Minggu, 01 Juli 2012

Keuntungan dan Resiko Bank Syariah




Sebagaimana halnya dengan bank konvensional, bank syariah juga mempunyai peran sebagai lembaga perantara (intermediary) antara satuan-satuan kelompok masyarakat atau unit-unit ekonomi yang mengalami kelebihan dana (surplus unit) dengan unit-unit lain yang mengalami kekurangan dana (deficit unit). Melalui bank kelebihan dana-dana tersebut dapat disalurkan kepada pihak-pihak yang memerlukan dan memberikan manfaat kepada kedua belah pihak.

Bank berbasis bunga melaksanakan peran tersebut melalui kegiatannya sebagai peminjam dan pemberi pinjaman. Para pemilik dana tertarik untuk menyimpan dana di bank berdasarkan tingkat bunga yang dijanjikan.  Demikian pula bank memberikan pinjaman kepada pihak-pihak yang memerlukan dana berdasarkan kemampuan mereka membayar tingkat bunga tertentu. Hubungan antara bank dengan nasabahnya adalah hubungan antara  kreditur dan debitur.

Berbeda dengan bank konvensional, hubungan antara Bank syariah dengan nasabahnya bukan hubungan antara debitur dengan kreditur, melainkan hubungan kemitraan antara penyandang dana (shahib al maal) dengan pengelola dana (mudharib). Oleh karena itu tingkat laba Bank Syariah bukan saja berpengaruh terhadap tingkat bagi hasil untuk para pemegang saham, tetapi juga berpengaruh terhadap bagi-hasil yang dapat diberikan kepada nasabah menyimpan dana. Dengan demikian kemampuan manajemen untuk melaksanakan fungsinya sebagai penyimpan harta, pengusaha dan pengelola investasi yang baik (professional investment manager) akan sangat menentukan kualitas usahanya sebagai lembaga intermediary dan kemampuannya menghasilkan laba.


Sumber-sumber Dana Bank Syariah

Pertumbuhan setiap bank sangat dipengaruhi oleh perkembangan kemampuannya menghimpun dana masyarakat, baik berskala kecil maupun besar dengan masa pengendapan yang memadai. Sebagai lembaga keuangan, maka dana merupakan masalah bank yang paling utama. Tanpa dana yang cukup, bank tidak dapat berbuat apa-apa, atau dengan kata lain, bank menjadi tidak berfungsi sama sekali.

Dana adalah uang tunai yang dimiliki atau dikuasai oleh bank dalam bentuk tunai, atau aktiva lain yang dapat segera diubah menjadi uang tunai. Uang tunai yang dimiliki atau dikuasai oleh bank tidak hanya berasal dari  para pemilik bank itu sendiri, tetapi juga berasal dari titipan atau penyertaan dana orang lain atau pihak lain yang sewaktu-waktu atau pada suatu saat tertentu akan ditarik kembali, baik sekaligus ataupun secara berangsur-angsur. Berdasarkan data empiris selama ini, dana yang berasal dari para pemilik bank itu sendiri, ditambah cadangan modal yang berasal dari akumulasi keuntungan yang ditanam kembali pada bank, hanya sebesar 7 sampai 8 % dari total aktiva bank. Bahkan di Indonesia rata-rata jumlah modal dan cadangan yang dimiliki oleh bank-bank belum pernah melebihi 4% dari total aktiva. Ini berarti bahwa sebagian besar modal kerja bank berasal dari masyarakat, lembaga keuangan lain dan pinjaman likuiditas dari Bank Sentral.[1]

Dalam pandangan syariah uang bukanlah merupakan suatu komoditi melainkan hanya sebagai alat untuk mencapai pertambahan nilai ekonomis (economic added value). Hal ini bertentangan dengan perbankan berbasis bunga dimana “uang mengembang-biakkan uang”, tidak peduli apakah uang itu dipakai dalam kegiatan produktif atau tidak.

Untuk menghasilkan keuntungan, uang harus dikaitkan dengan kegiatan ekonomi dasar (primary economic activities), baik secara langsung melalui transaksi seperti perdagangan, industri manufaktur, sewa-menyewa dan lain-lain, atau secara tidak langsung melalui penyertaan modal guna melakukan salah satu atau seluruh kegiatan usaha tersebut.

Berdasarkan prinsip tersebut Bank Syariah dapat menarik dana pihak ketiga atau masyarakat dalam bentuk :

Ø  Titipan (wadiah) simpanan yang dijamin keamanan dan pengembalian nya (guaranteed deposit) tetepi tanpa memperoleh imbalan atau keuntungan;

Ø  Partisipsi modal berbagi hasil dan berbagi resiko (non guaranteed account) untuk investasi umum (general investment account / mudharabah mutlaqah) dimana bank akan membayar bagian keuntungan secara proporsional dengan portfolio yang didanai dengan modal tersebut;

Ø  Investasi khusus (special investment account / mudharabah muqayyadah) di mana bank bertindak sebagai manajer investasi untuk memperoleh fee. Jadi bank tidak ikut berinvestasi sedangkan investor sepenuhnya mengambiil resiko atas investasi itu.

Dengan demikian sumber dana bank Syariah terdiri dari :

(1)   Modal inti (core capital)
(2)   Kuasi ekuitas (mudharabah account) dan
(3)   Titipan (wadiah) atau simpanan tanpa imbalan (non remunerated deposit).

(1)     Modal Inti.

Modal ini adalah dana modal sendiri yaitu dana yang berasal dari para pemegang saham bank, yakni pemilik bank. Pada umumnya dana modal inti terdiri dari:

Ø  Modal yang disetor oleh para pemegang saham;
Sumber utama dari modal perusahaan adalah saham. Sumber dana ini hanya akan timbul apabila pemilik menyertakan dananya pada bank melalui pembelian saham, dan untuk penambahan dana berikutnya dapat dilakukan oleh bank dengan mengeluarkan dan menjual tambahan saham baru.
Ø  Cadangan, yaitu sebagian laba bank yang tidak dibagi, yang disisihkan untuk menutup timbulnya resiko kerugian di kemudian hari;
Ø  Laba ditahan, yaitu sebagian laba yang seharusnya dibagikan kepada para pemegang saham, tetapi oleh para pemegang saham sendiri (melalui Rapat Umum Pemegang Saham) diputuskan untuk ditanam kembali dalam bank. Laba ditahan ini juga merupakan cara untuk menambah dana modal lebih lanjut.


(2)     Kuasi Ekuitas (mudharabah account).

Bank menghimpun dana berbagi hasil atas dasar prinsip mudharabah, yaitu akad kerjasama antara pemilik dana (shahib al maal) dengan pengusaha (mudharib) untuk melakukan suatu usaha bersama, dan pemilik dana tidak boleh mencampuri pengelolaan bisnis sehari-hari. Keuntungan yang diperoleh dibagi antara keduanya dengan perbandingan (nisbah) yang telah disepakati sebelumnya. Kerugian finansial menjadi beban pemilik dana sedangkan pengelola tidak memperoleh imbalan atas usaha yang dilakukan.

Berdasarkan prinsip ini, dalam kedudukannya sebagai mudharib, bank menyediakan jasa bagi para investor berupa :

·         Rekening investasi umum, dimana bank menerima simpanan dari nasabah yang mencari kesempatan investasi atas dana mereka dalam bentuk Investasi berdasarkan prinsip mudharabah mutlaqah (unresrtricted investment account). Simpanan diperjanjikan untuk jangka waktu tertentu. Bank dapat menerima simpanan tersebut untuk jangka waktu 1, 3, 6, 12, 24 bulan dan seterusnya. Dalam hal ini bank bertindak sebagai Mudharib dan nasabah bertindak sebagai Shahib al Maal, sedang keduanya menyepakati pembagian laba (bila ada) yang dihasilkan dari penanaman dana tersebut dengan Nisbah tertentu. Dalam hal terjadi kerugian, nasabah menanggung kerugian tersebut dan bank kehilangan keuntungan.

·         Rekening investasi khusus, di mana bank bertindak sebagai manajer investasi bagi nasabah institusi (pemerintah atau lembaga keuangan lain) atau nasabah korporasi untuk menginvestasikan dana mereka pada unit-unit usaha atau proyek-proyek tertentu yang mereka setujui atau mereka kehendaki. Rekening ini dioperasikan berdasarkan prinsip mudharabah muqayyadah (restricted investment account). Bentuk investasi dan nisbah pembagian keuntungannya biasanya dinegosiasikan secara kasus per kasus.

·         Rekening Tabungan Mudharabah

Prinsip mudharabah juga digunakan untuk jasa pengelolaan rekening tabungan. Salah satu syarat mudharabah adalah bahwa dana harus dalam bentuk uang (monetary form), dalam jumlah tertentu dan diserahkan kepada mudharib. Oleh karena itu tabungan mudharabah tidak dapat ditarik sewaktu-waktu sebagaimana tabungan wadi’ah. Dengan demikian tabungan mudharabah biasanya tidak diberikan fasilitas ATM, karena penabung tidak dapat menarik dananya dengan leluasa. Dalam aplikasnya bank syari’ah melayani tabungan mudharabah dalam bentuk targeted saving, seperti tabungan korban, tabungan haji atau tabungan lain yang dimaksudkan untuk suatu pencapaian target kebutuhan dalam jumlah dan atau jangka waktu tertentu.

Tidak seperti bank konvensional, Bank Syariah tidak menjamin pembayaran kembali nilai nominal dari investasi mudharabah. Bank Syariah juga tidak menjamin keuntungan atas investasi mudharabah. Mekanisme pengaturan realisasi pembagian keuntungan final atas investasi mudharabah tergantung pada performance dari bank, berlainan dengan bank konvensional yang menjamin keuntungan atas deposito berdasarkan tingkat bunga tertentu dengan mengabaikan performance-nya.

(3)     Dana Titipan (wadiah / non remunerated deposit).

Dana titipan adalah dana pihak ketiga yang dititipkan  pada bank, yang umumnya berupa giro atau tabungan. Pada umumnya motivasi utama  orang menitipkan dana pada bank adalah untuk keamanan dana mereka dan memperoleh keleluasaan untuk menarik kembali dananya sewaktu-waktu.

·         Rekening Giro wadi’ah

Bank Islam dapat memberikan jasa simpanan giro dalam bentuk rekening wadi’ah. Dalam hal ini bank Islam menggunakan prinsip wadiah yad dhamanah. Dengan prinsip ini bank sebagai custodian harus menjamin pembayaran kembali nominal simpanan wadiah. Dana tersebut dapat digunakan oleh bank untuk kegiatan komersial dan bank berhak atas pendapatan yang diperoleh dari pemanfaatan harta titipan tersebut dalam kegiatan komersial. Pemilik simpanan dapat menarik kembali simpanannya sewaktu-waktu, baik sebagian atau seluruhnya. Bank tidak boleh menyatakan atau menjanjikan imbalan atau keuntungan apapun kepada pemegang rekening wadiah, dan sebaliknya pemegang rekening juga tidak boleh mengharapkan atau meminta imbalan atau keuntungan atas rekening wadiah. Setiap imbalan atau keuntungan yang dijanjikan dapat dianggap riba. Namun demikian bank, atas kehendaknya sendiri, dapat memberikan imbalan berupa bonus (hibah) kepada pemilik dana. (pemegang rekening wadiah).

Ciri-ciri giro wadiah adalah sebagai berikut:

q  Bagi pemegang rekening disediakan cek untuk mengoperasi kan rekeningnya;

q  Untuk membuka rekening diperlukan surat referensi nasabah lain atau pejabat bank, dan menyetor sejumlah dana minimum (yang ditentukan kebijaksanaan masing-masing bank) sebagai setoran awal;

q  Calon pemegang rekening tidak terdaftar dalam daftar hitam Bank Indonesia;

q  Penarikan dapat dilakukan setiap waktu dengan cara menyerahkan cek atau instruksi tertulis lainnya;

q  Tipe rekening :
-          Rekening perorangan,
-          Rekening pemilik tunggal,
-          Rekening bersama (dua orang individu atau lebih),
-          Rekening organisasi atau perkumpulan yang tidak berbadan hukum,
-          Rekening perusahaan yang berbadan hukum,
-          Rekening kemitraan,
-          Rekening titipan;

q  Servis lainnya :
-          Cek istimewa,
-          Instruksi siaga (standing instruction),
-          Transfer dana otomatis;
-          Kepada pemegang rekening akan diberikan salinan rekening (statement of account) dengan rincian transaksi setiap bulan;
-          Konfirmasi saldo dapat dikirimkan oleh bank kepada pemegang rekening setiap enam bulan atau periode yang dikehendaki oleh pemegang rekening.

·         Rekening tabungan wadiah

Prinsip wadiah yad dhamanah ini juga dipergunakan oleh bank dalam mengelola jasa tabungan, yaitu simpanan dari nasabah yang memerlukan jasa penitipan dana dengan tingkat keleluasaan tertentu untuk menariknya kembali. Bank memperoleh izin dari nasabah untuk menggunakan dana tersebut selama mengendap di bank. Nasabah dapat menarik sebagian atau seluruh saldo simpanannya sewaktu-waktu atau sesuai dengan perjanjian yang disepakati. Bank menjamin pembayaran kembali simpanan mereka. Semua keuntungan atas pemanfaatan dana tersebut adalah milik bank, tetapi, atas kehendaknya sendiri, bank dapat memberikan imbalan keuntungan yang berasal dari sebagian keuntungan bank. Bank menyediakan buku tabungan dan jasa-jasa yang berkaitan dengan rekening tersebut.

Ciri-ciri rekening tabungan wadi’ah adalah sebagai berikut :

q  Menggunakan buku (passbook) atau kartu ATM;
q  Besarnya setoran pertama dan salbo minimum yang harus mengendap, tergantung pada kebijakan masing-masing bank;
q  Penarikan tidak dibatasi, berapa saja dan kapan saja;
q  Tipe rekening :
-          Rekening perorangan,
-          Rekening bersama (dua orang atau lebih),
-          Rekening organisasi atau perkumpulan yang tidak berbadan hukum,
-          Rekening perwalian (yang dioperasikan oleh orang tua atau wali dari pemegang rekening),
-          Rekening jaminan (untuk menjamin pembiayaan);
q  Pembayaran bonus (hibah) dilakukan dengan cara mengkredit rekening tabungan.

Bank Syariah tidak memperjanjikan bagi hasil atas tabungan wadiah, walaupun atas kemauannya sendiri bank dapat memberikan bonus kepada para pemegang rekening wadiah.


Penggunaan Dana Bank

Bank harus mempersiapkan strategi penggunaan dana-dana yang dihimpunnya sesuai dengan rencana alokasi berdasarkan kebijakan yang telah digariskan. Alokasi ini mempunyai beberapa tujuan yaitu :

Ø  Mencapai tingkat profitabilitas yang cukup dan tingkat resiko yang rendah
Ø  Mempertahankan kepercayaan masyarakat dengan menjaga agar posisi likuiditas tetap aman.

Untuk mencapai kedua keinginan tersebut maka alokasi dana-dana bank harus diarahkan sedemikian rupa agar pada saat diperlukan semua kepentingan nasabah dapat terpenuhi.

Alokasi  penggunaan dana bank syariah pada dasarnya dapat dibagi dalam dua bagian penting dari aktiva bank, yaitu:

(1)     Earning Assets (aktiva yang menghasilkan) dan
(2)     Non Earning Assets (aktiva yang tidak menghasilkan)

Earning Assets  adalah berupa investasi dalam bentuk:

a.      Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (Mudharabah);
b.      Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan (Musyarakah);
c.       Pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli (Al Bai’);
d.     Pembiayaan berdasarkan prinsip sewa (Ijarah dan Ijarah wa Iqtina/Ijarah Muntahiah bi Tamlik);
e.      Surat-surat berharga syariah dan investasi lainnya.

Fungsi penggunaan dana yang terpenting bagi bank komersil adalah fungsi pembiyaan. Portfolio pembiayaan pada bank komersil menempati porsi terbesar, pada umumnya sekitar 55% sampai 60% dari total aktiva. Tingkat penghasilan dari pembiayaan (yield on financing) merupakan tingkat penghasilan tertinggi bagi bank. Sesuai dengan karakteristik dari sumber dananya, pada umumnya bank komersil memberikan pembiayaan berjangka pendek dan menengah, meskipun beberapa jenis pembiayaan dapat diberikan dengan jangka waktu yang lebih panjang. Tingkat penghasilan dari setiap jenis pembiayaan juga bervariasi, tergantung pada prinsip pembiayaan yang digunakan dan sektor usaha yang dibiayai.

Porsi terbesar berikutnya dari fungsi penggunaan dana bank adalah berupa investasi pada surat-surat berharga. Selain untuk tujuan memperoleh penghasilan, investasi pada surat berharga ini dilakukan sebagai salah satu media pengelolaan likuiditas, dimana bank harus menginvestasikan dana yang ada seoptimal mungkin, tetapi dapat dicairkan sewaktu-waktu bila bank membutuhkan dengan tanpa atau sedikit sekali mengurangi nilainya. Tingkat penghasilan dari investasi (yield on investment) pada surat-surat berharga itu pada umumnya lebih rendah dari pada yield on financing.


Non Earning Assets terdiri dari :

  1. Aktiva dalam bentuk tunai (cash assets).

Cash assets terdiri dari uang tunai dalam vault, cadangan likuiditas (primary reserve) yang harus dipelihara pada bank sentral, giro pada pada bank dan item-item tunai lain yang masih dalam proses penagihan (collections). Dari cash assets ini bank tidak memperoleh penghasilan, dan kalaupun ada sangat kecil dan tidak berarti. Namun demikian investasi pada cash assets adalah penting untuk mendukung fungsi simpanan pada bank, dan dalam beberapa hal juga diperlukan untuk memenuhi kebutuhan layanan dari bank koresponden yang berkaitan dengan pembiayaan, investasi.

Bank harus memelihara uang tunai dalam vault yang terdiri dari uang kertas dan uang logam. Bank harus dapat memenuhi kebutuhan para nasabah penyimpan dana yang ingin menarik dananya dalam bentuk tunai, meskipun bank juga harus membatasi jumlah investasi dalam bentuk uang tunai, karena bila terlalu banyak dapat mengurangi tingkat penghasilan bank.

Bank juga harus memelihara cash assets sebagai cadangan (reserve) dalam bentuk rekening pada bank sentral. Biasanya bank sentral menetapkan kewajiban ini berdasarkan jumlah dan tipe simpanan nasabah bank. Bank menggunakan cadangan ini untuk memproses cek yang ditarik melalui kliring.

Bank juga memelihara saldo dalam jumlah tertentu pada bank koresponden sebagai kompensasi atas servis yang diperoleh seperti cek kliring, layanan yang berkaitan dengan proses pembiayaan, investasi dan partisipasi dalam sindikasi pembiayaan. Saldo pada bank koresponden dapat juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan cadangan bagi bank yang tidak menjadi anggota lembaga kliring.

  1. Pinjaman (qard).

Sebagaimana diuraikan pada bab sebelumnya, pinjaman qard al hasan adalah merupakan salah satu kegiatan bank syariah dalam mewujudkan tanggung jawab sosialnya sesuai dengan ajaran Islam. Untuk kegiatan ini bank tidak memperoleh penghasilan karena bank dilarang untuk meminta imbalan apapun dari para penerima qard.

  1. Penanaman dana dalam aktiva tetap dan inventaris (premises and equipment).

Penanaman dana dalam bentuk ini juga tidak menghasilkan pendapatan bagi bank, tetapi merupakan kebutuhan bank untuk memfasilitasi pelaksanaan fungsi kegiatannya. Fasilitas itu terdiri dari bangunan gedung, kendaraan dan peralatan lainnya yang dipakai oleh bank dalam rangka penyediaan layanan kepada nasabahnya.

Gambaran tentang pola penghimpunan dana dan pengalokasian nya  dapat dilakukan melalui (1) pendekatan Pusat Pengumpulan dana (pool of funds approach), yaitu dengan melihat sumber-sumber dana dan penempatannya, dan (2) pendekatan Alokasi Aktiva (Assets Allocation Approach) yaitu penempatan masing-masing jenis dana ke dalam aktiva bank.


2.  Sumber dan Alokasi Pendapatan

2.1. Sumber Pendapatan Bank Syariah

Sumber pendapatan bank syariah terdiri dari :

(1) Bagi hasil atas kontrak mudharabah dan kontrak musyarakah;
(2) Keuntungan atas kontrak jual-beli (al bai’);
(3) Hasil sewa atas kontrak ijarah dan ijarah wa iqtina; dan
(4) Fee dan biaya administrasi atas jasa-jasa lainnya.

2.2.  Pembagian Keuntungan (Profit Distribution)

Pendapatan-pendapatan tersebut di atas, setelah dikurangi dengan biaya-biaya operasional, harus dibagi antara bank dengan para penyandang dana, yaitu nasabah investasi, para penabung, dan para pemegang saham sesuai dengan nisbah bagi-hasil yang diperjanjikan.

Bank dapat menegosiasikan nisbah bagi-hasil atas investasi mudharabah sesuai dengan tipe yang ada, baik sifatnya maupun jangka waktunya. Bank juga dapat menentukan nisbah bagi-hasil yang sama atas semua tipe, tetapi menetapkan bobot (weight) yang berbeda-beda atas setiap tipe investasi yang dipilih oleh nasabah.
           
Berdasarkan kesepakatan mengenai nisbah bagi-hasil antara bank dengan para nasabah tersebut, bank akan mengalokasikan penghasilannya dengan tahap-tahap sebagai berikut :

(a)   Tahap pertama bank menetapkan jumlah relatif masing-masing dana simpanan yang berhak atas bagi-hasil usaha bank menurut tipenya, dengan cara membagi setiap tipe dana-dana dengan seluruh jumlah dana-dana yang ada  pada bank dikalikan 100% (seratus persen);

(b)  Tahap kedua bank menetapkan jumlah pendapatan bagi hasil bagi masing-masing tipe dengan cara mengalikan persentase (jumlah relatif) dari masing-masing dana simpanan pada huruf a dengan jumlah pendapatan bank;

(c)    Tahap ketiga bank menetapkan porsi bagi-hasil untuk masing-masing tipe dana simpanan sesuai dengan nisbah yang diperjanjikan;

(d)  Tahap keempat bank harus menghitung jumlah relatif biaya operasional terhadap volume dana, kemudian mendistribusikan beban tersebut sesuai dengan porsi dana dari masing-masing tipe simpanan.

(e)   Tahap kelima bank mendistribusikan bagi hasil untuk setiap pemegang rekening menurut tipe simpanannya sebanding dengan jumlah simpanannya.


Revenue Sharing.

Berdasarkan asumsi bahwa para nasabah belum terbiasa menerima kondisi berbagi hasil dan berbagi resiko, maka sebagian bank syariah di Indonesia saat ini menempuh pola pendistribusian pendapatan (revenue sharing), disamping untuk menerapkan profit sharing bank harus secara rinci mendisclose biaya-biaya operasional yang dibebankan kepada para pemilik dana. Proses distribusi pendapatan seperti itu dilakukan sebelum memperhitungkan biaya operasional yang ditanggung oleh bank. Biasanya pendapatan yang didistribusikan hanyalah pendapatan atas investasi dana-dana, dan tidak termasuk pendapatan fee atau komisi atas jasa-jasa yang diberikan oleh bank, karena pendapatan tersebut pertama-tama harus dialokasikan untuk mendukung biaya operasional.

Revenue Sharing mengandung kelemahan, karena apabila tingkat pendapatan bank sedemikian rendah maka bagian bank, setelah pendapatan didistribusikan oleh bank tidak mampu membiayai kebutuhan operasional- nya (yang lebih besar dari pada pendapatan fee) sehingga merupakan kerugian bank dan membebani para pemegang saham sebagai penanggung kerugian. Sementara para penyandang dana atau investor lain tidak akan pernah menanggung kerugian akibat biaya operasional tersebut. Dengan kata lain secara tidak langsung bank menjamin nilai nominal investasi nasabah, karena pendapatan paling rendah yang akan dialami oleh bank adalah nol dan tidak mungkin terjadi pendapatan negatif. Disamping belum sepenuhnya sesuai dengan prinsip syariah pola revenue sharing tidak berbeda statusnya dengan wadiah. Oleh karena itu tidak dapat dikategorikan sebagai kuasi ekuitas.

Berbeda dengan distribusi pendapatan dalam revenue sharing, pendapatan yang dibagikan di dalam profit sharing adalah seluruh pendapatan, baik hasil investasi dana maupun pendapatan fee atas jasa-jasa yang diberikan oleh bank setelah dikurangi dengan biaya-biaya operasional bank.


Keuntungan Bank.

Tingkat keuntungan bersih (net income) yang dihasilkan oleh bank dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat dikendalikan (controlable factors) dan faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan (uncontrolable factors). Controlable factors adalah faktor-faktor yang dapat dipengaruhi oleh manajemen seperti segmentasi bisnis (orientasinya kepada wholesale dan retai), pengendalian pendapatan (tingkat bagi hasil, keuntungan atas transaksi jual-beli, pendapatan fee atas layanan yang diberikan) dan pengendalian biaya-biaya. Uncontrolable factors atau faktor-faktor eksternal adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja bank seperti kondisi ekonomi secara umum dan situasi persaingan di lingkungan wilayah operasinya. Bank tidak dapat mengendalikan faktor-faktor eksternal, tetapi mereka dapat membangun fleksibilitas dalam rencana operasi mereka untuk menghadapi perubahan faktor-faktor eksternal.

Ada dua ratio yang biasanya dipakai untuk mengukur kinerja bank yaitu return on assets (ROA) dan return on equity (ROE). ROA adalah perbandingan antara pendapatan bersih (net income) dengan rata-rata aktiva (average assets). ROE didifinisikan sebagai perbandingan antara pendapatan bersih (net income) dengan rata-rata modal (average equity) atau investasi para pemilik bank. Dari pandangan para pemilik, ROE adalah ukuran yang lebih penting karena merefleksikan kepentingan kepemilikan mereka.

Keuntungan bagi para pemilik bank adalah merupakan hasil dari tingkat keuntungan (profitability) dari aset dan tingkat leverage yang dipakai. Hubungan antara ROA dan leverage dapat digambarkan sebagai berikut :

Return On Assets x Leverage multiplier = Return On Equity

Net Income                Average assets
--------------------    x    --------------------  = ROE
Average assets                  Capital
     
      Apabila bank dapat menghasilkan pendapatan bersih dari asetnya (ROA) sebesar 1%, sedangkan leveragenya adalah 15 maka

ROE    = 1% x 15
= 15%.

Hal ini dapat dicapai oleh bank karena tingkat leverage yang digunakan oleh bank adalah tinggi, di mana 14/15 bagian dari asetnya didanai oleh dana pinjaman dari pihak ketiga dan 1/15 bagian saja yang merupakan modal dari pemilik.

      Bagi bank syariah, sumber dana yang paling dominan bagi pembiayaan asetnya adalah dana investasi, yang dapat dibedakan antara investasi jangka panjang (permanen) dari para pemilik (core capital) dan investasi jangka pendek (temporer) dari para nasabah (rekening mudharabah). Hanya sebagian kecil saja yang merupakan kewajiban (liabilitas) kepada pihak ketiga, yaitu berupa dana-dana titipan (rekening wadi’ah). Jika dana-dana investasi itu dapat disamakan dengan equity, maka apabila peranan dana wadiah mencapai sepertiga, yang berarti leverage multiplier adalah 1.5 maka ROE akan mencapai 15 % apabila ROA mencapai 10%.

                                    ROE    = ROA x leverage multiplier
            = 10% x 1.5
= 15%.
           
Risiko – risiko Bank

Meskipun manajer bank berusaha untuk menghasilkan keuntungan setinggi-tingginya, secara simultan mereka harus juga memperhatikan adanya kemungkinan risiko yang timbul menyertai keputusan-keputusan manajemen tentang struktur aset dan liabilitasnya. Secara spesifik risiko-risiko yang akan menyebabkan bervariasinya tingkat keuntungan bank meliputi risiko likuiditas, risiko kredit, risiko tingkat bunga dan resiko modal. Bank syariah tidak akan mengahapi risiko tingkat bunga, walaupun dalam lingkungan dimana berlaku dual banking system meningkatnya tingkat bunga di pasar konvensional dapat berdampak pada meningkatnya risiko likuiditas sebagai akibat adanya nasabah yang menarik dana dari bank syariah dan berpindah ke bank konvensional.

4.1. Risiko Likuiditas

Bank harus memenuhi kebutuhan akan likuiditas bila nasabah menarik dananya atau bila nasabah menarik fasilits kreditnya. Untuk memenuhi kebutuhan likuiditas itu maka bank harus memelihara likuiditas aset atau menciptakan likuiditas dengan cara meminjam dana.

Pengukuran risiko likuisitas adalah kompleks. Bank memiliki dua sumber utama bagi likuiditasnya yaitu aset dan liabilitas. Apabila bank menahan aset seperti surat-surat berharga yang dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan dananya, maka risiko likuiditasnya bisa jadi rendah. Sementara menahan aset dalam bentuk surat-surat berharga membatasi pendapatan, karena bank dapat memperoleh tingkat penghasilan yang lebih tinggi dari pembiayaan. Bank konvensional dapat juga meminjam untuk memenuhi kebutuhan dana.

Faktor kuncinya adalah bahwa bank tidak dapat dengan leluasa  memaksimumkan pendapatan karena adanya desakan kebutuhan likuiditas. Oleh karena itu bank harus memperhatikan jumlah likuiditas yang tepat. Terlalu banyak likuiditas akan mengorbankan tingkat pendapatan dan terlalu sedikit akan berpotensi untuk meminjam dana dengan harga yang tidak dapat diketahui sebelumnya, yang dapat berakibatnya meningkatnya biaya dan akhirnya menurunkan profitabilitas. Lebih-lebih bagi bank syariah yang dilarang melakukan peminjaman dana yang berbasis bunga, tentu akan lebih sulit untuk memperoleh dana.

4.2. Risiko kredit (credit risk).

Risiko kredit berhubungan dengan menurunnya pendapatan yang dapat merupakan akibat dari kerugian atas kredit (jual-beli tangguh) atau kegagalan tagihan atas surat-surat berharga. Bank dapat mengendalikan risiko kredit melalui pelaksanaan kegiatan usaha yang konservatif, meskipun terhadap bidang-bidang yang menjanjikan tingkat keuntungan yang sangat menarik.

Risiko kredit sulit dikenali tanpa menguji prortfolio kredit. Faktor kunci bagi pengendalian risiko kredit adalah diversifikasi dari tipe-tipe kredit, diversifikasi dalam wilayah geografis dan jenis-jenis industri yang dibiayai, kebijakan agunan dan sebagainya, dan yang paling penting adalah standard pengendalian kredit yang diterapkan.

Karena kredit diberikan dalam lingkungan yang sangat bersaing, tingkat pendapatan kredit (yield on financing) yang lebih tinggi pada umumnya melibatkan risiko yang lebih tinggi juga.

     4.3. Risiko modal (capital risk).

Unsur lain dari risiko yang berhubungan dengan perbankan adalah risiko modal (capital risk) yang merefleksikan tingkat leverage yang dipakai oleh bank. Salah satu fungsi modal adalah melindungi para penyimpan dana terhadap kerugian yang terjadi pada bank. Jumlah modal yang dibutuhkan untuk melindungi para penyimpan dana berhubungan dengan kualitas dan risiko dari aset bank.

Aset bank dapat diklasifikasikan sebagai aset yang kurang berisiko atau aset berisiko. Aset berisiko pada umumnya termasuk tapi tidak terbatas pada investasi atau pembiayaan yang tidak dijamin oleh pemerintah. Sedangkan aset yang kurang berisiko termasuk tetapi tidak terbatas pada surat-surat berharga pemerintah atau investasi dan pembiayaan yang dijamin oleh pemerintah.

Risiko modal berkaitan dengan kualitas aset. Bank yang menggunakan sebagian besar dananya untuk mendanai aset yang berisiko perlu memiliki modal penyanggah yang besar untuk sandaran bila kinerja aset-aset itu tidak baik. Tingkat modal itu juga penting untuk menyangga risiko likuiditas. Sumber-sumber risiko yang berkaitan dengan perbankan juga dapat dijumpai akibat kehilangan karena pencurian, perampokan, penipuan atau kecurangan. Sehubungan dengan itu manajemen harus mengasuransikan beberapa jenis risiko tertentu menerapkan sistem pengawasan untuk melindungi kerugian-kerugian tersebut.

---o0o---


[1] Lihat Muchdarsyah Sinungan, Strategi Manajemen Bank Menghadapi Tahun 2000, Penerbit Rineka Cipta Jakarta, 1994, hlm. 159.

1 Comment:

Rahmat said...

terimakasih atas keterangan yang lengkap mengenai bahasan bank syariah, kami sedang belajar tentang konsep syariah ini, sangat membantu sekali

© Kontak : Herman_bismillah@Yahoo.co.id