Pendahuluan
Memasuki abad ke-21,
tuntutan untuk pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate
governance, GCG) dalam pengelolaan perbankan syariah sangat penting segera
dilakukan. Pemicu utama berkembangnya tuntutan ini diakibatkan oleh krisis yang
terjadi di sektor perbankan yang umumnya didominasi oleh perbankan konvensional
pada pertengahan tahun 1997 yang terus berlangsung sampai tahun 2000. Secara
global, tuntutan pelaksanaan CGC semakin menguat setelah runtuhnya beberapa
raksasa bisnis dunia seperti Enron dan Worldcom di AS, serta tragedi jatuhnya
HIH dan One-tel di Australia. Berdasarkan beberapa hasil penelitian dan laporan
dari Bank Dunia dan ADB krisis perbankan yang terjadi di Indonesia dan
keruntuhan perusahaan-perusahaan besar dunia disebabkan oleh karena buruknya
pelaksanaan praktik-praktik GCG.
Perkembangan yang
begitu pesat akhir-akhir ini dari aktivitas perbankan syariah dimana
berdasarkan laporan Bank Indonesia sampai kwartal I tahun 2006, aset bank
syariah telah mencapai Rp. 21 triliun dengan 19 bank yang telah beroperasi
secara syariah dan memiliki lebih dari 500 kantor cabang menuntut segera
diimplementasikannya praktik-praktik GCG dalam pengelolaan perbankan agar dapat
memberikan perlindungan yang maksimum kepada semua pihak yang berkepentingan
dalam stakeholder, terutama nasabah atau deposan. Disamping itu penerapan GCG
dapat membantu bank syariah meminimalisasi kualitas pembiayaan yang tidak baik,
meningkatkan akurasi penilaian bank, infrastruktur, kualitas pengambilan
keputusan bisnis, dan mempunyai sistem deteksi dini terhadap high risk business
area, product, dan services.
Dukungan terhadap
penerapan GCG pada perbankan syariah juga diberikan oleh Bank Indonesia (BI)
sebagai pemegang otoritas perbankan dalam negeri dengan segera menyusun kode
etik GCG khusus perbankan syariah, sementara lembaga internasional syariah
seperti Islamic Financial Services Board (IFSB) tahun 2005 telah berhasil
merampungkan pedoman standard GCG untuk lembaga keuangan Islam internasional.
Definisi Good
Corporate Governance
Sampai saat ini para
ahli tetap menghadapi kesulitan dalam mendefinisikan GCG yang dapat
mengakomodasikan berbagai kepentingan. Tidak terbentuknya definisi yang
akomodatif bagi semua pihak yang berkepentingan dengan GCG disebabkan karena
cakupan GCG yang lintas sektoral. GCG dapat didekati dengan berbagai disiplin
ilmu antara lain ilmu makroekonomi, teori organisasi, teori informasi,
akuntansi, keuangan, manajemen, psikologi, sosiologi dan politik (Turnbull,
1977). Definisi CGC menurut Bank Dunia adalah aturan, standar dan organisasi di
bidang ekonomi yang mengatur perilaku pemilik perusahaan, direktur dan manajer
serta perincian dan penjabaran tugas dan wewenang serta pertanggungjawabannya
kepada investor (pemegang saham dan kreditur). Tujuan utama dari GCG adalah
untuk menciptakan sistem pengendaliaan dan keseimbangan (check and balances)
untuk mencegah penyalahgunaan dari sumber daya perusahaan dan tetap mendorong
terjadinya pertumbuhan perusahaan.
Sementara Syakhroza
(2003) mendefinisikan GCG sebagai suatu mekanisme tata kelola organisasi secara
baik dalam melakukan pengelolaan sumber daya organisasi secara efisien,
efektif, ekonomis ataupun produktif dengan prinsip-prinsip terbuka,
akuntabilitas, pertanggungjawaban, independen, dan adil dalam rangka mencapai
tujuan organisasi. Tata kelola organisasi secara baik apakah dilihat dalam
konteks mekanisme internal organisasi ataupun mekanisme eksternal organisasi.
Mekanisme internal lebih fokus kepada bagaimana pimpinan suatu organisasi
mengatur jalannya organisasi sesuai dengan prinsip-prinsip diatas sedangkan
mekanisme eksternal lebih menekankan kepada bagaimana interaksi organisasi
dengan pihak eksternal berjalan secara harmoni tanpa mengabaikan pencapaian
tujuan organisasi.
Prinsip-Prinsip
Good Corporate Governance dalam Perbankan Syariah
Pada dasarnya
prinsip-prinsip pokok dan best practices GCG yang dikembangkan pada perbankan
syariah hampir sama dengan perbankan konvensional. Hal ini disebabkan karena
secara umum, fungsi bank syariah sama dengan perbankan konvensional.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk mengembangkan konsep GCG
diantaranya adalah kultur manajemen, akuntansi, dan pengawasan. Sebab,
faktor-faktor tersebut nanti-nya dapat mempengaruhi berbagai hal, seperti
perlindungan hak stakeholder. Istilah stakeholder dalam perbankan syariah
mencakup pemegang saham, manajemen bank, karyawan, dan investement account
holder (IAH). Investment account holder (IAH) merupakan nasabah atau
deposan dalam perbankan konvensional.
Implementasi tata
kelola perusahaan secara efektif dalam perbankan syariah memerlukan adanya
pemahaman mengenai prinsip-prinsip GCG yang meliputi:
1. Akuntabilitas
berarti tuntutan agar manajemen perusahaan memiliki kemampuan answerability
yaitu kemampuan untuk merespon pertanyaan dari stakeholders atas berbagai corporate
action yang mereka lakukan.
2. Transparansi berarti
ketersediaan informasi yang akurat, relevan dan mudah dimengerti yang dapat
diperoleh secara low-cost sehingga stakeholders dapat mengambil keputusan yang
tepat. Karena itu, perusahaan perlu meningkatkan kualitas, kuantitas dan
frekuensi dari laporan kegiatan perusahaan’
3. Responsibility
memastikan bahwa bank dikelola secara hati-hati sesuai dengan hukum dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk menetapkan manajemen risiko
dan pengendaliaan yang sesuai
4. Independency
bertindak hanya untuk kepentingan bank dan tidak dipengaruhi oleh
aktivitas-aktivitas yang mengarah pada timbulnya conflict of interest
5. Fairness menjamin
perlindungan hak-hak para pemegang saham, manajemen dan karyawan bank, nasabah
serta stakeholder lainnya
Dalam ajaran Islam,
kelima prinsip-rpinsip pokok GCG diatas sesuai dengan norma dan nilai Islami
dalam aktivitas dan kehidupan seorang muslim. Islam sangat intens mengajarkan
diterapkannya prinsip 'adalah (keadilan), tawazun (keseimbangan), mas'uliyah
(akuntabilitas), akhlaq (moral), shiddiq (kejujuran), amanah (pemenuhan
kepercayaan), fathanah (kecerdasan), tabligh (transparansi, keterbukaan),
hurriyah (independensi dan kebebasan yang bertanggung jawab), ihsan (profesional),
wasathan (kewajaran), ghirah (militansi syariah, militansi syari'ah, idarah
(pengelolaan), khilafah (kepemimpinan), aqidah (keimanan), ijabiyah (berfikir
positif), raqabah (pengawasan), qira'ah dan ishlah (organisasi yang terus
belajar dan selalu melakukan perbaikan).
Berdasarkan uraian
di atas dapat dipastikan bahwa Islam jauh mendahului kelahiran GCG yang menjadi
acuan bagi tata kelola perusahaan yang baik di dunia. Prinsip-prinsip itu
diharapkan dapat menjaga pengelolaan institusi ekonomi dan keuangan syari'ah
secara profesional dan menjaga interaksi ekonomi, bisnis dan sosial berjalan
sesuai dengan aturan permainan dan best practice yang berlaku.
Tujuan Penerapan
Good Corporate Governance
Penerapan sistim GCG
dalam perbankan syariah diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah bagi semua
pihak yang berkepentingan (stakeholders) melalui beberapa tujuan berikut:
1. Meningkatkan
efisiensi, efektifitas, dan kesinambungan suatu organisasi yang memberikan
kontribusi kepada terciptanya kesejahteraan pemegang saham, pegawai dan
stakeholders lainnya dan merupakan solusi yang elegan dalam menghadapi
tantangan organisasi kedepan
2. Meningkatkan
legitimasi organisasi yang dikelola dengan terbuka, adil, dan dapat
dipertanggungjawabkan
3. Mengakui dan
melindungi hak dan kewajiban para stakeholders
4. Pendekatan yang
terpadu berdasarkan kaidah-kaidah demokrasi, pengelolaan dan partisipasi
organisasi secara legitimate
5. Menimalkan agency
cost dengan mengendalikan konflik kepentingan yang mungkin timbul antara pihak
prinsipal dengan agen
6. Memimalkan biaya
modal dengan memberikan sinyal positif untuk para penyedia modal. Meningkatkan
nilai perusahaan yang dihasilkan dari biaya modal yang lebih rendah,
meingkatkan kinerja keuangan dan persepsi yang lebih baik dari para
stakeholders atas kinerja perusahaan di masa depan
Dengan demikian
melalui beberapa tujuan diatas, penerapan GCG pada bank syariah diharapkan: (1)
semakin meningkatnya kepercayaan publik kepada bank syariah, (2) pertumbuhan
industri jasa keuangan Islam dan stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan
akan senantiasa terpelihara, dan (3) keberhasilan industri jasa keuangan Islam
dalam menerapkan GCG akan menempatkan lembaga keuangan Islam pada level of
playing field yang sejajar dengan lembaga keuangan internasional lainnya.
Disamping itu, kita
juga perlu membangun suatu sistem GCG yang efektif bagi bank syariah dengan
memperhatikan sejumlah pilar mekanisme GCG, antara lain:
1. Peran dan tanggung
jawab Dewan Pengawas Syariah (DPS) harus dioptimalkan untuk memberikan keyakinan
bahwa seluruh transaksi yang dilakukan oleh perusahaan tidak melanggar
kaidah-kaidah syariah
2. Bank syariah harus
memiliki sistem pengawasan internal dan manajemen risiko yang tangguh. Hal ini
penting agar dapat mendeteksi dan menghindari terjadinya salah kelola dan
penipuan maupun kegagalan sistem dan prosedur pada bank syariah
3. Dalam konteks
syariah, auditor eksternal tidak saja berperan untuk memberikan opini bahwa
laporan keuangan bank telah disajikan secara wajar sesuai dengan standar
akuntansi yang berlaku. Auditor eksternal juga harus bekerja sama dan
mengorelasikan pekerjaannya kepada DPS dan auditor internal untuk mendapat
keyakinan bahwa penyajian lapora keuangan telah memiliki tingkat pengungkapkan
dan transparansi yang memadai
4. Transformasi budaya
korporasi yang islami dan peningkatan kualitas SDM harus menjadi komitmen bagi
manajemen bank syariah
Perangkat
hukum dan peraturan Bank Indonesia dan pasar modal yang sesuai dengan
karakteristik bank syariah menjadi prasyarat guna terciptanya iklim pengawasan
dan GCG yang sehat bagi perbankan syariah di Tanah Air
0 Comments:
Post a Comment