Tulisan Pengantar Lalu Agus Sarjana, S.Psi., MM., Menjadi Pimpinan Redaksi (Pimred) Media Pembaruan
Lalu Agus Sarjana adalah pribadi yang dapat dikatakan lahir dan dibesarkan dalam kultur masyarakat Sasak yang masih berbau feodalis-religius, namun ia sangat kritis dengan dunia dimana ia dibesarkan. Hampir separuh hidupnya ia abdikan untuk menjadi pekerja sosial. Lahir di Sengkol 17 Agustus 1962 dalam kultur generasi yang berada dalam feodalisme pemikiran yang menindas. Sebab feodalisme pemikiran akan menghalangi dia dari kejujuran pemikiran. Melalui tulisan sederhana ini saya mengajak pembaca untuk turut mengantar Lalu Agus Sarjana agar ia tidak terkena polusi dari golongan atau kelompok yang lebih mementingkan kepentingan mereka saja dan tidak masyarakat banyak, masyarakat Lombok Tengah. Mari kita antar Lalu Agus Sarjana dengan memberi restu dan mendoakannya untuk menjadi Pimpinan Redaksi yang dapat mewujudkan idealisme pemikiran yang selama ini ia tularkan pada masyarakat untuk menggali dan menemukan rumusan pemberdayaan masyarakat melalui media informasi yang bertanggungjawab dan melibatkan masyarakat secara cerdas yang bertumpu pada modernitas, keislaman, ke-sasak-an dan keindonesiaan dalam konteks kekinian dan masa depan.
Terimakasih kepada teman-teman di Media Pembahruan atas diterbitkannya tulisan pengantar ini, meskipun agak sedikit terlambat dari tanggal 15 September 2011, dimana Lalu Agus Sarjana menerima mandat untuk menjadi Pimpinan Redaksi, melalui tulisan ini untuk mengantarkan teman, sahabat kita Lalu Agus Sarjana ke mimbar. Sebentar lagi kita akan disuguhkan dengan pola manajemen, pemikiran informasi dan pandangan Lalu agus Sarjana tentang bagaimana memimpin, mengorganisasi, merencanakan, dan mengontrol sebuah media yang tidak terlepas dari beragam kepentingan, visi misi dan tentu juga laba!.
Beberapa waktu lalu saya berbincang dengan seorang rekan pekerja sosial (aktivis). Seperti kita tahu, tentu ada beragam pertimbangan dimana Lalu Agus Sarjana dipilih untuk menjadi seorang Pimred, salah satunya mungkin karena independensi dan komitmen Lalu Agus Sarjana untuk memberdayakan masyarakat, melalui apa yang kita sebut dengan “Kapal Perang” (Media Informasi). “Tapi saya pesimis Lalu Agus Sarjana akan dapat menjalankan dan menuangkan seluruh konsep pemberdayaan masyarakat yang selama ini ia kerjakan” lanjut teman aktivis ini. Selanjutnya ia menguraikan dari beberapa aspek, kepemilikan saham, kepentingan politik, daya jual pemberdayaan, tingkat kekeritisan dan lainnya.
Dari sini, kita ingat, bagaimana sebuah idealisme terbangun dengan susah payah, setelah memasuki sebuah arena perang ia menjadi lapuk karena dihantam ombak dari sana sini, layaknya sebuah alasan teman-teman para dewan, yang makin tidak berdaya karena memiliki satu kepala, dihadapkan dengan puluhan kepala yang memiliki beragam kepentingan di gedung dewan, ini alasan sederhana.
Kepada rekan aktivis ini saya menjelaskan bahwa menurut saya (dengan mempertimbangkan argumen yang disampaikannya), penggambaran tentang membangun masyarakat melalui media didaerah kita ini cenderung terpolarisasi ke dalam dua kutub yang berseberangan. Di satu pihak, pemberdayaan masyarakat melalui media ditanah Sasak ini digambarkan begitu opitimisnya: sangat progresif, kritis, maju dan karenanya dianggap sudah cocok dengan konsep rekayasa sosial masyarakat. Sebaliknya di kutub yang lain, pemberdayaan masyarakat melalui media ditanah Sasak digambarkan begitu pesimistisnya. Banyak kepentingan, asal comot berita/informasi dari internet, tidak kreatif, kurang visioner dari segi pemberdayaan, tidak mendidik, menghabis-habiskan anggaran dan lain-lain.
Tentu saja, kedua kutub itu memiliki argumen yang sahih dan bisa dipertanggungjawabkan secara metodologis. Kutub optimis misalnya menyajikan argumen dan data tentang betapa makin meningkatnya jumlah oplah media cetak dari hari kehari, atau dengan telah makin menjamurnya bisnis media cetak di daerah ini. Kutub optimis ini menganggap perdebatan tentang layak atau tidak layaknya (baik dari isi berita dan lain-lain) media cetak terbit didaerah ini telah selesai dan Media Pembaruan adalah merupakan salah satu sumbangan paling berharga dalam hal ini. Dan satu lagi, media cetak didaerah ini paling mengerti isi berita yang harus ditampilkan untuk masyarakat kita (yang paling menonjol adalah dari aspek politik dan tentunya seputar pilkada, mutasi, partai, kriminal dll).
Sementara kutub pesimistis menganggap bahwa media cetak di daerah ini belum banyak memberi kontribusi pada pemberdayaan masyarakat, idealisme media yang ditonjolkan media cetak didaerah ini adalah bergantung siapa yang memimpin, siapa yang didukung dan dapat apa. Informasi-informasi yang disuguhkan terkadang isinya dangkal dan murahan, asal comot dari internet. Bagi kutub pesimis, media cetak didaerah ini tak lagi memberdayakan, isi berita yang disuguhkan tidak mencerdaskan dan memberdayakan, dan masih banyak lagi argument lainnya. Dan dalam hal ini, terkadang saya hanya bisa mengatakan betapa mereka “astaghfirullah”
Bagi saya penggambaran serupa itu, baik yang optimis maupun yang pesismis, kurang memberi ruang pada eksplorasi pemberdayaan dan pencerdasan masyarakat suku Sasak yang akan dilakukan Lalu Agus Sarjana dengan menawarkan produk pemikiran. Dalam konteks pemberdayaan dan pencerdasan masyarakat suku Sasak tentu saja kita harus menyebut beberapa tokoh penting yang terkait dengan upaya pemberdayaan melalui “Kapal Perang” yang kini menjadi jalan lurus yang dipilih Lalu Agus Sarjana. Mereka diantaranya adalah Pritjof Chapra, Goenawan Muhammad dan Yaqub Utama.
Bagi saya, Lalu Agus Sarjana adalah sebuah contoh produk manusia hasil rekayasa pemikiran yang memadukan model pencaharian pemberdayaan, zaman klasik Islam, kearifan budaya lokal masyarakat dan ketar ketirnya zaman modern dan postmodern. Meski khazanah pemikiran Lalu Agus Sarjana tak berbasis ilmu-ilmu pemberdayaan masyarakat dan media masa, namun Lalu Agus Sarjana mengajak kita untuk berpikir dan merenung tentang pemberdayaan masyarakat, baik dengan langsung menyentuh aspek praktis maupun melalui media cetak.
Saya memberi judul pengantar ini “ Mengantarkan Agus Sarjana Jadi Pimred”. Bagi saya, ini sebuah ungkapan metafora. Kita harus bersama-sama mengantarkan Lalu Agus Sarjana untuk melanjutkan ide-ide rintisan pemberdayaan masyarakat yang mengakar pada keagamaan (Islam) kearifan budaya lokal masyarakat dan tantangan post modernisme melalui beragam pemikiran kritis-membangun sebuah media cetak yang bernama Media Pembaruan. Dan untuk itu, Lalu Agus Sarjana memiliki modal besar yang boleh jadi tak dimiliki para kandidat yang lain yang sudah ditumbangkannya.
Pada akhirnya, mari kita tunjukkan dukungan kita pada Lalu Agus Sarjana dengan membiarkannya tumbuh berkembang sebagai intelektual independen dan tak tinggal di menara gading. Agar apa yang diutarakan teman aktivis di atas tidak menjadi kenyataan. Mari kita tantang dia untuk menjawab persoalan kedaerahan-kebangsaan melalui Media Pembaruan dengan pemikiran keagamaan, pemberdayaan konsep dan metodologis bukan hanya dengan istighasah, dzikir akbar, reuni otak atau hanya sekedar keliling kampung dengan mengasah otak menjelang waktu isya’ hingga tahajjud.
0 Comments:
Post a Comment