
rendah maka bagian bank, setelah pendapatan didistribusikan oleh bank tidak
mampu membiayai kebutuhan operasional- nya (yang lebih besar dari pada
pendapatan fee) sehingga merupakan kerugian bank dan membebani para pemegang
saham sebagai penanggung kerugian. Sementara para penyandang dana atau investor
lain tidak akan pernah menanggung kerugian akibat biaya operasional tersebut.
Dengan kata lain secara tidak langsung bank menjamin nilai nominal investasi
nasabah, karena pendapatan paling rendah yang akan dialami oleh bank adalah nol
dan tidak mungkin terjadi pendapatan negatif. Disamping belum sepenuhnya sesuai
dengan prinsip syariah pola revenue
sharing tidak berbeda statusnya dengan wadiah.
Oleh karena itu tidak dapat dikategorikan sebagai kuasi ekuitas.
Berbeda dengan distribusi pendapatan dalam revenue sharing, pendapatan yang
dibagikan di dalam profit sharing
adalah seluruh pendapatan, baik hasil investasi dana maupun pendapatan fee atas
jasa-jasa yang diberikan oleh bank setelah dikurangi dengan biaya-biaya
operasional bank.
4.1. Risiko Likuiditas
Bank harus
memenuhi kebutuhan akan likuiditas bila nasabah menarik dananya atau bila
nasabah menarik fasilits kreditnya. Untuk memenuhi kebutuhan likuiditas itu
maka bank harus memelihara likuiditas aset atau menciptakan likuiditas dengan
cara meminjam dana.
Pengukuran risiko
likuisitas adalah kompleks. Bank memiliki dua sumber utama bagi likuiditasnya
yaitu aset dan liabilitas. Apabila bank menahan aset seperti surat-surat
berharga yang dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan dananya, maka risiko
likuiditasnya bisa jadi rendah. Sementara menahan aset dalam bentuk surat-surat
berharga membatasi pendapatan, karena bank dapat memperoleh tingkat penghasilan
yang lebih tinggi dari pembiayaan. Bank konvensional dapat juga meminjam untuk
memenuhi kebutuhan dana.
Faktor kuncinya
adalah bahwa bank tidak dapat dengan leluasa
memaksimumkan pendapatan karena adanya desakan kebutuhan likuiditas.
Oleh karena itu bank harus memperhatikan jumlah likuiditas yang tepat. Terlalu
banyak likuiditas akan mengorbankan tingkat pendapatan dan terlalu sedikit akan
berpotensi untuk meminjam dana dengan harga yang tidak dapat diketahui
sebelumnya, yang dapat berakibatnya meningkatnya biaya dan akhirnya menurunkan
profitabilitas. Lebih-lebih bagi bank syariah yang dilarang melakukan
peminjaman dana yang berbasis bunga, tentu akan lebih sulit untuk memperoleh dana.
4.2. Risiko kredit (credit risk).
Risiko kredit
berhubungan dengan menurunnya pendapatan yang dapat merupakan akibat dari
kerugian atas kredit (jual-beli tangguh) atau kegagalan tagihan atas
surat-surat berharga. Bank dapat mengendalikan risiko kredit melalui
pelaksanaan kegiatan usaha yang konservatif, meskipun terhadap bidang-bidang
yang menjanjikan tingkat keuntungan yang sangat menarik.
Risiko kredit
sulit dikenali tanpa menguji prortfolio kredit. Faktor kunci bagi pengendalian
risiko kredit adalah diversifikasi dari tipe-tipe kredit, diversifikasi dalam
wilayah geografis dan jenis-jenis industri yang dibiayai, kebijakan agunan dan
sebagainya, dan yang paling penting adalah standard pengendalian kredit yang
diterapkan.
Karena kredit
diberikan dalam lingkungan yang sangat bersaing, tingkat pendapatan kredit (yield on financing) yang lebih tinggi
pada umumnya melibatkan risiko yang lebih tinggi juga.
4.3. Risiko
modal (capital risk).
Unsur
lain dari risiko yang berhubungan dengan perbankan adalah risiko modal (capital risk) yang merefleksikan
tingkat leverage yang dipakai oleh bank. Salah satu fungsi modal adalah
melindungi para penyimpan dana terhadap kerugian yang terjadi pada bank. Jumlah
modal yang dibutuhkan untuk melindungi para penyimpan dana berhubungan dengan
kualitas dan risiko dari aset bank.
Aset
bank dapat diklasifikasikan sebagai aset yang kurang berisiko atau aset
berisiko. Aset berisiko pada umumnya termasuk tapi tidak terbatas pada
investasi atau pembiayaan yang tidak dijamin oleh pemerintah. Sedangkan aset
yang kurang berisiko termasuk tetapi tidak terbatas pada surat-surat berharga
pemerintah atau investasi dan pembiayaan yang dijamin oleh pemerintah.
Risiko
modal berkaitan dengan kualitas aset. Bank yang menggunakan sebagian besar
dananya untuk mendanai aset yang berisiko perlu memiliki modal penyanggah yang
besar untuk sandaran bila kinerja aset-aset itu tidak baik. Tingkat modal itu
juga penting untuk menyangga risiko likuiditas. Sumber-sumber risiko yang
berkaitan dengan perbankan juga dapat dijumpai akibat kehilangan karena
pencurian, perampokan, penipuan atau kecurangan. Sehubungan dengan itu
manajemen harus mengasuransikan beberapa jenis risiko tertentu menerapkan
sistem pengawasan untuk melindungi kerugian-kerugian tersebut.
---o0o---
[1] Lihat
Muchdarsyah Sinungan, Strategi Manajemen
Bank Menghadapi Tahun 2000, Penerbit Rineka Cipta Jakarta, 1994, hlm. 159.
1 Comment:
terimakasih atas keterangan yang lengkap mengenai bahasan bank syariah, kami sedang belajar tentang konsep syariah ini, sangat membantu sekali
Post a Comment